tag:blogger.com,1999:blog-59370618816861954182024-03-13T11:39:43.233-07:00Cerita CerpenKumpulan Cerita Cerpen Hot Yang Terbaru Dijamin EnakAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-21521121158709886002017-02-07T19:17:00.000-08:002017-02-07T19:17:39.415-08:00Cerita Sexs Wanita Cantik Jilbab Yang DiperkosaCerita Sexs Wanita Cantik Jilbab Yang Diperkosa - kami tulis dalam bentuk yang sederhana dengan nama pemeran yaitu Diana yang masih menempuh studi sarjana. Wanita ini ternyata tidak pantas dengan jilbabnya, walaupun dia diperkosa tapi dia ternyata juga malu-malu tapi mau karena memang hubungan seks itu ternyata dirasanya begitu nikmat.<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-Q0eoTyO_T34/WJqNffNQU0I/AAAAAAAAADQ/mbqOlLq9QSMwNP50FJ0fkhre-lAxZrK6wCLcB/s1600/13724528_904974596280949_933826499_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-Q0eoTyO_T34/WJqNffNQU0I/AAAAAAAAADQ/mbqOlLq9QSMwNP50FJ0fkhre-lAxZrK6wCLcB/s320/13724528_904974596280949_933826499_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Pukul 22.00 WIB sebuah mobil Honda Jazz melintas cepat di jalan antar kota. Sepanjang jalan itu dikelilingi oleh rawa rawa dan pepohonan. Tampak lampu jalan berdiri gagah member penerangan seadanya di sepanjang jalan itu. Di dalam mobil Honda Jazz merah tersebut tampak seorang wanita yang berjuang melawan kantuknya dibelakang kemudi. Ia adalah Diana, wanita berusia 25 tahun yang kini sedang sibuk dalam studi S2 nya. Diana berperawakan tinggi sekitar 158 cm dan tubuh yang tak terlalu gemuk namun juga tak kurus. Kesehariannya, ia selalu memakai pakaian gamis longgar disertai kerudung panjang hingga menutup dada serta tak lupa kaus kaki agar tak sedikitpun auratnya dilihat oleh laki-laki yang bukan muhrim nya. Diana kini memakai kacamata lantaran ia sangat akrab dengan buku hingga kadang lupa mengatur jarak mata dengan buku sehingga menambah wajahnya terlihat manis.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tiba tiba Honda Jazz itu melaju pelan dan Diana menginjak pedal rem nya. Ia melihat jam tangan nya yang sudah menunjukan pukul 22.25 itu. Walaupun besok adalah hari minggu, Diana tetap ingin sampai ke rumah lebih cepat dan bisa istirahat karena tubuhnya telah lelah saat menjadi pembicara di kegiatan rohis kampus nya dulu yang diadakan diluar kota.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“kenapa bisa macet?” kata Diana bernada kesal.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mobil di depan dan disamping nya dalam keadaan mati pertanda macet nya sangat parah. Diana merasa ragu untuk mematikan mesin mobilnya karena jika mesin mobilnya mati maka ia akan kepanasan karena AC mobil pun ikut mati dan ia tak berani jika harus membuka kaca jendela atau keluar seperti yang dilakukan pengemudi lain yang ternyata adalah sopir truk ekspedisi yang rata rata memiliki tampang seram dan tubuh besar. Khawatir jika terjadi apa apa dengan mobilnya, Diana pun terpaksa mematikan mesin mobil nya diikuti oleh lampu depan yang padam. Diana membuka kaca jendela dan sopir sopir itu mengarahkan wajahnya kea rah wanita manis berkacamata dan berjilbab panjang itu. Diana menyadari tatapan itu dan mengalihkan pandangannya ke layar smartphonenya. Sedikit pandangan nya terganggu saat ia melihat ada seorang sopir bertubuh gendut dan tak berbaju melintas di depan mobilnya dan pipis di tepi jalan di bawah pohon.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jam menunjukan pukul 23.07. suasana disitu menjadi lebih gelap dan mobil pun tak bergerak sedikitpun. Secara samar ia mendengar seorang sopir truk berkata bahwa ada truk muatan kayu yang panjangnya 10 meter terbalik di tinkungan tajam sehingga menutupi keseluruhan badan jalan dan menyebabkan jalanan lumpuh total dari kedua arah. Dengan keadaan macet seperti ini, ia menyesal kenapa tak mengikuti saran adik adik tingkatnya untuk menginap di penginapan dan pulang besok pagi. Diana kini berusaha lebih keras menahan kantuk yang mulai menghampirinya. Mendengar cara bicara mereka, Diana mencoba memberanikan keluar dari mobilnya untuk sedikit meluruskan pinggang dan berharap agar kantuknya sedikit hilang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“capek ya neng?” Tanya salah seorang sopir truk</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“iya bang, ngantuk juga” jawab Diana dengan nada sopan</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“tidur aja dulu neng, nanti kalo sudah jalan kami banguni” kata salah seorang sopir truk yang lain.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“gak apa bang, masih tahan kok” Diana menjawab sambil tersenyum</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tanpa Diana sadari, senyumnya itu membuat birahi sopir sopir truk disitu mulai bangkit. Penampilan Diana yang memakai gamis dan jilbab panjang justru membuat nafsu para sopir yang lebih sering menikmati tubuh pelacur mulai membara. Pantat sekal nya tak mampu ia sembunyikan dari balik gamis nya begitu juga payudara nya yang memang berukuran 34c tak dapat disembunyikan dengan sempurna oleh jilbab panjangnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“memangnya kenapa bisa macet bang?” Tanya Diana</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ahh itu, ehmm ada mobil terbalik neng” jawab seorang sopir truk bernama Jarwo dengan gugup karena baru saja disadarkan dari lamunan nya menikmati tubuh Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Bisa lama berarti ya” Diana bertanya dengan ekspresi muka kecewa</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ya sih neng, tapi sudah biasa kok kayak ini bagi kami. Palingan besok pagi baru bisa jalan lagi” jawab sopir lain nya yang bernama Tejo.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
“ngobrol sama kami aja neng disini” ajak Surya, salah satu sopir yang sedang duduk diatas jalanan aspal beralaskan sandal jepit disamping ban mobil truk hijau bermuatan barang elektronik itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“terima kasih bang, saya masuk lagi saja. Gak tahan udara nya” Diana menolak ajakan dari sopir sopir itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pukul 01.00 WIB, lalu lintas mulai bergerak pelan. Dari kejauhan polisi sibuk mengatur arus agar kembali pulih. Para sopir sopir yang sedang berceloteh tadi segera menaiki truk masing masing. Ketika Jarwo hendak menuju truk nya yang berada dibelakang Honda Jazz milik Diana, ia melihat Diana sedang tertidur. Maksud hati ia ingin membangun kan nya namun setelah melihat wajah manis nya Diana dan telapak tangan nya yang lembut, ia mulai berpikiran aneh. Dia member aba-aba kepada sopir sopir lain yang tadi sempat membicarakan tubuh gadis berjilbab seperti Diana. Karena pergerakan lalu lintas masih agak lambat, mereka berdiskusi untuk menculik Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tejo mengangkat Diana dan memindahkannya ke jok belakang sambil kedua mata dan tangan nya diikat dengan kencang serta mulutnya pun di bekap kuat dengan kain yang mereka bawa. Tejo mengendari mobil Diana dan truk yang dikendarai Tejo di kendarai oleh Herman, kernet nya Tejo. Mereka telah sepakat kemana akan membawa Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mereka kembali menghidupkan mesin mobil dan mobil mobil itu berjalan beriringan. Polisi yang bertugas mengatasi kemacetan tak mencurigai apapun saat Honda Jazz itu lewat dikarenakan kaca film mobil itu sangat gelap.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lalu lintas mulai bergerak lancar. Mobil Diana melaju cepat diiringi dua truk dibelakangnya. Sampai didepan jalanan setapak, mobil mobil itu memasuki jalan itu dan berhenti disebuah proyek ruko yang terbengkalai yang ditinggal pemiliknya karena kehabisan dana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jarwo dan Herman menggotong tubuh Diana dan membaringkannya di lantai dingin itu. Tutup mata nya dibuka dan tubuh Diana menggeliat menambah gairah biarahi para calon pemerkosa nya. Karena melakukan pemerkosaan dengan korban yang tak sadar dinilai tak jantan, mereka mengambil air minum dari mobil Diana dan menyiramkannya ke sekujur tubuhnya sehingga membuat lekuk tubuh Diana kini tampak makin jelas. Diana terbangun dan terkejut menyaksikan dirinya dikelilingi empat laki laki yang agak ia lupa sedang berdiri dan sudah dalam keadaan telanjang bulat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“sudah bangun, cantik?” kata Tejo</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“apa apaan ini, lepaskan aku!” Diana mulai panik</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“hahaha, kau sangat cantik, cocok sekali jika menjadi pelacur” kata Herman</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“tidak.. dimana aku? Lepaskan aku!” Diana semakin panik dan dalam keadaan seperti itu, tubuhnya makin menggeliat saat mencoba melepaskan ikatan tangannya sehingga membuat payudara 34c nya yang ditutupi oleh jilbab basah terlihat bergoyang goyang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tanpa banyak bicara, Jarwo menindih tubuh Diana dan menekan kontol nya ke payudara Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“yang kayak gini yang gue demen, yang tertutup tapi bisa dipake” kata Jarwo</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Diana menangis saat pertama kali nya tubuhnya disentuh oleh laki laki yang bukan muhrim nya. Jarwo mulai menggesek-gesekan kontolnya ke payudara bulat itu dan membuat Diana mengerang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“gimana rasa nya Wo?” Tanya Herman</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“toket nya aja yang ketutup enak bro, gimana kalo pas udah dibuka.. gue gak kebayang gimana memek nya.. hahahaha” jawab Jarwo yang makin membuat telinga Diana menjadi panas.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“udah buka aja baju nya, gak enak ngentot sambil pake baju.. tapi jilbab nya biarin aja. Hahaha” usul Tejo.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Wirman, salah satu sopir berusia mengambil pisaun dan mengancam Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“kalo lo coba coba melawan, baju lo bakal kita sobek dan mobil lo kami ambil dan lo mau pulang telanjang terus di perkosa orang lain lagi?”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Diana terdiam, air mata nya tak lagi menetes.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“udah lo nurut aja, kita jamin lo pasti bakal keenakan, malahan ketagihan hahahah” kata Juned, kernet berusia 40 tahun.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“nah sekarang lo berdiri dan lepasin semua pakaian lo kecuali jilbab” perintah Jarwo sambil melepas ikatan tangan Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Diana berdiri dengan pasrah dan tangan nya meraba resleting gamis di belakang punggungnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“eh lo ngapain? Gaya dikit buka nya lah jangan Cuma tegang gitu. Lo sekarang jadi lonte kita, kalo lo bisa bikin kita puas, mobil lo kami balikin” kata Herman</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“bang, tolong jangan lakukan ini.. ini dosa bang” Diana merengek</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ohh loh mau ceramahin kita ya?” ya udah kita sadar nih, lo gak usah buka baju” kata Tejo</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Diana bernafas lega akhirnya salah ada yang bisa ia sadarkan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“tapi kita yang akan bukain baju lo pake pisau ini” lanjut Jarwo</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ahhh ampun bang.. jangan bang..” Diana kembali takut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“kalo gak mau lo nurut aja, lo pokoknya jadi lonte sekarang.. siapa tau lo ketagihan dan pengen jadi lonte selamanya” kata Herman.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Diana marah mendengar perkataan itu, ia tahu apa yang mereka inginkan dan terpaksa ia harus menuruti. Diana meliuk-liukan tubuhnya sambil menurunkan resleting gamisnya. Walaupun sebagai seorang gadis yang alim, Diana juga pernah menonton bokep dan masturbasi untuk menghentikan syahwatnya secara diam diam. Kini ia yang akan menjadi aktris bokep itu sendiri dan fantasi nya selama masturbasi akan menjadi kenyataan. Ya, Diana selalu menghayal ia sedang digangbang oleh pria pria kasar yang tak ia kenal dan dipaksa memuaskan mereka. Setelah gamis nya terlepas dari tubuhnya, ternyata Diana masih memakai celana panjang lagi dibalik gamisnya. Ia turunkan celana panjang itu sambil menggoyang kan pinggulnya. Kini Diana hanya memakai jilbab yang menutupi toketnya, celana dalam, kaus kaki dan sepatu hitam. Diana meremas toketnya yang masih tertutupi jilbab dan bra hingga ia sedikit mengerang “ahhhh”.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jauh di balik sikap santun dan alim nya Diana juga tersimpan pribadi binal yang hanya ia yang tahu selama ini dan hanya ia ingin tunjukan pada suami nya kelak namun kini ia malah terbuai dan terbawa suasana dihadapan sopir sopir mesum itu hingga ia lupa bahwa ia adalah korban pemerkosaan dan yang terjadi kini adalah dia seperti pelacur berjilbab yang siap mempersembahkan keperawanan nya untuk pelanggan pertama nya. Bra yang membalut toket nya juga telah terjatuh ketanah. Namun Diana masih membiarkan jilbab panjangnya menutupi toketnya yang makin mengeras dan makin menampakan putingnya dari luar jilbab.. terlihat sekarang ia seperti akhwat jilboobs. Diana mendekatkan tubuhnya ke para sopir sopir itu dan makin menggoyangkan pinngulnya. Ia berbaring dan menggeliat-geliat sambil memasukan tangan kanan nya kedalam jilbabnya dan meremas toket kirinya dan tangan kirinya merogoh bagian dalam celana dalam nya dan menekan-nekan klitorisnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ahhhh oohhhhh” Diana makin liar memuaskan dirinya dan membuat kontol para sopir itu bertambah keras. Wajah Diana yang manis dan berkacamata itu mulai berubah menunjukan birahi nya yang tak terkendali.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ayo cepetan buka cd lo lonte” teriak Tejo. Masih dalam keadaan berbaring dengan kepala yang mengarah ke para sopir, Diana menurunkan celana dalam nya sambil melebarkan kaki nya dan memeknya pun terlihat jelas mengangkang dengan bulu bulu tipis terawat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Waktu menunjukan pukul 03.00 pagi, giliran pertama adalah Jarwo sebagai pria paling tua yang mendapat pelayanan pertama. Diana berjalan merangkak kearah Jarwo sambil menyampirkan jilbabnya ke pundak hingga tampaklah toket 34c itu. Diana menciumi kaki Jarwo mulai dari jari kaki nya yang bau hingga ke paha dan akhirnya bibir sexy nya menyentuh batang kontol Diana. Diana agak sedikit kaget melihat kontol secara langsung untuk pertama kali nya. Jarwo memegang kepala Diana dan mengelus-elus nya seperti hewan peliharaan. Diana melakukan apa yang pernah ia lihat dari film bokep, yaitu menjilati batang kontol itu. Walaupun jijik namun dorongan hasratnya mengalahkan perasaan itu dan membuatnya bertindak lebih liar. Sangat kontras sekali, wajah putih manis berkacamata itu mengulum kontol hitam besar. Kemudian Diana merangkak naik mendekatkan memeknya ke kontol Jarwo.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sopir-sopir itu tertawa terbahak bahak melihat gadis yang tadinya alim menjadi lonte yang sangat luar biasa. Saat memek Diana hampir menyentuh kontol Jarwo, Jarwo mendorong tubuh Diana hingga jatuh kelantai. Jarwo duduk dihadapan tubuh telanjang Diana dan menggesek-gesekan kontolnya di memek Diana. Ia semakin merangsang tubuh Diana dengan sedikit memasukan kepala kontolnya dan kemudian menariknya kembali. Diana menggeliat liar dan memohon agar kontol Jarwo dimasukan ke dalam memeknya. Akhirnya Jarwo memasukan dengan pelan dan tetesan darah segar mengalir dari liang memek akhwat itu. Diana merasa kesakitan namun rasa sakit itu di gantikan oleh kenikmatan fantasi nya yang selama ini menjadi kenyataan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jarwo menyodok dengan cepat dan membuat Diana mengerang keenakan. Diana membalas serangan Jarwo dengan memaju mundurkan pinggulnya sehingga kontol besar jarwo makin masuk menyentuh rahim nya. Sopir sopir lainnya tak tahan menunggu giliran hingga mereka dengan pelan mengocok kontol mereka masing masing. Jarwo pun mencapai klimaks dan ia mencabut kontolnya dan menumpahkan sperma nya ke wajah Diana dan mengenai kacamata serta jilbabnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kini giliran Tejo yang mengeksekusi Diana. Diana dipaksa menungging dan Tejo memasukan kontolnya disambut dengan erangan nikmat dari mulut Diana. Juned menyuruh Diana mengulum kontolnya. Diana di genjot dari depan dan belakang. Orgasme yang ia peroleh sebanyak tiga kali selama di eksekusi oleh Jarwo belum membuatnya puas. Ia kini merasa menemukan sebuah kesenangan dan kegembiraan yang ia bayangkan dalam khayalan nya saja. “lo emang lonte neng” kata Jarwo. Diana tak menjawab apapun karena mulutnya penuh oleh kontol Juned. Tejo makin mempercepat genjotannya hingga akhirnya Diana mencapai orgasme nya yang keempat. Sesaat badan nya lunglai dan kontol Juned terlepas dari kulumannya. Juned membersihkan bekas liur di kontolnya menggunakan ujung jilbab Diana dan menggunakannya untuk mengocok kontol nya sendiri. Ini memang bukan pertama kalinya Diana orgasme namun ia benar benar merasa orgasme yang ia alami saat ini terasa lebih nyata disbanding orgasme yang ia alami saat masturbasi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ohhh aku lelahh baanngg” kata Diana</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“tapi lo belum puasin kita semua nya, jadi mau gak mau lo harus terus layani kita” kata Herman</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“iya bang, tapi tunggu sebentar lagi bang… aku capeeekkk ahhhh” jawab Diana sambil memek nya masih di genjot pelan oleh kontol Tejo.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tejo tak mengenal rasa kasihan, ia lebih suka memperlakukan korban nya seperti sedang diperkosa sehingga ia kembali menggenjot dengan sangat kasar dan membuat Diana mengerang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“ahhhh enaaakkkkkkk” Diana berteriak</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“eh lo kan tadi gak mau, kenapa malah keenakan, bilang dari tadi kalo lo suka jadi bisa kita entot pas macet semalem” ejek Tejo</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
“ahhhh aku sukkaaa banggg… teruusss baaanggg… perkosaa aku ahhhh” erang Diana. Tejo mempercepat sodokan nya dan akhirnya “crottt crottttt” sperma nya lagi lagi di semprot ke muka manis Diana bersamaan juga dengan meledaknya lahar putih Juned yang tidak sabar sehingga ia mengalami orgasme karena onani menggunakan jilbab Diana dan sperma nya pun menodai jilbab sucinya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Terakhir Herman mendekat dan memasukan kontolnya kedalam memek Diana yang masih basah. Herman meremas remas toket 34C Diana dan menarik tubuhnya. Diana duduk di pangkuan menghadap Herman sehingga Herman dengan mudah menjliati puting Diana. Diana menekan nekan kepala Herman dan menaik turunkan pinggulnya. Benar benar berbeda dari apa yang terlihat siang sebelumnya dimana Diana adalah seorang motivator akhwat yang selalu mengingatkan orang lain agar selalu menjaga dirinya dari hal hal yang dapat merusak kehormatannya namun kini Diana menjadi pelacur yang tak memiliki kehormatan. Bukan lagi ia sebagai korban pemerkosaan namun lebih dari pengemis kontol yang benar benar lapar akan sodokan kontol. “oouuuuhhh enaakkk baangg” lenguh Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Herman tak memperdulikan desahan Diana, ia terus bersemangat menyedot toket Diana dan menyodok nyodok kontolnya hingga membuat Diana mengejang dan menekan pinggulnya lebih kedepan dan tumpahlah cairan kenikmatanya untuk yang keenam kali. Herman membaringkan dirinya dan sekarang mereka melakukan gaya woman on top. Diana menindih tubuh Herman agar ia terus dapat mengemut toketnya. Jarwo, Tejo dan Juned mendekat dan merapatkan kontol mereka ke tubuh Diana. Jarwo menggesekan kontolnya ke kepala Diana yang masih tertutup jilbab panjang, Juned menggesekan kontolnya ke punggung putih Diana yang juga tertutup jilbab dan Tejo menggesekan kontol nya ke pantat Diana. Cukup lama Diana menikmati pelecehan yang terjadi terhadap dirinya dan Diana mengalami orgasme yang kedelapan kali nya dan kali ia benar benar roboh kelelahan. Tubuhnya ambruk diatas tubuh Herman yang masih menggenjot memeknya. Herman membaringkan tubuh Diana dan mencabut kontolnya. Sperma meluncur mengenai toket montok Diana dan sedikit mengenai wajah nya sementara ketiga sopir lain menyusul orgasme nya dan menumpahkan sperma nya ke muka, kepala dan perut Diana.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Diana terkulai lemas, sementara para sopir itu masih tetap berstamina untuk melanjutkan perjalanan. Jarwo meletakan kunci mobil Diana di samping tubuhnya sementara Diana masih terpejam kelelahan. Entah tertidur atau pingsan. Tejo mengambil gamis Diana yang terletak jauh dari tubuh Diana dan mengelap muka dan tubuh Diana yang penuh sperma setelah mengabadikan pemandangan itu dengan ponsel kamera mereka. Juned menyimpan celana dalam dan bra Diana sedangkan Herman mencatat alamat rumah Diana dan menyimpan nomor telepon nya agar dapat berguna sewaktu waktu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pukul 07.25, Diana membuka mata nya dan melihat sekelilingnya tak ada orang kecuali mobil mobil yang lalu lalang di jalan antar kota yang jaraknya sekitar 20 meter dari tempat ia berada. Untungnya tempat ia berada saat itu sedikit tertutup oleh seng seng bekas pembangunan sehingga tak banyak yang menyadari keberadaan mobil Honda Jazz merah disana. Diana meraih gamis nya dan agak terkejut melihat gamisnya yang penuh bekas sperma kering. Ia tak menemukan dimana bra dan celana dalam serta celana pannjang untuk dalaman gamisnya. Diana akhirnya tetap memakai pakaian bernoda sperma itu tanpa ada pakaian dalam lagi. Segera ia memeriksa isi tas nya dan syukurlah tak ada satupun yang hilang. Hanya saja dari layar smartphone nya terdapat notifikasi 6 panggilan tak terjawab dari nomor kontak ayah nya. Diana segera menuju mobilnya yang terparkir di halaman dengan kondisi tanah yang tandus. Diana menyalakan mesin kendaraan nya dan saat ia hendak menurunkan rem tangan nya, ia kembali teringat saat ia menggenggam kontol besar Jarwo.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ada rasa ia marah pada dirinya sendiri ada juga rasa ia ingin lagi menggenggam kontol asli. Dan ternyata kejadian itu sedikit merubah Diana sehingga ia tidak jadi menurunkan rem tangan itu, yang ada ia malah menaikan gamisnya hingga kepinggang dan tampaklah lubang kenikmatan nya yang telah dibobol oleh pria yang tak ia kenal. Diana mlai melakukan masturbasi di dalam mobil. Ia berteriak sekencang kencangnya membayangkan ia sedang di perkosa kembali. Kini Diana mulai merasakan sisi liar nya semakin membesar daripada sebelumnya hingga ia berpikir bagaimana jika ia berkendara tanpa memakai baju. Tapi itu tak mungkin ia lakukan karena pasti orang orang akan melihat nya dari kaca depan yang tak segelap kaca samping dan belakang. Namun kini Diana malah berkendara dengan rok gamis yang masih terangkat ke pinggang dengan aroma sperma dan cairan memek nya terasa tajam di dalam mobil.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Begitulah cerita seks pemerkosaan terhadap Diana, seorang gadis berjilbab yang ternyata mau banget untuk diperkosa, bahkan ia menginginkan seks itu terjadi lagi untuk kesekian kalinya. Jarwo dan temannya juga merasa puas karena nafsunya bisa terlampiaskan pada gadis cantik dan seksi itu </div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-34220053544589050212017-01-21T05:54:00.001-08:002017-01-21T05:54:53.001-08:00Cerita Sexs Pertiwi Cewek Jilbab Polos CantikCerita Seks ini merupakan sebuah cerita dewasa yang kesannya sangat natural banget dan gagasannya sanget menarik dan nakal kalau dibaca dari awal pasti akan seru banget! Cerita seks dewasa ini dikirimkan oleh seorang member situs ini yang minta nama dan identitasnya dirahasiakan ok kita langsung aja ke ceritanya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-wpIfEJBtOQ4/WINoHs-Ts1I/AAAAAAAAAC8/OqcpkwxyGM4jR4r9CPSLtfuGwi0ST2uKwCLcB/s1600/7673975_20150704042526.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-wpIfEJBtOQ4/WINoHs-Ts1I/AAAAAAAAAC8/OqcpkwxyGM4jR4r9CPSLtfuGwi0ST2uKwCLcB/s320/7673975_20150704042526.jpg" width="240" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Meskipun awalnya ragu, akhirnya Pertiwi mau juga masuk ke rumah Muhris. Dadanya berdegup kencang karena ini adalah kali pertama ia main ke rumah teman prianya. Kamu tentu tahu Madrasah ‘Aliyah tempat mereka berdua bersekolah melarang hubungan lawan jenis seperti ini.<br />
<br />
Seperti halnya perintah tegas Sekolah kepada setiap siswi untuk mengenakan jilbab. Tapi Pertiwi tak bisa menolak ajakan teman yang ia sukai itu. Dua tahun sudah mereka saling mengenal, sejak keduanya sama-sama duduk di bangku kelas satu. Dan perasaan suka itu muncul di hati Pertiwi tak lama setelah pertemuan pertamanya. Kalau tidak karena Muhris memberi sinyal yang sama, Pertiwi tentu sudah melupakan perasaannya. Tapi cowok itu terus saja bersikap spesial kepadanya, hingga cinta jarak jauh mereka terjalin erat meski tanpa kontak fisik. Lalu tiga bulan yang lalu saat menjelang Ujian Akhir Sekolah. Kelas pria dan wanita yang biasanya terpisah mulai digabung di beberapa kesempatan karena alasan peningkatan intensitas pelajaran. Siswa putra duduk di barisan depan, sedang yang putri di bagian belakang. Tapi Muhris duduk di barisan putra paling belakang sedang Pertiwi di barisan putri paling depan. Maka tak ayal Muhris berada tepat di depan Pertiwi. Dan itulah awal kontak terdekat yang terjadi pada mereka. Biasalah…<br />
<br />
Awalnya pura-pura pinjam alat tulis, tanya buku, ini… itu… Tapi senyuman makin sering tertukar dan kontak batin terjalin dengan pasti. Kadang ada alasan bagi keduanya untuk tidak keluar buru-buru saat istirahat, hingga ada masa singkat ketika mereka hanya berdua di dalam kelas; tanya-tanya pelajaran—alasan basi yang paling disukai setiap orang. Dua bulan lebih dari cukup untuk memupuk rasa cinta. Meski pacaran adalah terlarang, dan keduanya belum pernah saling mengutarakan cinta, tapi semua teman mereka tahu keduanya adalah sepasang kekasih. Hubungan cinta yang unik di jaman yang serba bebas ini. Dan Pertiwi begitu menikmatiperasaannya. Setiap waktu teramat berharga. Sekilas tatapan serta seulas senyuman selalu menjadi bagian yang menyenangkan.<br />
<br />
Lalu cintamulai berkembang saat kenakalan muncul perlahan-lahan. Pertiwi sempat ragu saat Muhris memintanya untuk datang ke Mall M sepulang sekolah sore itu. Sejuta perasaan bahagia membuncah di hati Pertiwi, bercampur dengan rasa takut dankegugupan yang luar biasa. Ia nyaris pulang lagi saat sore itu ia berdiri di pintu Mall untukbertemu dengan Muhris. Tapi cowok itu keburu melihatnya hingga ia tak dapat menghindar lagi. Ia tahu bahwa dirinyasalah tingkah selama kencan pertama mereka.<br />
<br />
Malamnya Pertiwi tak bisa tidur. Membayangkan tentang betapa menyenangkannya kencan mereka, saat untuk pertama kalinya Muhris menggenggam tangannya selama berkeliling melihat- lihat banyak hal. Seluruh tubuhnya terasa panas dingin. Muhris bahkan membelikan sebuah hadiah berupa kalung mutiara yang sangat mahal untuk ukuran dirinya. Untaian mutiara itu sangat indah, putih memancarkan kilau yang terang. Cowok itu berkata, “Walaupun aku tak akan dapat melihatmu mengenakan kalung itu, kuharap kamu mau tetap mengenakannya.” Dan tentu saja ia senantiasa mengenakan kalung mutiara itu.<br />
<br />
Satu bulan itu dihiasi dengan kencan sembunyi-sembunyi yang sangat mendebarkan. Seperti bermain kucing-kucingan dengan semua orang yang Pertiwi kenal. Kalau ada satu saja orang yang tahu Pertiwi berduaan dengan seorang pria di Mall, maka Pertiwi tak dapat membayangkan petaka apa yang akan menimpanya. Tapi berhenti dari melakukan itu ia yakini lebih mengerikan daripada terus menjalaninya. Karena, di sore itu, di satu sudut yang sepi di dalam Mall, tiba-tiba saja Muhris mencium pipinya dengan cepat tanpa mengatakan apapun juga. Hanya sekilas, dan Muhris membuat seolah-olah itu tak pernah terjadi. Tapi pengaruhnya sangat besar pada diri Pertiwi. Karena seluruh perasaannya bergemuruh dan membuncah. Bercampur aduk hingga ia hanya bisa diam saja seperti orang bodoh. Sisa sore itu berlalu tanpa ada dialog apapun, karena Pertiwi tahu wajah putihnya telah berubah semerah udang rebus. Meninggalkan kesan terindah yang terbawa ke dalam mimpi bermalam-malam sesudahnya.<br />
<br />
Tiga hari sejak peristiwa itu Pertiwi selalu berusaha menghindar dari Muhris. Ia merasa malu, bingung dan takut. Bagaimanapun juga satu sisi perasaannya masih memiliki keyakinan bahwa cinta mereka mulai melewati batas. Tapi ia belum tahu cara kerja nafsu. Karena ketika akhirnya mereka bertemu kembali, Pertiwi tak bisa menolak saat di banyak kesempatan Muhris mencium pipinya berkali-kali; kanan dan kiri. Bahkan, saat Muhris semakin nakal dengan meremas tangannya, memeluk tubuhnya dan mencium bibirnya (meski semua itu dilakukan Muhris tak lebih dari lima detik saja) Pertiwi hanya terpana dan sangat menikmati semuanya. Sebelum berpisah, Muhris berbisik pelan kepadanya, “Kamu mau, kan, main ke rumah esok sore?”<br />
<br />
Anehnya, seperti seorang yang terhipnotis, Pertiwi mengangguk… Maka, sore itu, dengan mengenakan gamis bercorak ceria khas remaja dengan hiasan renda bunga melati, dipadukan dengan jilbab pink yang disemati bros berbentuk kupu-kupu, juga sebuah tas jinjing dari kain kanvas, Pertiwi duduk di sofa ruang tamu di rumah Muhris. Menunggu kekasihnya mengambilkan dua gelas jeruk dingin dan sepiring buah-buahan segar.<br />
<br />
Matanya menatap ke sekeliling ruangan dan mendapatkan kesan yang sangat menyenangkan. Kesan itu didapat, sebagian karena bagaimanapun ini adalah rumah orang yang ia cintai, dan<br />
<br />
sebagiannya lagi karena pemiliknya memiliki cukup banyak uang untuk menata dengan demikian indahnya. Pertiwi tak tahu banyak soal dekorasi, tapi sesungguhnya rumah itu memang didesain dengan nuansa klasik yang sesuai dengan alam pegunungan tempat rumah itu berdiri. Perabotan, dari mulai lampu-lampu, tempat duduk, meja, lukisan-lukisan serta berbagai hal didominasi oleh corak bambu dan kayu asli.<br />
<br />
Sementara dedaunan dan tanaman hijau—bercampur antara imitasi dan buatan—menghiasi sudut-sudut yang tepat. Air terjun buatan dibangun di samping ruang tamu, dengan cahaya matahari yang hangat menyinari dari kaca jendela samping. Wilayah itu ditutup oleh kaca bening yang dialiri air dari atas, sehingga mengesankan suasana hujan yang indah dan menimbulkan bunyi gemericik air yang terdengar menyenangkan. Lukisan pedesaan dipasang di satu sudut yang tepat bagi pandangan mata, dengan gaya naturalis hingga setiap detail nampak sangat jelas. Seperti sebuah foto namun memancarkan aura magis yang lebih kentara.<br />
<br />
Pertiwi sempat terpana dengan semuanya, dengan kesejukan yang melingkupi seluruh dirinya, sampai ia tak sadar kalau Muhris telah duduk di sebelahnya, sedang menata gelas dan piring-piring. “Maaf, ya… Seadanya. Habisnya Umi lagi ke Bandung ikut seminar, nemenin Abi…” Pertiwi tersipu malu. Ia berasal dari keluarga yang lebih sederhana, sehingga rasa mindernya muncul saat mendapati rumah yang demikian besar dan mewah ini ternyata milik pacarnya. “Nggak apa-apa, Ris. Pertiwi seneng, kok…” Pertiwi merasakan suaranya tercekat di tenggorokan. Sore itu Pertiwi lalui dengan sangat menyenangkan. Ngobrol berdua, bercanda, tertawa, nonton film, main game PS hingga makan malam. Pertiwi baru tahu bahwa ternyata Muhris bisa memasak. Pintar malah. Kelezatan rasanya melebihi masakan yang pernah ia buat. Dengan malu ia mengakui itu di hadapan kekasihnya, yang membalasnya dengan ciuman pipi kanan yang lembut. “Aku tetep cinta kamu, kok…”<br />
<br />
Perlu diketahui bahwa Pertiwi saat itu berusia 16 tahun dan memiliki tubuh yang mulai matang sebagai seorang gadis. Posturnya juga tinggi dengan wajah manis yang terkesan keibuan. Tapi percayalah bahwa ia sangat polos, lebih polos dari gadis SD di kota besar yang telah mahir urusan peluk dan cium. Desa tempat ia tinggal sangat jauh dari arus informasi dan pengaruh buruk ibukota. Maka ia tak menaruh prasangka apapun saat Muhris mengajaknya menginap di rumahnya malam itu.<br />
<br />
Memang ini urusan yang tabu di desanya, tapi kepolosan Pertiwi membuatnya yakin bahwa Muhris tak akan melakukan hal buruk terhadapnya. Sehingga, pilihan berbohong ia lakukan agar bisa berduaan terus dengan kekasihnya. Ia telah bilang pada orang rumah bahwa ia akan menginap di rumah Ririn. Ia tahu orang tuanya tak akan curiga, karena hal itu biasa ia lakukan di waktu-waktu ujian sekolah. Apalagi menjelang Ujian Akhir seperti sekarang. Suasana malam sangat sunyi dan suara jengkerik telah berganti dengan burung malam. Tak berapa lama rintik hujan mulai turun, dan Pertiwi tak menyadarinya sampai hujan itu berubah jadi deras. Sangat deras, karena di musim penghujan seperti ini hal seperti itu selalu saja terjadi. Kalau tidak karena suasana cinta yang tengah meliputinya, Pertiwi tak akan betah di rumah orang dalam situasi seperti itu. O, iya… Sebetulnya Pertiwi dan Muhris tidak benar-benar berdua di rumah, karena ada Hana, adik perempuan Muhris yang sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP.<br />
<br />
Makanya Pertiwi tidak terlalu merasa sungkan, karena ia bisa bermain dengan Hana juga di sepanjang sore dan malam itu. Muhrislah yang agak kerepotan karena harus meminta Hana agar berjanji tidak memberitahukan keberadaan Pertiwi kepada orang tua mereka. Hana sebetulnya tidak susah dibujuk. Hanya saja keberadaannya menyulitkan karena ciuman-ciuman harus dilakukan secara hati-hati. Peluk dan cium beberapa waktu yang lalu memang mendapatkan perlawanan (meski setengah hati) dari Pertiwi. Tapi hal itu tak berlaku malam ini, karena kini Pertiwi merasa lebih santai dan bebas. Di satu kesempatan Muhris memeluknya sembari mencium bibirnya sekilas. Di kesempatan lain ia dipeluk dari belakang, tepatnya saat ia mencuci piring bekas makan malam dan pria itu mengendap-endap dari belakang dan begitu saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Pertiwi sempat menjerit pelan dan berusaha meronta, tapi tangannya yang memegang piring dipenuhi busa sabun hingga susah untuk bergerak. Ia hanya menggelinjang pelan dan merengek lemah, saat pelukan itu makin erat dan ciuman di pipinya membuatnya terbius. Hampir saja Hana melihat perbuatan mereka, kalau Muhris tidak buru-buru melepaskan pelukan di pinggang yang ramping itu.<br />
<br />
Setelah mandi malam yang menyenangkan, di dalam bath-tub air hangat yang penuh busa dan peralatan mandi yang lengkap milik Umi Muhris, Pertiwi bergabung dengan kakak beradik di ruang TV. Ia mengenakan busana malam yang lebih santai (setidaknya untuk ukuran gadis berjilbab); kemeja kaus lengan panjang putih bermotif garis warna biru dengan bawahan rok katun berwarna biru lembut, dipadukan jilbab simpel berwarna biru senada. Parfum aroma bunga khas remaja ia seprotkan di tempat-tempat yang tepat untuk menyegarkan dirinya. Lalu ia duduk di samping Hana yang sedang tertawa menyaksikan film kartun di televisi. Mata Pertiwi saat itu tertuju penuh ke televisi, namun pikirannya terbang ke alam tertinggi yang penuh imajinasi. Pelukan dan ciuman hangat dari Muhris mau tak mau membangkitkan gairah terpendam yang selama ini tersembuyi jauh di dasar jiwanya. Ia mengalami semacam sensasi aneh yang baru dikenalnya, yang sangat memabukkan dan membuatnya lupa diri. Jam baru pukul delapan malam namun kegelisahannya telah memuncak. Pertiwi tak tahu—atau mungkin tak berani mengakui—bahwa dirinya telah dipenuhi sensasi seks yang menyenangkan. Terlebih ini adalah masa-masa suburnya.<br />
<br />
Letupan-letupan kecil yang dipicu oleh Muhris membuatnya perlahan-lahan tebawa ke arus deras, hingga sulit terbendung oleh keremajaannya yang sedang membara. Penghalang dirinya untuk melakukan hal-hal yang lebih seronok adalah rasa malu, takut serta ketidaktahuan yang besar tentang kondisi-kondisi semacam ini. Tapi pancingan-pancingan yang dilakukan oleh Muhris dengan lihai membawanya pada pengalaman-pengalaman terlarang yang sangat menggairahkan. Semuanya akibat kepolosan sang gadis remaja. Jam delapan lewat dua puluh menit Muhris bangkit dari duduknya dan menarik tangan Pertiwi agar mengikutinya. Hana tak sadar karena ia terfokus pada acara televisi. Pertiwi menurut dan dadanya berdebar kencang saat Muhris menariknya ke lantai dua. Kalau Pertiwi sedikit lebih gaul, ia akan tahu Muhris bermaksud melakukan sesuatu, tapi Pertiwi jauh lebih polos dari yang orang kira, hingga ia justru merasa senang saat Muhris mengajaknya untuk melihat-lihat kamarnya. Ia senang bisa tahu isi dalam kamar kekasih yang ia cintai. Pertiwi kagum pada suasana kamar Muhris yang menyenangkan. Ia juga terkejut saat menemukan foto dirinya dalam pose separuh badan terpampang di dinding kamar.<br />
<br />
Foto itu ditutupi Muhris oleh poster pemain bola, hingga tidak ada yang tahu bila setiap malam ia menarik poster itu dan memandangi foto gadis yang tersenyum manis di sana. Pertiwi setengah lupa tentang kapan ia membuat foto itu. Ia merasa foto itu lebih cantik dari aslinya. Tapi Muhris menjelaskan bahwa program komputer photoshop dapat melakukan banyak hal, seperti membuat gadis secantik dirinya terlihat lebih segar dan mempesona. Pertiwi tersipu malu. Tapi itu belum seberapa, karena tiba-tiba Muhris menarik dirinya agar berhadapan, lalu mengeluarkan sepasang anting mutiara dari kotak beludru di saku celananya. Pertiwi terperanjat. Muhris berbisik mesra, “Ini pasangan kalung yang pernah kuberikan. Aku mau kamu mengenakannya…” Mata Pertiwi berkaca-kaca. Kalau saja ia berani, ia sudah memeluk pria di hadapannya dan menciumnya bertubi-tubi. Tapi ia terlalu malu untuk melakukan hal semacam itu. Ia hanya salah tingkah, saat Muhris meletakkan anting-anting itu di telapak tangannya dan berkata lagi, “Aku pasangkan sekarang, ya…”<br />
<br />
“Tapi…” Suara Pertiwi serak dan lirih.<br />
<br />
“Tapi kenapa?”<br />
<br />
“Pertiwi malu…” “Kok malu? Bukankah kita saling mencintai?! Masihkah kita saling tertutup?”<br />
<br />
Pertiwi bingung untuk menjawab, karena ini adalah momen pertama dalam hidupnya ketika ia harus membuka jilbabnya di hadapan seorang laki-laki. Wanita-wanita yang biasa berbikini di kolam renang atau berpakaian seksi di Mall-mall tentu tak akan paham kenyataan ini. Tapi Pertiwi adalah perempuan yang sejak belasan tahun lalu selalu menutup seluruh bagian tubuhnya dan tak memamerkannya pada siapapun kecuali keluarganya. Melepas jilbab baginya sama seperti melepas rok di depan kamera bagi gadis keumuman. Aneh? Memang! Tapi itulah kenyataannya. Ia setengah menangis saat tak kuasa menolak permintaan Muhris yang menyudutkan itu. Ia memang diam. Tapi dadanya bergemuruh hebat saat jemari Muhris melepasi jarum dan peniti yang menyemati jilbabnya. Ia tertunduk dalam dan menahan nafas saat tangan kekasihnya menarik lepas jilbabnya.<br />
<br />
Tangannya yang gemetar meremas-remas ujung kaus, dan tanpa sadar ia menggigit bibirnya sendiri saat Muhris menarik dagunya agar mereka bisa saling bertatapan serta membelai rambutnya dengan mesra; rambut yang hitam lurus sepanjang bahunya. “Kamu cantik sekali, Pertiwi…” Suara itu terdengar lirih, dan Pertiwi hanya terpejam menahan semua perasaannya. Itu adalah ekspresi terbodoh yang pernah ia lakukan, atau justru yang terbaik, karena semuanya mendorong Muhris untuk mengecup bibirnya dengan lembut. Ciuman hangat dan penuh cinta, membawa Pertiwi terbang tinggi dan melupakan dunia ini. “Mmmh…” Pertiwi hanya terpejam pasrah. Tubuhnya gemetar hebat. Tapi mulutnya terbuka lebar saat lidah Muhris mulai menjulur dan menggelitiki rongga mulutnya. Lidahnya ikut bergerak meski masih sangat kaku, saling menggelitiki untuk mendapatkan sensasi aneh yang sempurna. Tangannya begitu saja memeluk lengan Muhris yang kokoh, yang saat itu tengah melingkarkannya di pinggangnya sendiri. Waktu seakan berhenti. Dan keduanya terpaku seperti sepasang patung sihir. Hanya helaan nafas yang terdengar di sela-sela ciuman membara dan dipenuhi gelora cinta. Kedua tubuh itu merapat dan saling bergesekan, seakan tak dapat terpisahkan. Saling memberikan rasa hangat yang aneh dan membangkitkan seluruh saraf yang tertidur.<br />
<br />
Keduanya baru berhenti ketika nafas mulai habis dan terengah-engah kelelahan. Pertiwi kaget dan merasa malu sekali. Mulutnya basah akibat ciuman panas itu. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain menanti yang terjadi selanjutnya. Ia membiarkan Muhris memasang anting-anting di kedua telinganya. Ia menahan rasa geli saat jari jemari Muhris seakan menggelitik kedua telinganya, dan menurut saja ketika pria itu menuntunya ke hadapan cermin besar. “Lihat… Kamu cantik sekali..” Pertiwi melihat sekilas ke cermin, menyaksikan dirinya sendiri tanpa jilbab, dengan dihiasi anting- anting dan kalung mutiara dari kekasihnya. Ia merengek manja dan menutup muka dengan telapak tangannya. “Aah… Muhris jahat… Pertiwi malu…” “Malu sama siapa?” Mereka bercanda dengan mesra dan lebih hangat. Ciuman tadi telah menyingkapkan tabir kekakuan yang telah terbentuk selama ini.<br />
<br />
Mereka kini lebih mirip sepasang kekasih, dengan pelukan dan ciuman hangat yang sarat nuansa cinta. Pagi itu adalah pagi terindah bagi Pertiwi. Menghidangkan sarapan di meja makan untuk Muhris membuatnya merasa seperti seorang istri yang melayani suaminya. Muhris dan adiknya sangat puas dengan masakannya. Canda tawa menghiasi makan pagi mereka yang berlangsung dengan santai.<br />
<br />
Seusai makan Hana langsung berangkat sekolah, meninggalkan sepasang sejoli yang dimabuk asmara itu tanpa kecurigaan apapun. Membiarkan keduanya menikmati hari dalam kemesraannya. Tapi, kalau kamu berpikir malam itu keduanya melakukan hubungan-hubungan khusus suami istri, percayalah bahwa kamu salah besar. Mereka masih terlalu penakut untuk melakukan hubungan yang lebih jauh. Meskipun ciuman mereka semakin panas, aktivitas lain masih terhitung sopan karena tangan Muhris tak pernah bergerilya seperti tangan para professional. Masih tetap pelukan sopan yang tak melibatkan rabaan ataupun sentuhan lain. Keduanya tidur terpisah dan tak ada aktivitas nakal di malam hari. Pertiwi pulang dari rumah Muhris sekitar pukul sepuluh pagi, setelah banyak ciuman tambahan sehabis sarapan dan mandi pagi. Kepada orang rumah ia bilang sekolah pulang cepat. Seharian ia lebih banyak mengunci diri dalam kamarnya, menikmati sensasi imajinasi yang semakin liar dibanding waktu sebelumnya.<br />
<br />
Pertemuan selanjutnya ternyata lebih lama dari yang diduga. Keduanya benar-benar tersibukkan oleh tugas-tugas sekolah, hingga baru bertemu lagi (untuk berduaan tentunya) dua minggu setelahnya. Keluarga Muhris berlibur ke rumah nenek di luar kota. Alasan ujian membuat Muhris bisa menghindar dari paksaan orang tuanya, sehingga rumahnya bebas selama satu minggu penuh. Itulah saat yang tepat untuk bermesraan dengan Pertiwi, dan ia telah menyiapkan banyak hal untuk pekan yang istimewa itu. Pertiwi datang pagi hari itu dengan mengenakan seragam sekolahnya. Perpisahan yang cukup lama ternyata membuat gadis itu lebih agresif, sehingga, meskipun tetap Muhris yang harus memulainya, Pertiwi memberikan balasan yang sedikit liar dan nakal. Muhris sampai megap-megap kewalahan. Sesudahnya mereka tertawa-tawa sambil berpelukan di atas sofa, sembari mata mereka menatap layar TV tanpa bermaksud menontonnya. Sekitar menjelang siang Pertiwi dibonceng Muhris untuk main ke Mall M. Setelah itu dilanjutkan ke taman L dan bermain sepeda air di sana. Mereka juga melakukan banyak hal yang menyenangkan, yang membuat mereka lupa waktu. Hari telah senja ketika keduanya memutuskan untuk pulang, saat langit berubah gelap dan tiba-tiba saja menjadi hujan yang sangat deras sebelum keduanya tiba di rumah. Tak sampai lima menit ketika keduanya berubah basah kuyup, dan Pertiwi telah menggigil kedinginan saat perjalanan belum mencapai setengahnya. Keduanya tiba di rumah saat menjelang makan malam. Oleh-oleh yang mereka beli di jalan telah basah kuyup dan tak ada satu bagianpun yang kering dari diri mereka. Tubuh Pertiwi menggigil hebat dan wajahnya pusat pasi. Bibirnya agak membiru. Muhris bergegas membawa gadis itu ke dalam rumah dan menyiapkan air panas di bath-tub kamar atas.<br />
<br />
Sementara menunggu gadis itu mandi, ia menyiapkan dua gelas susu coklat panas dan sekaleng biskuit kacang. Ia sendiri langsung mandi setelah itu, dan keduanya selesai setengah jam kemudian. Pertiwi baru sadar bahwa ia tidak memiliki pakaian ganti, dan kebingungan sampai mengurung diri di kamar mandi. Muhris berusaha meminjamkan pakaian ibunya, tapi pakaian bersih ibunya terkunci dalam lemari.<br />
<br />
Sementara itu pakaian Hana juga tak muat dan terlalu kecil. Untunglah Muhris ingat bahwa di kamar tamu ada pakaian-pakaian saudara sepupunya, yang biasa disimpan di sana untuk dipakai jika menginap di rumah Muhris. “Tapi… Sepupuku tidak berjilbab. Jadi pakaiannya agak… Kamu coba aja deh cari yang pas. Aku tunggu di ruang TV…” Pertiwi kebingungan sendiri di kamar tamu itu. Ia agak risih karena semua pakaian di dalam lemari itu adalah pakaian-pakaian yang gaul, serba ketat dan serba minim. Cukup lama ia memilih dan tidak menemukan juga pakaian yang cocok untuk dirinya, sehingga ia memilih pakaian yang menurutnya agak paling sopan. Tapi tetap saja serba minim. Dengan malu ia mengenakan pakaian pilihannya dan menghampiri kekasihnya di ruang TV. Wajah Muhris berubah kaget dan matanya bergerak kesana-kemari; mata yang biasa Pertiwi temukan pada pria-pria nakal di pinggir jalan. Tapi Pertiwi tahu semua ini karena dirinya, dan setengah menangis ia berusaha menutupi keterbukaan dirinya dengan kedua tangan. Bagaimana tidak?! Inilah pertama kalinya seumur hidup ia mengenakan pakaian minim di hadapan seorang pria, meskipun itu adalah kekasihnya juga.<br />
<br />
Sepupu Muhris bertubuh lebih pendek dan kecil dari dirinya, sehingga kaus pink tipis bergambar Barbie yang ia kenakan benar-benar melekat ketat di tubuhnya, menampakkan lekuk-lekuk yang nyata dan mempesona. Bahkan bagian pusarnya tidak betul-betul tertutupi, meskipun berkali-kali ia berusaha menarik kaus itu ke bawah. Sementara itu, celana hijau lumut selututnya juga sama ketatnya, dan tidak benar-benar selutut, karena tubuh Pertiwi yang tinggi. Pertiwi sebetulnya memiliki kulit yang putih bersih dan lekuk yang indah, sehingga ia nampak cantik menawan dengan pakaian seksi itu. Terlebih rambut panjangnya masih setengah basah, menciptakan sedikit gelombang yang menambah aura kecantikannya. Tapi Pertiwi tak terbiasa dengan hal-hal seperti itu, hingga ia merasa dirinya buruk dan norak. Ia takut Muhris meledeknya, serta jengah dengan keterbukaannya sendiri. “Kamu cantik sekali, Pertiwi…” Suara Muhris terdengar bergetar, dan Pertiwi merinding ketika pria itu malah mendekatinya dan berusaha memeluknya.<br />
<br />
Ia berusaha menghindar dan tangannya menolak pelukan Muhris. “Pertiwi malu… Jangan, Muhris… Jangan…” “Lho… Kenapa?” Pertiwi hanya menggeleng dan Muhris berusaha menghormatinya. Mereka menghabiskan malam dengan menonton TV dan menghabiskan susu hangat di meja. Namun Pertiwi agak lebih pendiam dan gelisah. Tangannya terus-terusan memeluk bantal besar, berusaha menutupi apa yang ada di baliknya. Ia tak tahu bahwa pria di sebelahnya lebih gelisah lagi, meski alasannya sedikit berbeda. Ia terlalu sibuk oleh pikirannya sendiri hingga tak sadar bahwa mata Muhris terus menelusuri dirinya, seolah berusaha menelanjangi. Awalnya Pertiwi tak sadar pada sentuhan itu. Berkali-kali Muhris mencium pipinya, tapi ia menganggap wajar hal tersebut. Itu hal yang biasa mereka lakukan, dan Pertiwi menganggapnya sebagai sun sayang yang biasa ia dapatkan. Tapi Muhris kini telah melingkarkan tangan kiri melalui sandaran sofa dan mendarat di bahunya. Sedang tangan kanan diletakkan di atas lutut Pertiwi yang terbuka. Cuaca memang sangat dingin akibat hujan yang tidak juga berhenti, hingga elusan di lututnya terasa nyaman dan menghangatkan, membuat Pertiwi setengah tak sadar ketika elusan itu makin merambat ke atas pahanya yang sedikit tersingkap.<br />
Pertiwi sangat suka nonton sinetron dan tayangan di TV adalah sinetron favoritnya. Adegan dan kata-kata romantis di layar kaca seperti memberi hipnotis tersendiri. Adegan ciuman memang disensor, tapi hal itu justru membuatnya tak kuasa menolak saat ciuman Muhris beralih ke bibir basahnya. Untunglah saat itu sedang iklan, hingga ciuman dari Muhris dapat diterima oleh Pertiwi sepenuhnya, yang baru sadar bahwa posisi duduk kekasihnya sangat mengintimidasi dirinya. Tapi ciuman itu begitu manis dan menyenangkan, memunculkan rasa hangat yang menggelora yang sangat ia rindukan. Tak perlu menunggu lama untuk membangitkan hasrat gadis itu. Pengalaman telah mengajarkan banyak hal kepadanya, sehingga lidahnya langsung menyambut saat Muhris mulai mengajaknya bermain-main. Bibir Pertiwi termasuk agak tipis, merah dan masih alami. Namun lidahnya lincah dan pandai bergerak. Dengan daya dukung kecerdasan di atas rata-rata, ia menjadi gadis yang cepat belajar dan tahu bagaimana cara memuaskan lawan mainnya. Muhris sendiri sangat kaget dengan kecepatan Pertiwi dalam mempelajari teknik-tekik baru, hingga di akhir pertandingan lidah mereka, ia membiarkan sang gadis mengalahkannya hingga pipi gadis itu merona akibat agresivitasnya sendiri.<br />
<br />
Ketika berciuman Pertiwi lupa pada apapun. Tapi setelah selesai ia baru sadar bahwa sejak tadi tangan kanan Muhris terus-terusan membelai-belai pahanya, bergantian antara kanan dan kiri. Kini ia benar-benar merasakan rangsangan itu, rangsangan yang lebih terkesan dewasa dibanding sekedar ciuman bibir. Tangannya bertindak cepat, mencegah Muhris sesaat sebelum tangan kekasihnya itu menyentuh bagian pangkal pahanya. Mulut mereka terdiam dan hanya mata yang berbicara. Muhris meminta, Pertiwi menolak halus. Tangan Muhris bergerak lagi, tapi Pertiwi mencegah lagi. Muhris tersenyum manis. “Maaf, ya… Aku kelewatan…” Pertiwi ikut tersenyum. “Lebih baik kita dengar musik aja, ya! Kita berdansa. Seperti di film.” Pertiwi diam menunggu dan manut saja pada apa yang diinginkan kekasihnya. Suara lembut mengalun dari player, dan tangan Muhris menjulur padanya.<br />
<br />
Pertiwi grogi karena ia belum pernah berdansa sebelumnya. Muhris meyakinkan bahwa ia sama tidak tahunya seperti Pertiwi. Jadi tak usah malu karena mereka hanya berdua di sini. Dengan langkah-langkah kaku tubuh mereka bergerak pelan, saling berpelukan. Keduanya tertawa pada gerakan masing-masing, tapi tetap merasa senang karena ciuman dimulai lagi beberapa saat sesudahnya. Tubuh Pertiwi hampir sama tingginya dengan Muhris, hingga ia tak perlu berjinjit untuk menyambut pagutan pria itu. Ia tak tahu bahwa kecantikannya makin memesona diri Muhris dan keremajaannya terus memancing-mancing gairah. Belum lagi aroma parfum menebar dari seluruh tubuhnya.<br />
Tangan Muhris tak tahan untuk tidak mengelus-elus tubuh bagusnya, bergerak dari pinggang ke arah atas. Pertiwi masih setengah menganggap elusan itu adalah bagian dari gerakan berdansa. Ciuman bibir Muhris membuat tubuhnya lemas, hingga elusan itu ia nikmati saja seperti halnya ciuman di bibirnya. Terasa geli saat menyentuh bagian samping dadanya.“Mmmh… Mmhhh…” Elusan tangan Muhris makin mengarah ke dada Pertiwi, membelai-belai benda yang lunak dan empuk itu. Gadis itu mengejang karena rasa aneh yang melandanya. Itu adalah sentuhan pertamanya, dan ia masih sangat sensitif. Tangannya secara refleks berusaha mencegah, tapi Muhris yang tak mau gagal lagi berusaha menahan Pertiwi agar tetap diam. Ciumannya makin liar hingga Pertiwi tak bisa mengelak. Remasan di dadanya terasa makin nyata, membuat Pertiwi terengah-engah akibat rangsangan hebat di tubuhnya. Ia tak kuasa mencegah remasan itu, karena bagaimanapun dirinya ternyata menikmatinya.<br />
<br />
Keduanya terengah-engah akibat ciuman yang panjang itu. Sedang muka Pertiwi makin memerah, karena ia benar-benar terangsang oleh remasan tangan Muhris di dadanya. Payudaranya yang berisi membuat genggaman Muhris terasa penuh. Ia membiarkan dirinya terdesak ke dinding, hingga ia tidak sampai merosot jatuh saat remasan tangan Muhris makin lincah dan mempermainkan puncaknya yang masih tertutup kaus. Ia hanya mendongak setengah terpejam dan tangannya yang bingung merapat ketat di tembok.<br />
Ia makin belingsatan karena di saat yang bersamaan ciuman Muhris mendarat di dagu dan lehernya bertubi-tubi. Lehernya cukup panjang dan jenjang, hingga kepala Muhris dapat terbenam di sana dan memagut-magutnya seperti ular. Pertiwi merasakan air mata mengalir lewat sudut matanya. Ia sangat kebingungan mengenali perasaannya saat ini. Remasan tangan kanan Muhris berganti menjadi ciuman bibir. Ia sempat menunduk dan hanya melihat rambut kekasihnya. Kepala Muhris terbenam di buah dadanya yang telah mengeras kencang, dan Pertiwi dapat mendengar kecipak-kecipuk saat Muhris melahap dadanya itu dengan sedikit buas. “Muhris… Muhris… Ohhh. Apa yang kamu lakukan sama Pertiwiaa… Mmhhh… Jangan, Ris… Aahh…” Muhris telah menggulung kaus ketatnya ke arah atas, berusaha menyingkapkannya agar buah dada itu lebih leluasa dinikmati. Lelaki itu terus meremas-remas dengan lembut dan penuh perasaan. Menjepit dan mempermainkan putting susunya yang masih tertutup BH tipis berwarna krem. Mungkin Muhris merasa gemas mendapati payudara yang demikian empuk dan kenyal itu, payudara perawan yang masih sangat sensitif dari sentuhan.<br />
<br />
Keadaan Pertiwi kini sungguh mengenaskan. Kekasihnya menyerangnya di berbagai tempat, mempermainkan dirinya seperti sebuah boneka. Bibir dan tangan kiri di payudaranya, tangan kanan di sela-sela pahanya. Semuanya adalah sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Dulu ketika ia belum pernah mengalaminya, ia selalu berjanji bahwa ia hanya akan melakukan ini dengan suaminya di atas ranjang pernikahan. Dulu ketika hal ini tak pernah terbersit dalam benaknya, ia sangat yakin mampu menjaga kehormatannya. Tapi kini ketika benar-benar mengalaminya, ia tak tahu apakah ia akan tetap sekuat itu.<br />
<br />
Sentuhan-sentuhan ini terlalu melenakan dirinya, dan membangunkan perasaan rindunya yang telah lama terpendam. Ia sangat bingung hingga hanya mampu meneteskan air mata dan meremas remas rambut Muhris. “Aku sayang kamu, Pertiwi… Mmmh… Aku sayang kamu…” Terdengar rayuan Muhris di sela- sela kesibukannya. Pertiwi hanya mampu menjawabnya dengan erangan-erangan aneh, karena saat itu tangan kanan Muhris telah menembus langsung ke pangkal pahanya. Jari jemari pria itu menggosok-gosok dan mempermainkan di tempat yang paling sensitif, hingga Pertiwi merasakan celananya basah oleh cairan yang tak ia kenal sebelumnya. Memang sentuhan tersebut bukanlah sentuhan langsung karena tubuh Pertiwi masih tertutup CD tipis dan celana ketatnya. Tapi ini adalah sentuhan pertamanya, dan semuanya sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan rangsangan dahsyat itu.<br />
<br />
Apalagi setelah beberapa lama Muhris tidak juga menghentikan aktivitasnya, melainkan menggesek-gesek dengan lebih liar. Kemaluannya terasa seperti diaduk-aduk, hingga makin lama ia makin merasakan desakan yang aneh sangat sulit ia pahami. Ia tak dapat menahan perasaannya. Ia terus mengerang… mengerang… hingga desakan itu makin menuju ke arah puncak… Ia tak sanggup bertahan lagi… “Aaahh… Aaahh… Akhhhhh….” Pertiwi menjerit panjang saat orgasme melanda tubuhnya untuk pertama kalinya. Tubuhnya mengejang kuat, melengkung seperti busur. Kakinya merapat menjepit tangan Muhris yang tak juga berhenti bergerak. Ia merasakan letupan-letupan dahsyat seperti sebuah terpaan badai. Dunia dipenuhi warna yang berpadu dengan indahnya.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-42759005732191401972017-01-21T05:14:00.000-08:002017-01-21T05:14:51.718-08:00Cerita sexs Cewek Cantik Rela Diambil PerawannyaNamaku Andra Bekerja diantara puluhan wanita tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi seorang pria,<br />
ya inilah kisahku kisah nyata kehidupan percintaan dan seks ku.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-RfQO4GG3eQo/WINev3Iy5DI/AAAAAAAAACs/QeCCV0QiAl0qyFVLg1fC1dh3SS-ySaXYwCLcB/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-RfQO4GG3eQo/WINev3Iy5DI/AAAAAAAAACs/QeCCV0QiAl0qyFVLg1fC1dh3SS-ySaXYwCLcB/s320/images.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Aku bekerja pada sebuah perusahaan retail skala menengah dijogja, di kantorku hampir rata rata karyawannya adalah perempuan,<br />
karena pekerjaanku sebagai seorang teknisi komputer jadi hampir seluruh staff kantor yang notabene para perempuan ini mengenalku, bahkan banyak dari antara mereka yang sangat dekat.<br />
<br />
Diantara puluhan karyawan perempuan dikantorku ini ada satu gadis yang dari awal dia masuk hingga sekarang aku kagumi, gadis mungil yang cantik lugu tapi terkesan sangat serius dalam bekerja.<br />
Sebut saja namanya Wina, Gadis cantik ini setahuku sudah punya pacar, karena setiap hari dia diantar seorang cowok untuk datang ke kantor, entah kenapa, komputer wina ini yang paling sering error, padahal pekerjaannya selalu diburu waktu, hampir tiap hari aku harus datang keruangannya benerin hal hal yang sebenarnya sepele dikomputernya, Manager kantor sering bilang kalau hal sepele sebaiknya kamu ajari saja biar nggak bentar bentar panggil kamu, tapi karena dasar aku juga seneng ketemu Wina ya nggak pernah aku ajari, Wina pun nggak pernah minta diajari, walau setiap hari dia harus pulang paling ahkir untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda gara gara komputernya error.<br />
dan kebetulan juga karena tugasku harus cek semua komputer dan server kantor saat pulang kerja mau nggak mau ya aku juga harus pulang paling belakangan.<br />
<br />
Dari sinilah awal kisah ini berjalan, hari demi hari Wina dan aku jadi tambah dekat sering aku disuruh duduk disebelahnya jagain kalau-kalau komputernya error, aku sih dasar nggak ada kerjaan ya mau aja.<br />
<br />
Sedikit masa lalu Wina yang aku tau dia pernah menjalin hubungan dengan salah satu cowok kantorku Sebut saja ( HT ), tapi hanya jalan dua minggu dan langsung putus, tiap aku tanya / singgung namanya Wina selalu cemberut / marah / bahkan terkesan jijik, karena penasaran hampir aku tiap hari aku tanya, hampir 3 bulan aku berusaha mencari jawaban saat ketemu dikantor, saat makan siang, ataupun saat bbm an dirumah, entah kenapa dia selalu berusaha mengalihkan pembicaraan tapi ahkirnya mungkin dia mulai percaya sama aku, diapun berani cerita,<br />
<br />
Wina pernah diajak ke daerah pegunungan di utara jogja, kemudian karena hujan deras dia diajak HT itu berteduh (ngamar) disebuah hotel, Wina bercerita disana HT berusaha mengambil keperawanan dia bahkan secara paksa alias dia hampir diperkosa didalam hotel itu, tapi saat Wina bercerita dia tidak terlalu detail menceritakan itu tapi saat aku bertanya apa dia berhasil dia cuma bilang "tidak", saat itu entah kenapa aku juga merasa sangat lega mendengarnya.<br />
<br />
Setahun berlalu kami tetap sedekat ini, aku tidak pernah berani mengungkapkan isi hatiku karena posisi ku yang sudah memiliki tunangan dan tinggal menunggu hari H untuk menikah.<br />
tapi rasa sayang, cinta bahkan Nafsu kepada wina semakin mengelora, hingga suatu saat kantorku mengirim kami untuk tugas ke cabang perusaan kami di pulau kalimantan walau yang berangkat 8 orang termasuk aku dan Wina 3 laki laki dan 5 perempuan, perasaanku sangat senang mungkin ini kesempatan yang ku tunggu-tunggu.<br />
<br />
Menuju airport Wina diantar cowok yang biasa antar jemput dia kekantor, aku sih cuek aja, toh Wina akan jadi milikku selama 6 hari di kalimantan, dan benar saja tempat duduk yang seharusnya sebelahku adalah milik Manajerku (sebut saja Mbak Rahma) dia tanpa sungkan minta tukar, kami berangkat dari jogja pukul 15:55 dalam perjalanan selama sekitar 2 jam di pesawat Wina menyinggung masalah dia hampir diperawani oleh HT, karena saat itu HT juga ikut jadi bagian Team kami, mungkin ini alasan kenapa Wina minta dekat denganku, supaya HT tidak macam-macam selama dikalimantan.<br />
<br />
Setiba diBandara Syamsudin Noor Banjarmasin kami dijemput sopir dari kantor cabang banjarmasin dan karena hari sudah sore kami diantar langsung ke hotel, saat pembagian kamar aku kebagian kamar tanpa teman, ya karena cuma aku sendiri yang dari Divisi IT, HT dan seorang staff cowok sekamar, 1 kamar untuk Manajer, 2 kamar dibagi untuk 4 perempuan, tapi sialnya Wina kebagian kamar beda lantai denganku dan malah satu lantai dengan HT, HT terlihat senyum senyum senang, sedang Wina berdiri menghadapku sambil buka buka HP sambil sesekali mendongak melihat kearah mataku sambil cemberut, aku pura pura cuek sampai kami berpisah di pintu lift, setiba dikamar aku ambil HP dan sms ke tunanganku kalau aku sudah tiba di Banjarmasin, Gadis yang akan aku nikahi ini terkesan bawel dan cemburuan jadi bentar bentar harus kasih kabar. setelah selesai dengan tunanganku, aku segera bbm Wina, "Win Setengah jam lagi ku tunggu dilobby ya, kita cari makan diluar", dengan cepat ada balasan bbm masuk "Siap Pak", langsung saja aku mandi dan setelah selesai langsung meluncur ke lobby.<br />
<br />
Dilobby aku kaget melihat HT sedang bicara dengan seseorang yang tertutup dibalik tubuh HT, aku berusaha memutari dan melihat ternyata memang Wina, aku pura pura nggak liat dan keluar untuk merokok, setelah sekitar 5 menit, tanganku digandeng dari belakang dan sedikit ditarik diajak jalan, ternyata Wina,<br />
<br />
"Udah?" tanyaku ke Wina<br />
"Udah apaan" jawab Wina dengan cemberut "Pokoknya aku selama disini harus sama kamu, Titik." sambungnya<br />
Kami pun jalan jalan sampai malam, beberapa kali Tunanganku telpon dan terpaksa Wina aku suruh diam, kalau begini terus aku takut kalau Tunanganku malah curiga, atau ada seseorang yang memberi tau nya, ahkirnya aku putuskan untuk menceritakan kejadian ini, awalnya Tunanganku sulit menerima karena dia anggap ini cuma alasan buat selingkuh, Wina pun aku suruh cerita sendiri ke tunangan ku dan sepertinya Wina berhasil meluluhkan kecemburuan tunanganku, dan aku pun jadi lega dan merasa lebih tenang.<br />
<br />
Pukul sekitar pukul 10 malam kami pulang ke hotel, ku antar Wina sampai ke depan kamarnya dan aku pun kembali ke kamarku dan langsung tidur. Keesokan harinya kami langsung menuju kantor cabang disana aku mengerjakan tugasku dan yang lain pun berpisah sendiri sendiri mengerjakan tugas masing masing, sampai makan siang Wina tidak kelihatan, tapi aku tenang HT makan semeja denganku, sedangkan manajerku duduk disebelahku saat hampir selesai ada bbm masuk dari Wina "Mas, aku nitip makanan ya, aku dilantai 3", bbm itu pun aku tunjukin ke Manajerku dan dia cuma tertawa, lalu berbisik, "Kamu pelet pakai apa anak kesayanganku itu?", aku cuma tertawa, "nanti aja diruang mbak aja saya cerita" sambungku, aku dan ibu manajer ini sudah seperti kakak adik kemana mana pasti aku diajak.<br />
<br />
Sesampai dikantor cabang, aku pun cerita masalah HT dan Wina, Mbak Rahma sedikit kaget mendengar cerita ku, kemudian dia mengambil HP dan menelpon Tunanganku, ya Mbak Rahma ini kebetulan kakak sepupu dari tunanganku, mbak Rahma telpon dan cerita dan minta pengertian kalau aku dan Wina memang terlihat dekat supaya Wina lebih aman, karena kalau ada apa apa dengan Wina, Mbak Rahma juga yang tanggung jawab Lista tunanganku cuma bales bilang "pasrah", "kalau mereka ada hubungan ya aku nggak mau tau", dan Lista juga bbm aku "aku tetep sayang kamu dan aku tetep nunggu hari pernikahan kita". hidupku diantara dua pilihan yang nikmat.<br />
<br />
Sampai jam kantor berlalu kami pun kembali kehotel aku langsung masuk kamar, tiba tiba pintu kamar ku diketuk dari luar, setelah ku buka, ternyata mbak rahma, "ini kunci kamar sebelah", "kamu BBM Wina suruh pindah kesitu, terserah mau ajak temennya apa sendiri, yang penting kita jagain berdua", "awas kalau terjadi apa apa sama wina", "kamu ikut tanggung jawab", "sejam lagi aku kebawah pura pura ajak Wina pindah kekamarku nemenin aku, kamu buruan BBM" cerocos mbak rahma, yang kemudian berlalu masuk kamarnya.<br />
<br />
Dengan girang aku BBm Wina,<br />
"Win mau nggak ngamar sama aku" sengaja ku goda sambil ngetes Wina<br />
"Hah" balasan bbm yang sangat singkat, sengaja nggak ku balas.<br />
ku tunggu sekitar 2 menit ada BBm masuk lagi,<br />
"Maksudnya apa mas =D" dengan emot ngakak.<br />
"Kamu disuruh bu Rahma bobok sama aku" jawabku<br />
"Hah" jawaban bloon lagi...<br />
"Kata bu rahma biar kamu aman, dan kerja bisa tenang" jawabku lagi.<br />
"Aku pindah sana sekarang?" Jawab wina<br />
"Kamu packing aja dulu, nanti bu rahma turun jemput kamu"<br />
Status BBm Cuma R tak ada balasan lagi setelah itu.<br />
selang beberapa menit pintu diketuk lagi, kali ini muncul wajah yang selalu membuatku degdegan, ya Wina muncul didepan pintu bersama bu Rahma,<br />
"Biar Andra yang jelasin, ibu capek mau bobok", "Ndra, HT liat dan denger aku ajak Wina temenin aku tidur sekamar, kemungkinan dia nggak akan naik kesini dan ganggu", "kamu jaga dia dan jaga iman kamu", Bu Rahma tertawa sambil berbalik meninggalkan kami berdua.<br />
<br />
"Mas..., beneran nih aku bobok sekamar ma kamu disini?" Tanya wina penasaran<br />
"eh... bu rahma cuma becanda", "yuk, ke kamar sebelah, kamu bobok disebelah"<br />
Wina cuma melongo entah apa yang ada dipikirannya saat itu, kemudian kami menuju kamar sebelah dan aku pun ikut masuk, tak lupa langsung ku kunci pintu kamar Wina, dan aku rebahan diranjangnya, Wina meletakkan tas tas nya dan menyusul duduk diranjang disampingku. Wina terlihat canggung berduaan denganku diatas ranjang, kami ngobrol sebentar, aku cerita kalau bu rahma sudah tau semua jadi kamu disuruh pindah keatas, dan aku disuruh jagain.<br />
<br />
"Trus bu rahma bilang Jaga iman tadi apaan?" tanya Wina sambil tertawa, dan akupun ikut tertawa,<br />
Wina terlihat cantik dengan kaos junkie yang ngepres ditubuhnya, toket nya yang bulat terlihat menonjol dibalik kaosnya, bagian bawah Wina cuma memakai celana pendek sepaha, terlihat pahanya yang mulus dan kaki indahnya, sesekali saat dia bergerak terlihat selangkangannya, yang membuatku mikir ngeres.<br />
<br />
Supaya aku nggak mikir semakin ngeres aku langsung berusaha pamit balik kekamar "dah ya win, aku balik kekamar dulu, aku ngantuk, mau bobok bentar trus tar kita makan diluar lagi yuk"<br />
<br />
"aku nggak pengen keluar, kakiku sakit tadi keseringan jongkok", jawab wina.<br />
"oo... ya udah, aku makan sama bu rahma aja" jawabku<br />
"Kita pesen room service aja yuk mas, mau?" kata Wina<br />
"Makan, disini?" tanyaku<br />
"Huum... kalau kamu mau sih, kalau nggak mau ya nggak papa..." Jawab Wina dengan sedikit manja,<br />
"Wah... kalau aku kelamaan disini bu rahma curiga tar dikira aku macem-macem" jawabku langsung, "Bu rahma ditawarin ya? biar dia kesini?" tanyaku, sekalian bikin alibi, biar bu rahma nggak terlalu curiga aku kelamaan dikamar Wina.<br />
"Terserah kamu mas." jawab Wina sambil beranjak dari kasur masuk kamar mandi.<br />
<br />
Sepertinya Wina memang pengen berduaan denganku, tapi kalau bu rahma ngecek bisa bahaya,<br />
"Mbak mau makan bareng?" tanyaku lewat telpon ke bu rahma,<br />
"Makan dimana? aku ngantuk" jawab bu rahma dengan nada males.<br />
"Pesen room service maem dikamar Wina" jawabku.<br />
"Nggak ah... aku nanti pesen sendiri aja kalau lapar, kamu makan aja berdua", jawab bu rahma, "Eh... ndra... ndra..." celetuk bu rahma saat aku mau tutup telpon<br />
"Ya mbak?"<br />
"Besok pagi jam 5 kalau aku belum bangun kamu bangunin aku ya? telpon apa ketuk pintu sampai bangun, aku berangkat ke kantor samarinda", "kamu selesain pekerjaanmu, sama jagain Wina", "Lusa kalau bisa semua pulang ke jogja, kalau memang belum selesai, aku pulang duluan", "aku tidur dulu, Bilang Wina jangan lupa kunci pintu, kalau mau keluar kamu temenin"<br />
Tut... tut... tut... tut...<br />
belum sempet jawab udah ditutup aja, yah kebetulan lantai atas aman, kesempatan berduaan sama Wina, kataku dalam hati.<br />
Saat itu Wina masih dikamar mandi,<br />
<br />
"Wina... " kataku sambil mengetuk pintu<br />
"ya... udah selesai ini" Wina membuka pintu, tubuhnya yang basah terbungkus handuk putih, membuatku sedikit kaget.<br />
"Eh... Wi.. Win... bu rahma nggak mau, dia ngantuk besok mau ke samarinda pagi pagi." kataku menceritakan apa kata bu rahma<br />
"Iya... bu rahma udah omong ke aku kog", "Mas nggak jadi balik kamar?" tanya Wina sambil mengangkat sedikit lilitan handuk diatas dadanya, sepertinya dia sadar aku beberapa kali melirik belahan dadanya yang memang terlihat jelas.<br />
<br />
"Ya udah, aku balik dulu kalau jadi pesen makan, kamu bbm ya, kalo nggak ada kabar sampai jam 9, aku makan keluar" kataku sambil melangkah kearah pintu,<br />
"Mas pesen aja buat berdua, maem di kamar mas aja, Wina pakai baju dulu, nanti nyusul" kata wina sambil tersenyum.<br />
aku pun kembali kekamar dalam hati aku bilang "YES!!!", malam ini semoga bisa perawanin Wina.<br />
<br />
Jam 8 tepat pintu kamar diketuk dari luar, berharap itu wina, ternyata bukan yang datang room service bawa makanan pesenan, dengan tiba tiba Wina pun muncul masuk kamar,<br />
"Pas kan... hahahaha..." kata Wina sambil berlari kedalam dan mengambil nota makanan yang dibawa room service, dan membayarnya tanpa berkata apa apa.<br />
"loh kog kamu yang bayar" tanyaku<br />
"nggak papa mas, ayo makan dulu" jawab Wina sambil menyodorkan piring<br />
<br />
Kami berdua makan diatas kasur, sambil sesekali becanda setelah selesai dan menyingkirkan sisa bekas makan, Wina rebahan dikasur, sambil nonton Tv,<br />
tanpa kusadari Wina ternyata sudah tertidur pulas, walau dengan posisi cukup tidak nyaman, kaki masih menggantung dibawah, suara TV yang cukup keras seakan tidak mengganggunya sepertinya memang dia kecapean, padahal besok masih kejar kerjaan.<br />
<br />
Lama kupandangi tubuh Wina yang tertidur disampingku, bisa saja saat ini ku plorotin celana kolornya dan langsung sikat memek perawan gadis cantik ini, tapi rasanya tidak tega saat memandang wajah gadis manis ini yang terpejam.<br />
Perlahan aku bangkit dari ranjang, dan berusaha membopong tubuh Wina memindahnya agak kebagian atas ranjang supaya kakinya lurus, eh... malah dia terbangun.<br />
<br />
"Aku bobok sini aja ya mas..." kata wina lirih<br />
sambil beranjak naik ke ranjang dan merebahkan tubuhku disamping wina, kudekatkan bibirku ke samping kuping Wina.<br />
<br />
"Lha kalau kamu bobok sini trus aku apa apain gimana?" jawabku menggoda<br />
<br />
Wina tidak menjawab cuma tersenyum sambil mendesakkan kepalanya ke dadaku.<br />
Sepertinya wina memang mau diajakin ML, tapi pelan pelan ah, coba kalau asal serang malah nolak mungkin.<br />
"Win... kamu capek to? tak pijitin kakimu mau?" tanyaku ke wina sambil cari kesempatan membuat gadis ini horny<br />
<br />
Dengan mata sedikit terbuka wina mengangguk tanda mau.<br />
"Pakai handbody apa minyak kayu putih?" tanyaku<br />
"ga usah pakai apa apa mas, pelan pelan aja sampai wina bobok ya" jawab Wina lirih sambil mengambil posisi telungkup<br />
<br />
"OK" tanpa basa basi langsung kupegang betis mulus gadis cantik ini, ku elus perlahan sambil pijit pijit pelan supaya wina tidak merasa sakit sekitar 10 menitan.<br />
kemudian perlahan tanganku mulai naik kearah paha belakang gadis cantik ini, kuelus kedua paha mulus nya dengan kedua tanganku kadang kedua tangan di satu paha mengelus bareng sambil pijit pijit, sedangkan wina sesekali menggerakkan kaki nya dan tertawa lirih sambil bilang "geli mas", tapi aku tetep cuek,<br />
semakin lama tanganku semakin berani memasuki celana kolornya dari bawah, satu tangan meremas pantat kanan Wina dari bawah sedangkan tangan lain meraba pinggang dan kadang meremas pantat bagian atasnya, gadis ini cuma terdiam tapi tidak tidur terlihat matanya kadang terbuka kemudian merem lagi saat elusan tanganku menyentuh bagian sensitif kulitnya.<br />
<br />
Waktu menunjukkan pukul 21:30, aku teringat pintu kamar belum dikunci,<br />
"Wina... pintu kamarmu udah dikunci belum" tanya ku ke wina sambil beranjak kepintu<br />
"Udah mas, coba cek lagi ya siapa tau lupa" jawabnya<br />
<br />
aku bergegas ke kamar sebelah dan coba membuka pintu dari luar, ternyata udah terkunci, aku kemudian kembali kekamar mengunci pintu, dan langsung melompat ke kasur,<br />
Wina membalikkan posisi jadi terlentang, aku pun langsung pegang bagian atas lututnya, ku elus dan pijit perlahan, Gadis ini sama sekali tidak keberatan tanganku mengelus bagian dalam pahanya yang masih tertutup celana kolor.<br />
Kalau gini kelamaan pikirku, wina mungkin juga udah pengen cuma dia malu, perlahan tangan kiriku masuk kebalik baju wina dibagian perutnya, sambil mengelus perlahan, mata wina memandangiku sambil sesekali tersenyum kecil, sedangkan tangan kananku semakin berani mengelus bagian paha atas hingga ke selangkangan wina, terkadang terasa menyentuh rambut lembut disamping vagina Wina, mata wina terpejam saat kuelus memek nya dari luar celana dalamnya terasa gundukan memek wina yang ternyata tembem, dan terasa basah,<br />
Saat ku berusaha mengulang elusan dibagian memek gadis cantik ini, tangan wina perlahan meraih lenganku dan menarikku mendekatinya, dalam posisi tubuhku setengah menindih tubuh gadis cantik ini, muka kami berhadapan dan tangan wina memegang tengkuk ku dan menariknya membuat bibir kami bersentuhan, ahkirnya Wina menciumi bibirku, bibir kami saling memadu, melumat cukup lama, terasa nafas wina terengah engah, seakan dia sudah sangat nafsu, tangan kananku mulai gerilya meremas tetek gadis cantik ini dari luar bajunya, seakan tidak mau kalah wina memasukkan tangannya kebalik bajuku mengelus hingga meremas remas punggungku.<br />
<br />
Cukup lama kami berciuman seakan nafsu menahun meledak tak terbendung, lidah Wina bergerak liar didalam mulutku terkadang ku emut lidahnya dan kuhisap, Suara TV yang lumayan keras menutup desahan nafas Wina yang lumayan nyaring, padahal belum diapa apain, apalagi nanti kalau sudah disodok memeknya desahannya pasti lebih kencang.<br />
<br />
Perlahan kulepas Ciuman ku dibibirnya dan mulai menciumi leher hingga pundaknya nafas memburu Wina terasa ditelingaku yang membuat ku semakin bernafsu,<br />
Sambil bibirku menciumi leher wina, kedua tangan ku berusaha mengangkat kaos wina ke atas dan memasukkan tangan kananku kebalik BH nya terasa toket kecil yang mengencang puting susunya pun menonjol mengeras, tak sabar pengen melihatnya langsung kulepas ciumanku dilehernya, langsung kupandang kedua gundukan toket kecil yang bulat mengencang dihadapanku, tanpa minta ijin, langsung ku angkat BH wina ke Atas dan kuciumi satu persatu puting susu gadis cantik ini, kulumat ku emut puting susu Wina sambil tanganku meremas remas toket nya.<br />
<br />
Sekitar 10 menitan aku bermain main dengan toket wina, terlihat wina sudah tidak tahan, kemudian kupindahkan tubuhku ke bagian bawah dan menarik perlahan celana wina hingga celana dalamnya ikut tertarik kebawah tanpa disuruh wina mengangkat pantatnya supaya mudah celananya melorot,<br />
<br />
sekali tarik memek tembem gadis cantik ini pun terlihat jelas kupandangi sebentar, kemudian kulanjutkan menarik celana wina sampai terlepas, perlahan kuraba memeknya dengan jariku, basah... memang Gadis cantik ini sudah sangat terangsang, tapi langsung ku hentikan dan mendekatkan wajahku ke wajah wina, dan aku berkata,<br />
<br />
"Wina... kamu masih perawan kan?" tanyaku lirih<br />
Wina cuma mengangguk pelan,<br />
"Boleh kalau aku yang ambil perawanmu?" tanyaku lagi<br />
Wina mengangguk lagi,<br />
kemudian aku beranjak kebawah dan mengangkangkan kaki wina kumasukkan wajahku keselangkangan gadis ini, dan mulai menjilati vagina wina yang masih perawan, saat pertama kali lidahku menyentuh klitoris nya, wina mendesah cukup keras, tanpa kupedulikan kuterus menjilati memek wina sampai benar benar basah, kalau sudah terasa banjir kuambil tissue dilap sebentar lalu kujilat lagi 5 menit terlihat tubuh wina mengencang dan pinggulnya bergoyang sambil mendesah desah keras, kulirik toket wina terlihat semakin besar sambil kuremas remas toket wina, wina pun mengalami orgasme untuk pertama kalinya walau tanpa dimasuki penis, Wina terkulai lemas, ku biarkan wina istirahat sebentar, sambil ku mengelap memek wina yang basah.<br />
sekitar 5 menit ku kembali menciumi Paha bagian dalam gadis ini, pastinya bagian ini sangat sensitif karena bagian kulit yang tipis, ciuman ku kembali mengarah ke memek gadis perawan ini, ku jilati lagi memeknya, wina masih mendesah sambil meremas remas rambutku.<br />
<br />
kemudian aku duduk dan melepas celana ku, kontolku sudah membesar dan tegang mengencang, wina sediki kaget melihat batang penisku yang besar dan tegak, kuraih tangan wina dan kusuruh pegang, batang kontolku dikocok kocok dan dielus elus perlahan dan lembut oleh gadis ini, terasa sangat nikmat, kemudian wina berkata lirih<br />
"Masukin Mas,... aku pengen banget..."<br />
aku pun mengambil posisi didepan memek wina, ku gesek gesekkan perlahan kepala penisku di bibir vagina gadis ini, wina cuma mendesah dan merem kemudian perlahan kutusukkan batang penisku ke vagina wina yang basah ini, sret... sret...,<br />
<br />
"ahhh.... masss...." Wina merintih merasa sakit<br />
<br />
ternyata masih rapet banget... ku cabut lagi ku elus eluskan lagi ke bibir memeknya, kembali kucoba sodokkan batang penisku, kali ini kebih kencang,<br />
Bless.... kepala penis masuk, Tubuh Wina mengencang dan merintih... "sakit...."<br />
tanpa kupedulikan rintihan gadis ini, kembali kudorong masuk penisku lebih dalam lagi, sret... srettt... brek.... terasa selaput dara Wina tersobek oleh kepala penisku,<br />
wina merintih lebih keras lagi, sambil meremas lenganku yang memegangi Pinggangnya,<br />
“Aahh, aaooww, mass, sakiitt...” Wina mengerang sambil kelojotan badannya. Kutekan pinggulnya agar dia benar-benar menekan pantatnya. Dengan demikian, batang kontolku pun akan melesak semuanya masuk ke lubang vaginanya.<br />
Wina merintih kesakitan,<br />
Perlahan kutarik keluar batang kontolku terlihat merah darah menempel diantara cairan memek wina, tapi tidak sampai seluruh batang kontolku keluar kusodokkan kembali kedalam secara perlahan, wina kembali merintih...<br />
<br />
tak ku pedulikan rintihannya malah aku semakin bernafsu, kutarik lagi batang kontolku, dan perlahan kumasukkan lagi, ku ulang berkali kali hingga rintihan Wina berubah menjadi desahan nikmat, sodokan keluar masuk batang kontolku didalam memek gadis ini semakin kencang tubuh mungil wina terguncang naik turun toketnya terlihat bergoyang goyang,<br />
<br />
"mas... terus mas.... terr ruuss..."<br />
"eee..nakk... mass...."<br />
"maa..sss.. re...remes... te... tek... wina mas"<br />
"re...remes... te... tek... wina mas" Wina memohon tanganku meremas remas toketnya yang mengencang,<br />
<br />
“Aooww, ter, russ mass.., aahh..”<br />
“Ohh, nik, nikmat banget mass..”<br />
“Oooohhh Mas… Terus mmaass… hhhoohh… Ter... ruus.. terus mas hhhooohhh…hhhoohhh..enak sekali tusukan burungmu mas… hhoohh… sodok terus yang lama mas… ooohhh… sayang… oohhh… ,<br />
Wina mendesah penuh nafsu....<br />
<br />
“Hhhhggggghhh… nnggghhhhooohh.. Mas… nnggghhhoohh Masss... h…oo oohhh…hhhggg..,” tubuh Wina mengencang wina kembali merasakan orgasme<br />
“Hhhhggg….nngghhooohh…nnnggghhhoohhh…,”<br />
tak henti henti gadis ini mendesah hebat,... tubuh mungilnya berguncang, sambil memeluk tubuhku yang ditariknya menempel tubuhnya terasa toket gadis ini mengencang menyentuh dadaku terasa hangat, dan batang kontolku pun merasakan tekanan yang lebih dari sebelumnya sodokan ku kupercepat hingga nikmat terasa sampai ubun ubun, aku bangkit dengan posisi jongkok sambil menggenjot memek Wina semakin kencang,<br />
<br />
tubuh mungil wina sudah lemas, tanpa peduli ku tetap sodokan kontolku keluar masuk dimemek wina yang sudah berlendir ini, sampai ahkirnya aku tak bisa menahan lagi segera kucabut dan ku kocok dengan kencang sampai cairan peju / sperma ku keluar muncrat sampai membasahi perut dan dada Wina, ahhhh..... nikmat sekali perawan satu ini, sambil kukocok kocok penisku kulihat memek wina berbusa putih bercampur darah.<br />
<br />
Nafas wina terlihat masih tersengal sengal, dia memandangi ku yang masih memegangi batang kontol, kemudian dia berusaha meraih batang penisku dan gantian mengocok nya dengan lembut, hingga tetes sperma terahkir menetes di perutnya,<br />
<br />
kuraih tissue disebelah wina dan ku bersihkan memek dan cairan sperma di perut dan dada wina<br />
kurebahkan tubuhku yang lemas disamping gadis ini sambil memeluknya,<br />
<br />
"Maafin aku ya win" kataku sambil berbisik<br />
Wina tidak menjawab malah mencium bibirku dengan mesra, kemudian memelukku dengan erat<br />
dan Wina pun tertidur pulas dipelukanku.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-76310480034127900102017-01-20T17:30:00.000-08:002017-01-20T17:33:26.923-08:00Menikmati Tubuh Anita Yang Cantik Dan Polos<b>Menikmati Tubuh Anita Yang Cantik Dan Polos - </b>Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk mendatangi rumah Ibu Yuli, menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha, segera aku meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah Ibu Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih SMP kelas 2, namanya Anita.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-Ei-AlD38u7Q/WIK5U4ch8RI/AAAAAAAAACc/KeU765OZ8egMdNsYzYG6XkTgeRFBOhW6ACLcB/s1600/d54f8fb5cbba56a4b933e7f5e361c7a4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://4.bp.blogspot.com/-Ei-AlD38u7Q/WIK5U4ch8RI/AAAAAAAAACc/KeU765OZ8egMdNsYzYG6XkTgeRFBOhW6ACLcB/s1600/d54f8fb5cbba56a4b933e7f5e361c7a4.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Karena aku sudah beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Anita segera menyuruhku masuk. Saat itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah. “Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?” “Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an,” jawabnya.<br />
<br />
“Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?” “Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara Dua Pilihan, rugi deh..” “Coba yah Oom betulin dulu parabolanya…”<br />
<br />
Lalu segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan posisi parabola yang tergeser karena tertiup angin. Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan turun dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk memegangi tangganya.<br />
<br />
Saat itu Anita sudah mengganti baju seragam sekolahnya dengan kaos longgar ala Bali. Kedua tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya kedua lengan kaosnya melorot ke bawah, dan ujung krahnya yang kedodoran menganga lebar. Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas pemandangannya sangat transparan. Ketiak Nita yang ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lalu dari ujung krahnya terlihat gumpalan payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan mulai mengeras.<br />
<br />
Sebuah pemandangan yang merangsang. Anita tidak memakai BH, mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga payudara remaja yang belum terkena polusi. Dengan menahan nafsu, aku pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati keindahan payudaranya. Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang.<br />
<br />
Yang pasti setelah selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang konsentrasi pada tugas. Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis remaja yang cantik. Anita memang cantik, dan tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah yang kaku.<br />
<br />
Seperti biasanya, mataku menaksir wanita habis wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada. Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena perangkat dalamnya kan belum ketahuan. “Oom kok memandang saya begitu sih.. saya jadi malu dong..” katanya setengah manja sambil mengibaskan majalah ke mataku. “Wahh… sorry deh Nit… habis selama ini Oom baru menyadari kecantikanmu,” sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya.<br />
<br />
Wajah Anita langsung memerah, barangkali tersinggung, emang dulu- dulunya nggak cakep. “Idihh… Oom kok jadi genit deh..” Duilah senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan. Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul RCTI Oke. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang TV. “Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini…<br />
<br />
” Dan karena posisi TV agak rendah maka Anita terpaksa jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA warna merah. Kaos terusan Anita yang pendek tidak cukup untuk menutup seluruh kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku, bahkan sempat terlihat warna celana dalam Anita. Seketika jantungku seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya.<br />
<br />
Dan bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja saat kupegang untuk mengambil kabel merah RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam saja sambil menundukkan wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi. Kala tangannnya kuremas Anita telah mengeluarkan keringat dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang rambutnya. “Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom menciummu?” kataku kubuat sesendu mungkin.<br />
<br />
Anita hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan setengah ragu aku menempelkan bibirku ke bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda. Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anita menyambut dengan hangat kehadiran lidahku, Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku. Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-puasnya,<br />
<br />
lidahnya kusedot, Anita pun mengikuti caraku. Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai. Mata Anita menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan. Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa.<br />
<br />
Karena Anita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit demi sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi adalah gadis baru berusia sekitar 14 tahun. Harus penuh kasih sayang dan kelembutan, sabar menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami sikapku, kala aku kesulitan menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anita sedikit mengangkat pinggulnya. Wah,<br />
<br />
sungguh seorang wanita yang penuh pengertian. “Ahhh.. Ahhh..” hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya kegelian ketika mulutku mulai mencium batang lehernya. Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung celana dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah. Terasa sudah lembab celana dalam Anita.<br />
<br />
Tanganku menemukan gundukan lunak yang erotis dengan belahan tepat ditengah-tengahnya. Aku tak kuasa menahan gejolak hati lagi, kuremas gemas gundukan itu. Anita memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya. Hawa yang panas menambah panas tubuhku yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga celana panjangku hingga tinggal tersisa celana dalam saja.<br />
<br />
Tanpa ragu lagi kupelorotkan celana dalam Anita. Duilah.. Baru kali ini aku melihat bukit kemaluan seindah milik Anita. Luar biasa.. padahal belum ada sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih sekali. Dan ketika kutekuk lutut Anita lalu kubuka kakinya, tampak bibir kemaluannya masih bersih dan sedikit kecoklatan warnanya.<br />
<br />
Anita tidak tahu lagi akan keadaan dirinya, belaianku berhasil memabukkannya. Ia hanya bisa medesah-desah kegelian sambil meremasi kaosnya yang sudah tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus (gampang gampang susah) apa sus-sus-gam (susah susah gampang). Tidak sabar lagi aku membiarkan sebuah keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera mengarahkan wajahku di sela-sela paha Anita dan<br />
<br />
menenggelamkannya di pangkal pertemuan kedua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk bisa melahap seluruh bukit kemaluan Anita. Bau semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan wanita yah begini baunya. Lidahku menjuluri seluruh permukaan bibir kemaluannya. Setiap lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati terus. Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan Anita sampai bersih. Lidahku bergerak lincah dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya.<br />
<br />
Dan ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas hingga tepat jatuh di klitorisnya, Kujepit klitorisnya dengan gemas dan lidahku menjilatinya tanpa kompromi. Anita tak sanggup lagi untuk berdiam diri. Badannnya memberontak ke atas- bawah dan bergeser-geser ke kiri-kanan.<br />
<br />
Segala ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang amat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari lidahku mengorek klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya. Anita sudah tidak mengenal lagi siapa dirinya, boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak bisa dikontrol. Aku jadi semakin ganas dan melupakan softly itu siapa. Batang kejantananku sudah amat sangat besar bergemuruh seluruh isinya.<br />
<br />
Demi melihat Anita tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal terakhirku, celana dalam. Tanpa ba. bi. bu. be. bo segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal selangkangan Anita. Sekilas aku melihat Anita mendelik kuatir melihat perubahan perangaiku.<br />
<br />
Batang kemaluanku memang kelewatan besarnya belum lagi panjangnya yang hampir menyentuh pusar bila berdiri tegak. Anita kelihatannya ngeri dan mulai sadar ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan kedua kakinya. “Ampun Oom.. jangan Ooommm.. ampun Oommm.jangannn…” Tangan Anita mencoba menghalau kedatangan senjataku yang siap mengarah ke pangkal pahanya.<br />
<br />
Merasa mendapat perlawanan, sejenak aku jadi agak bingung, tapi untunglah aku memiliki pengalaman yang cukup untuk menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil tanganku kembali membelai rambutnya yang terurai agak acak-acakan. “Nita takut Oom. Nanti kalau Mama tahu pasti Nita dimarahin. Dan lagi Nita nggak pernah kayak ginian. Nita juga jadi malu..<br />
<br />
” Katanya setengah mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk menutupi tubuhnya. “Jangan kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat terhadap kamu. Oom sayang sekali sama Nita. Dan lagi Nita jangan takut sama Oom. Semua orang cepat atau lambat pasti akan merasakan kenikmatan hubungan ‘beginian’. Jangan takut ‘beginian’ karena ‘beginian’ itu enak sekali.” “Iya, tapi Nita nggak tahu harus bagaimana dan kenapa tahu-tahu Nita jadi begini..?” Air mata Anita mulai mengalir dari pojok matanya.<br />
<br />
Melihat itu aku segera memeluknya agar bisa menenangkannya. Agak lama aku memberi ceramah dan teori edan secara panjang lebar, sampai akhirnya Anita bisa memahami seluruhnya. Dan sesekali senyumnya mulai muncul lagi. “Coba sekarang Nita belajar pegang ‘anunya’ Oom, bagus khan,” aku meraih tangannya lalu membimbingnya ke batang kejantananku.<br />
<br />
Tangannya kaku sekali tapi setelah perlahan-lahan kuelus- eluskan pada batang kejantananku, otot tangannya mulai mengendor. Lalu tangannya mulai menggenggam batang kejantananku.<br />
<br />
Pelan-pelan tangannya kutuntun maju-mundur. Kelembutan tangannya membuat batang kejantananku mulai bergerak membesar, sampai akhirnya tangan Anita tidak cukup lagi menggenggamnya. Dan Anita kelihatan menikmatinya, tanpa kuajari lagi tangannya bergerak sendiri. “Ahhh.. enak sekali Nit.. aaahhh.. kamu memang anak yang pintar.. ahhhh..” mulutku tak sanggup menahan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh syarafku.<br />
<br />
Sementara itu tangan kiriku mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos Bali yang tipis. Belum pernah aku meremas payudara sekeras milik Anita. Tangan kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan cepat kulumat bibirnya. Lidahku menjulur keluar menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga akhirnya lidah Anita pun mengikuti yang kulakukan.<br />
<br />
Dari matanya yang terpejam aku bisa merasakan kenikmatan tengah membakar tubuhnya. Segera aku meminta Anita untuk melepas kaosnya agar lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Anita segera berdiri lalu menarik kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya.<br />
<br />
Batang kejantananku semakin berdenyut-denyut menyaksikan tubuh mungil Anita tanpa mengenakan selembar benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar semangatku. Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung indah dengan puting yang mengarah ke atas mengingatkanku pada payudara Holly Hart (itu lho salah satu koleksi Playboy).<br />
<br />
“Nit, tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!” Pujianku membuat wajahnya memerah barangkali menahan malu. “Oomm, boleh nggak Anita mencium ‘itu’nya Oom?” Anita tersipu-sipu menunjuk ke selangkanganku. Rasanya tidak etis kalau aku menolaknya. Lalu sambil duduk di sofa aku menelentangkan kedua kakiku. “Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya..<br />
<br />
” Kubikin semanis mungkin senyumku. Anita pun mengambil posisi dengan berjongkok lalu kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala batang kejantananku. Pelan-pelan lidahnya mulai ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Anita kelihatan keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri sekeliling batang kejantananku.<br />
<br />
Sensasi yang luar biasa membuatku gemas meremasi kedua payudaranya. “Aaduuhhh… enak sekali Nit.. Teruss.. Nitt, coba ke sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke buah pelirku. Anita segera paham lalu mejulurkan lidahnya ke pelirku. Anita menggerakkan lidahnya ke kanan-kiri atas-bawah. “Oomm, ke kamar Nita aja yuk biar nggak gerah..” Sahutnya mengajak ke kamarnya yang ber-AC.<br />
<br />
“Terserah Nita aja dehh..” balasku. Begitu Anita merebahkan tubuhnya ke spring bed, aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang kusia- siakan. Terutama di payudaranya yang aduhai.<br />
<br />
Tanganku seakan tak pernah lepas dari liang kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok klitorisnya, tubuh Anita menggerinjal entah mengapa. Sementara itu batang kejantananku seperti akan meledak menahan tekanan yang demikian besarnya. Akhirnya kutuntun batang kejantananku ke arah liang kewanitaan Anita. Liang kewanitaan Anita yang telah kebanjiran sangat berguna sekali, bibir kemaluannya yang kencang memudahkan batang kejantananku menyelinap ke dalam.<br />
<br />
Sedikit-sedikit kudorong maju. Dan setiap dorongan membuat Anita meremas kain sprei. Kalau Anita merasa seperti kesakitan aku mundur sedikit, lalu maju lagi, mundur sedikit, maju lagi, mundur, maju, mundur, maju, “blesss…”<br />
<br />
Tak kusangka liang kewanitaan Anita mampu menerima batang kejantananku yang keterlaluan besarnya. Begitu amblas seluruh batang kejantananku, Anita menjerit kesakitan. Aku kurang menghiraukan jeritannya. Kenikmatan yang tak ada duanya telah merasuki tubuhku. Tapi aku tetap menjaga irama permainanku maju-mundur dengan perlahan. Menikmati setiap gesekan demi gesekan. Liang senggama Anita sempit sekali hingga setiap berdenyut membuatku melayang.<br />
<br />
Denyutan demi denyutan membuatku semakin tak mampu lagi menahan luapan gelora persetubuhan. Terasa beberapa kali Anita mengejankan liang kewanitaannya yang bagiku malah memabukkan karena liang kewanitaannya jadi semakin keras menjepit batang kejantananku. Erangan, rintihan, dan jeritan Anita terus menggema memenuhi ruangan. Rupanya Anita pun menikmati setiap gerakan batang kejantananku. Rintihannya mengeras setiap batang kejantananku melaju cepat ke dasar liang senggamanya.<br />
<br />
Dan mengerang lirih ketika kutarik batang kejantananku. Hingga akhirnya aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ketika batang kejantananku melaju dengan kecepatan tinggi, meledaklah muatan di dalamnya. batang kejantananku menghujam keras, dan kandas di dasar jurang.<br />
<br />
Anita pun melengking panjang sambil mendekap kencang tubuhku, lalu tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kenikmatan tanpa cela, sempurna Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu Yuli. Perasaanku mendadak tegang dan kacau, kuatir beliau mengetahui skandalku dengan anaknya.<br />
<br />
Mulanya aku tidak berani menerimanya, tapi daripada Ibu Yuli nanti ngomongin semua perbuatanku pada teman sekerjaku, terpaksa kuterima teleponnya dengan nada gemetar. “Hallooo.. apa kabar Bu Yuli.” “Oh baik, terima kasih lho, parabola Ibu sekarang sudah bagus, dan sekalian Ibu mau nanyakan ongkos servisnya berapa.. ” “Ah. nggak usah deh, Bu.. Cuman rusak sedikit kok, hanya karena kena angin jadi arahnya berubah.<br />
<br />
” “Jangan begitu, nanti Ibu nggak mau nyervis ke tempatmu lagi lho.” “Wah.. tapi saya cuman sebentar saja kerjanya.” “Iya, bagaimanapun khan kamu sudah keluar keringat, jadi ibu mesti bayar. Nanti siang yach, kamu ke rumah ibu. Ibu tunggu lho.” “Iya dech kalau Ibu maunya begitu, tapi sebelumnya terima kasih, Bu.” Begitulah akhirnya aku nongol lagi di rumah Ibu Yuli. Lagi-lagi Nita yang menerimaku. “Wah, terlambat Oom. Ibu dari tadi nungguin Oom datang. Barusan saja Ibu pergi arisan ke kantornya. Tapi masuk saja Oom, soalnya ada titipan dari ibu.” Sampai di dalam, kelihatannya Nita tengah belajar bersama dengan teman- temannya.<br />
<br />
Ada 3 orang cewek sebayanya lagi asyik membahas soal Fisika. Dan kedatanganku sedikit memecah konsentrasi mereka. Kuamati sekilas teman Nita kok cakep-cakep yach. Aku membalas sapaan mereka yang ramah. “Kenalin ini Oom gue yang baru datang dari Jawa Tengah.” Kaget juga aku dikerjain Nita.<br />
<br />
Satu persatu kusalami mereka, Lusi, Ita, dan Indra. Senyum mereka ceria sekali. Di usia mereka memang belum mengenal kepahitan hidup. Semuanya serba mudah, mau ini tinggal bilang ke mama, mau itu tinggal bilang ke papa. Dasar anak keju. Ketiganya memang jelas kelihatan anak orang kaya. Penampilan, gaya, dan kulit mulus mereka yang membedakan dari orang miskin.<br />
<br />
Lusi punya lesung pipit seperti aktris Italy. Ita wajahnya mengingatkanku pada seorang aktris sinetron yang lemah lembut, tapi yang ini agak genit. Indra yang berbadan paling besar mirip seorang aktris Mandarin. Persis aktris-aktris lagi makan rujak bareng. Habis aku paling bingung kalau mendeskripsikan wanita cantik, rasanya nggak cukup selembar folio.<br />
<br />
Aku menurut saja ketika tanganku di seret ke dalam oleh Nita sambil berpamitan pada temannya mau mengantar Oomnya ke kamar. Dan setelah mengunci pintu kamar, kekagetanku tambah satu lagi. Tubuhku langsung direbahkan ke kasur, lalu menindihku sambil mulutnya menciumiku. “Oom, Nita mau lagi.” rengeknya manja. Ya, ampun sungguh mati aku nggak bisa menolaknya. Aku pun segera membalas ciumannya.<br />
<br />
Nafsu birahiku menanjak tajam. Anita yang masih mengenakan seragam SMP-nya terguling ke samping hingga giliranku yang di atas. Kancing bajunya satu demi satu kulepas. Buah dadanya yang terbungkus BH kuremas dengan gemas. Dari leher hingga perutnya kutelusuri agak brutal. Dan Nita yang meronta-ronta tak kuberi ampun sedikitpun. Kakinya mengangkang lebar kala tanganku mulai merambat ke atas pahanya dan berhenti tepat di tengah selangkangan.<br />
<br />
Gundukan kemaluan yang empuk membuat tanganku gemetar kala meremasnya. Dan jari tengahku mencongkel sebuah liang yang menganga di tengahnya. Celana dalam Nita mulai lembab kelihatannya tak tahan menghadapi serangan yang bertubi-tubi. Akupun sangat merindukan Nita, hingga rasanya tak sabar lagi untuk segera menancapkan batang kemaluanku.<br />
<br />
Segera kupeloroti celana dalamnya setelah roknya kusingkap ke atas. Kerinduan akan baunya yang khas membuat kepalaku tertarik ke arah kemaluan Nita, lalu kubenamkan di sela pahanya. Mulutku memperoleh kenikmatan yang tiada tara kala mengunyah dan memainkan bibirku pada bibir kemaluannya. Nita pun semakin menggila gerakannya apalagi bila lidahku mengorek-ngorek isi kemaluannya. Nikmat sekali rasanya. Klitorisnya yang menyembul kecil jadi sasaran bila Nita menghentak badannya ke atas.<br />
<br />
Sepertinya Nita sudah ‘out of control’ karena tangannya dengan kacau meremas segala yang dapat diraih. Demikian juga halnya denganku, entah berapa cc cairan memabukkan yang telah kureguk. Batang kemaluanku yang sudah ‘maximal’ kuarahkan ke liang senggama Nita. Sekilas kulihat Nita menggigit bibirnya sendiri menanti kedatangan punyaku.<br />
<br />
Akupun tak ingin menyia- nyiakan kesempatan yang sangat langka ini. Benar-benar kunikmati tiap tahapan batangku melesak ke dalam liang kemaluannya. Sedikit demi sedikit batang kemaluanku kutekan ke bawah.<br />
<br />
Indah sekali menyaksikan perubahan wajah Nita kala makin dalam kemaluanku menelusuri liang kemaluannnya. Akhirnya, “Blesss..” Habis sudah seluruh batang kemaluanku terbenam ke liang kenikmatannya. Selanjutnya dengan lancar kutarik dan kubenamkan lagi. Makin lama makin asyik saja. Memang luar biasa kemaluan Nita,<br />
<br />
begitu lembut dan mencengkeram. Ingin rasanya berlama-lama dalam liang kemaluannya. Semakin lama semakin dahsyat aku menghujamkan batangku sampai Nita menjerit tak kuasa menahan kenikmatan yang menjajahnya. Hingga akhirnya Nita berkelojotan sambil meremas ganas rambutku.<br />
<br />
Wajahnya tersapu warna merah seakan segenap pembuluh darahnya menegang kencang, hingga mulutnya meneriakkan jeritan yang panjang. Kiranya Nita tengah mengalami puncak orgasme yang merasuki segenap ujung syarafnya. Menyaksikan pemandangan seperti ini membuatku makin cepat mengayunkan batang kemaluanku. Dan rasanya aku tak bisa menahan lebih lama lagi, lebih lama lagi.., lebih lama lagi.<br />
<br />
Secepatnya kucabut batang kemaluanku dan segera kuarahkan ke mulut Nita. Nita agak gugup menerima batang kemaluanku. Tapi nalurinya bekerja dengan baik, mulutnya segera menganga dan langsung mengulum batang kemaluanku.<br />
<br />
Dan kala aku meledakkan lahar, lidahnya menjilati sekujur batang kemaluanku. Tubuhku rasanya langsung luruh, tenagaku terkuras habis-habisan. Beberapa kali batang kemaluanku mengejut dan mengeluarkan lahar. Oh, my God.. Keasyikanku berdua dengan Nita membuat kami tidak merasakan jam yang terus berjalan.<br />
<br />
Tidak terasa hampir 3 jam kami meninggalkan teman-teman Nita di luar. Sekilas terdengar suara kasak-kusuk, seperti ada orang lagi mengintip perbuatan kami. Tapi saking asyiknya menikmati tubuh Nita, aku jadi tak mempedulikannya. ENDAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-72334166540702305592017-01-18T19:38:00.000-08:002017-01-18T19:38:00.680-08:00Ngesek Sama Suster Cantik Yang Merawat Anak Remaja<div>
<b>Ngesek Sama Suster Cantik Yang Merawat Anak Remaja</b> - Suster Cantik sebut saja Mbak Ira, Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu, dimana saat itu saya sedang dirawat di</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-8FWvDrUAQ8U/WIA0f-mSiwI/AAAAAAAAACM/SQN-Wlh6Kf8WWlCUERB81phkeTKnnISewCLcB/s1600/asmirandah%2Bcantik%2Bseksi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-8FWvDrUAQ8U/WIA0f-mSiwI/AAAAAAAAACM/SQN-Wlh6Kf8WWlCUERB81phkeTKnnISewCLcB/s320/asmirandah%2Bcantik%2Bseksi.jpg" width="305" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
rumah sakit untuk beberapa hari. Saya masih duduk di kelas 2 SMA pada saat itu.</div>
<div>
Dan dalam urusan asmara, khususnya "bercinta" saya sama sekali belum memiliki</div>
<div>
pengalaman berarti. Saya tidak tahu bagaimana memulai cerita ini, karena</div>
<div>
semuanya terjadi begitu saja. Tanpa kusadari, ini adalah awal dari semua</div>
<div>
pengalaman asmaraku sampai dengan saat ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ira adalah seorang suster rumah sakit dimana saya dirawat. Karena terjangkit gejala</div>
<div>
pengakit hepatitis, saya harus dirawat di Rumah sakit selama beberapa hari. Selama</div>
<div>
itu juga Ira setiap saat selalu melayani dan merawatku dengan baik. Orang tuaku</div>
<div>
terlalu sibuk dengan usaha pertokoan keluarga kami, sehingga selama dirumah</div>
<div>
sakit, saya lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri, atau kalau pas kebetulan</div>
<div>
teman-temanku datang membesukku saja.</div>
<div>
Yang kuingat, hari itu saya sudah mulai merasa agak baikkan. Saya mulai dapat</div>
<div>
duduk dari tempat tidur dan berdiri dari tempat tidur sendiri. Padahal sebelumnya,</div>
<div>
jangankan untuk berdiri, untuk membalikkan tubuh pada saat tidurpun rasanya</div>
<div>
sangat berat dan lemah sekali. Siang itu udara terasa agak panas, dan pengap.</div>
<div>
Sekalipun ruang kamarku ber AC, dan cukup luas untuk diriku seorang diri. Namun,</div>
<div>
saya benar-benar merasa pengap dan sekujur tubuhku rasanya lengket. Yah, saya</div>
<div>
memang sudah beberapa hari tidak mandi. Maklum, dokter belum mengijinkan aku</div>
<div>
untuk mandi sampai demamku benar-benar turun.</div>
<div>
Akhirnya saya menekan bel yang berada disamping tempat tidurku untuk memanggil</div>
<div>
suster. Tidak lama kemudian, suster Ira yang kuanggap paling cantik dan paling baik</div>
<div>
dimataku itu masuk ke kamarku.</div>
<div>
"Ada apa Dik?" tanyanya ramah sambil tersenyum, manis sekali.</div>
<div>
Tubuhnya yang sintal dan agak membungkuk sambil memeriksa suhu tubuhku</div>
<div>
membuat saya dapat melihat bentuk payudaranya yang terlihat montok dan</div>
<div>
menggiurkan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Eh, ini Mbak. Saya merasa tubuhku lengket semua, mungkin karena cuaca hari ini</div>
<div>
panas banget dan sudah lama saya tidak mandi. Jadi saya mau tanya, apakah saya</div>
<div>
sudah boleh mandi hari ini mbak?", tanyaku sambil menjelaskan panjang lebar.</div>
<div>
Saya memang senang berbincang dengan suster cantik yang satu ini. Dia masih</div>
<div>
muda, paling tidak cuma lebih tua 4-5 tahun dari usiaku saat itu. Wajahnya yang</div>
<div>
khas itupun terlihat sangat cantik, seperti orang India kalau dilihat sekilas.</div>
<div>
"Oh, begitu. Tapi saya tidak berani kasih jawabannya sekarang Dik. Mbak musti</div>
<div>
tanya dulu sama pak dokter apa adik sudah boleh dimandiin apa belum", jelasnya</div>
<div>
ramah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mendengar kalimatnya untuk "memandikan", saya merasa darahku seolah berdesir</div>
<div>
keatas otak semua. Pikiran kotorku membayangkan seandainya benar Mbak Ira mau</div>
<div>
memandikan dan menggosok-gosok sekujur tubuhku. Tanpa sadar saya terbengong</div>
<div>
sejenak, dan batang kontolku berdiri dibalik celana pasien rumah sakit yang tipis itu.</div>
<div>
"Ihh, kamu nakal deh mikirnya. Kok pake ngaceng segala sih, pasti mikir yang ngga-</div>
<div>
ngga ya. hi hi hi".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mbak Ira ternyata melihat reaksi yang terjadi pada penisku yang memang harus</div>
<div>
kuakui sempat mengeras sekali tadi. Saya cuma tersenyum menahan malu dan</div>
<div>
menutup bagian bawah tubuhku dengan selimut.</div>
<div>
"Ngga kok Mbak, cuma spontanitas aja. Ngga mikir macem-macem kok", elakku</div>
<div>
sambil melihat senyumannya yang semakin manis itu.</div>
<div>
"Hmm, kalau memang kamu mau merasa gerah karena badan terasa lengket mbak</div>
<div>
bisa mandiin kamu, kan itu sudah kewajiban mbak kerja disini. Tapi mbak bener-</div>
<div>
bener ngga berani kalau pak dokter belum mengijinkannya", lanjut Mbak Ira lagi</div>
<div>
seolah memancing gairahku.</div>
<div>
"Ngga apa-apa kok mbak, saya tahu mbak ngga boleh sembarangan ambil keputusa"</div>
<div>
jawabku serius, saya tidak mau terlihat "nakal" dihadapan suster cantik ini. Lagi pula</div>
<div>
saya belum pengalaman dalam soal memikat wanita.</div>
<div>
<div>
Suster Ira masih tersenyum seolah menyimpan hasrat tertentu, kemudian dia</div>
<div>
mengambil bedak Purol yang ada diatas meja disamping tempat tidurku.</div>
<div>
"Dik, Mbak bedakin aja yah biar ngga gerah dan terasa lengket", lanjutnya sambil</div>
<div>
membuka tutup bedak itu dan melumuri telapak tangannya dengan bedak.</div>
<div>
Saya tidak bisa menjawab, jantungku rasanya berdebar kencang.</div>
<div>
Tahu-tahu, dia sudah membuka kancing pakaianku dan menyingkap bajuku. Saya</div>
<div>
tidak menolak, karena dibedakin juga bisa membantu menghilangkan rasa gerah</div>
<div>
pikirku saat itu. Mbak Ira kemudian menyuruhku membalikkan badan, sehingga</div>
<div>
sekarang saya dalam keadaan tengkurap diatas tempat tidur.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tangannya mulai terasa melumuri punggungku dengan bedak, terasa sejuk dan</div>
<div>
halus sekali. Pikiranku tidak bisa terkontrol, sejak dirumah sakit, memang sudah</div>
<div>
lama saya tidak membayangkan hal-hal tentang seks, ataupun melakukan onani</div>
<div>
sebagaimana biasanya saya lakukan dirumah dalam keadaan sehat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kontolku benar-benar berdiri dan mengeras tertimpa oleh tubuhku sendiri yang</div>
<div>
dalam keadaan tenglungkup. Rasanya ingin kugesek-gesekkan kontolku di</div>
<div>
permukaan ranjang, namun tidak mungkin kulakukan karena ada Mbak Ira saat ini.</div>
<div>
fantasiku melayang jauh, apalagi sesekali tangannya yang mungil itu meremas</div>
<div>
pundakku seperti sedang memijat. Terasa ada cairan bening mengalir dari ujung</div>
<div>
kontolku karena terangsang.</div>
<div>
Beberapa saat kemudian mbak Ira menyuruhku membalikkan badan.</div>
<div>
Saya merasa canggung bukan main, karena takut dia kembali melihat kontolku yang</div>
<div>
ereksi.</div>
<div>
"Iya Mbak..", jawabku sambil berusaha menenangkan diri, sayapun membalikkan</div>
<div>
tubuhku.</div>
<div>
Kini kupandangi wajahnya yang berada begitu dekat denganku, rasanya dapat</div>
<div>
kurasakan hembusan nafasnya dibalik hidung mancungnya itu. Kucoba menekan</div>
<div>
perasaan dan pikiran kotorku dengan memejamkan mata.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sekarang tangannya mulai membedaki dadaku, jantungku kutahan sekuat mungkin</div>
<div>
agar tidak berdegup terlalu kencang. Saya benar-benar terangsang sekali, apalagi</div>
<div>
saat beberapa kali telapak tangannya menyentuh putingku.</div>
<div>
"Ahh, geli dan enak banget", pikirku.</div>
<div>
"Wah, kok jadi keras ya? he he he", saya kaget mendengar ucapannya ini.</div>
<div>
"Ini loh, putingnya jadi keras.. kamu terangsang ya?"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mendengar ucapannya yang begitu vulgar, saya benar-benar terangsang. Kontolku</div>
<div>
langsung berdiri kembali bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tapi saya tidak berani</div>
<div>
berbuat apa-apa, cuma berharap dia tidak melihat kearah kontolku. Saya cuma</div>
<div>
tersenyum dan tidak bicara apa-apa. Ternyata Mbak Ira semakin berani, dia</div>
<div>
sekarang bukan lagi membedaki tubuhku, melainkan memainkan putingku dengan</div>
<div>
jari telunjuknya. Diputar-putar dan sesekali dicubitnya putingku.</div>
<div>
"Ahh, geli Mbak. Jangan digituin", kataku menahan malu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Kenapa? Ternyata cowok bisa terangsang juga yah kalau putingnya dimainkan gini",</div>
<div>
lanjutnya sambil melepas jari-jari nakalnya.</div>
<div>
Saya benar-benar kehabisan kata-kata, dilema kurasakan. Disatu sisi saya ingin</div>
<div>
terus di"kerjain" oleh mbak Ira, satu sisi saya merasa malu dan takut ketahuan</div>
<div>
orang lain yang mungkin saja tiba-tiba masuk.</div>
<div>
"Dik Iwan sudah punya pacar?", tanya mbak Ira kepadaku.</div>
<div>
"Belum Mbak", jawabku berdebar, karena membayangkan ke arah mana dia akan</div>
<div>
berbicara.</div>
<div>
"Dik Iwan, pernah main sama cewek ngga?", tanyanya lagi.</div>
<div>
"Belum mbak" jawabku lagi.</div>
<div>
"hi.. hi.. hi.. masa ngga pernah main sama cewek sih", lanjutnya centil.</div>
<div>
Aduh pikirku, betapa bodohnya saya bisa sampai terjebak olehnya. Memangnya</div>
<div>
"main" apaan yang saya pikirkan barusan.</div>
<div>
Pasti dia berpikir saya benar-benar "nakal" pikirku saat itu.</div>
<div>
"Pantes deh, de Iwan dari tadi mbak perhatiin ngaceng terus, Dik Iwan mau main-</div>
<div>
main sama Mbak ya?</div>
<div>
Wow, nafsuku langsung bergolak. Saya cuma terbengong-bengong.</div>
<div>
Belum sempat saya menjawab, mbak Ira sudah memulai aksinya.</div>
<div>
Dicumbuinya dadaku, diendus dan ditiup-tiupnya putingku.</div>
<div>
Terasa sejuk dan geli sekali, kemudian dijilatnya putingku, dan dihisap sambil</div>
<div>
memainkan putingku didalam mulutnya dengan lidah dan gigi-gigi kecilnya.</div>
<div>
"Ahh, geli Mbak"m rintihku keenakan.</div>
<div>
Kemudian dia menciumi leherku, telingaku, dan akhirnya mulutku. Awalnya saya</div>
<div>
cuma diam saja tidak bisa apa-apa, setelah beberapa saat saya mulai berani</div>
<div>
membalas ciumannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saat lidahnya memaksa masuk dan menggelitik langit-langit mulutku, terasa sangat</div>
<div>
geli dan enak, kubalas dengan memelintir lidahnya dengan lidahku. Kuhisap lidahnya</div>
<div>
dalam-dalam dan mengulum lidahnya yang basah itu. Sesekali saya mendorong</div>
<div>
lidahku kedalam mulutnya dan terhisap oleh mulutnya yang merah tipis itu.</div>
<div>
Tanganku mulai berani, mulai kuraba pinggulnya yang montok itu. Namun, saat saya</div>
<div>
mencoba menyingkap rok seragam susternya itu, dia melepaskan diri.</div>
<div>
"Jangan di sini Dik, ntar kalau ada yang tiba-tiba masuk bias gawat", katanya.</div>
<div>
Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung menuntunku turun dari tempat tidur dan</div>
<div>
berjalan masuk ke kamar mandi yang terletak disudut kamar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di dalam kamar mandi, dikuncinya pintu kamar mandi. Kemudian dia menghidupkan</div>
<div>
kran bak mandi sehingga suara deru air agak merisik dalam ruang kecil itu.</div>
<div>
Tangannya dengan tangkas menanggalkan semua pakaian dan celanaku sampai</div>
<div>
saya telangjang bulat. Kemudian dia sendiripun melepas topi susternya,</div>
<div>
digantungnya di balik pintu, dan melepas beberapa kancing seragamnya sehingga</div>
<div>
saya sekarang dapat melihat bentuk sempurna payudaranya yang kuning langsat</div>
<div>
dibalik Bra-nya yang berwarna hitam. Kami pun melanjutkan cumbuan kami, kali ini</div>
<div>
lebih panas dan bernafsu. Saya belum pernah berciuman dengan wanita, namun</div>
<div>
mbak Ira benar-benar pintar membimbingku.</div>
<div>
Sebentar saja sudah banyak jurus yang kepelajari darinya dalam berciuman.</div>
<div>
Kulumat bibirnya dengan bernafsu. Kontolku yang berdiri tegak kudekatkan</div>
<div>
kepahanya dan kugesek-gesekkan. Ahh enak sekali. Tanganku pun makin nekat</div>
<div>
meremas dan membuka Bra-nya. Kini dia sudah bertelanjang dada dihadapanku,</div>
<div>
kuciumi puting susunya, kuhisap dan memainkannya dengan lidah dan sesekali</div>
<div>
menggigitnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Yes, enak.. ouh geli Wan, ah.. kamu pinter banget sih", desahnya seolah geram</div>
<div>
sambil meremas rambutku dan membenamkannya ke dadanya.</div>
<div>
Kini tangannya mulai meraih kontolku, digenggamnya. Tersentak saya dibuatnya.</div>
<div>
Genggamannya begitu erat, namun terasa hangat dan nikmat. Saya pun melepas</div>
<div>
kulumanku di putingnya, kini kududuk diatas closet sambil membiarkan Mbak Ira</div>
<div>
memainkan kontolku dengan tangannya. Dia jongkok mengahadap selangkanganku,</div>
<div>
dikocoknya kontolku pelan-pelan dengan kedua tangannya.</div>
<div>
"Ahh, enak banget Mbak.. asik.. ahh... ahh..", desahku menahan agar tidak</div>
<div>
menyemburkan maniku cepat-cepat.</div>
<div>
Kuremas payudaranya saat dia terus mengocok kontolku, sekarang</div>
<div>
kulihat dia mulai menyelipkan tangan kirinya diselangkannya sendiri, digosok-</div>
<div>
gosoknya tangannya ke arah memeknya sendiri.</div>
<div>
Melihat aksinya itu saya benar-benar terangsang sekali.</div>
<div>
Kujulurkan kakiku dan ikut memainkan memeknya dengan jempol kakiku. Ternyata</div>
<div>
dia tidak mengelak, dia malah melepas celana dalamnya dan berjongkok tepat diatas</div>
<div>
posisi kakiku.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami saling melayani, tangannya mengocok kontolku pelan sambil melumurinya</div>
<div>
dengan ludahnya sehingga makin licin dan basah, sementara saya sibuk menggelitik</div>
<div>
memeknya yang ditumbuhi bulu-bulu keriting itu dengan kakiku. Terasa basah dan</div>
<div>
sedikit becek, padahal saya cuma menggosok-gosok saja dengan jempol kaki.</div>
<div>
"Yes.. ah.. nakal banget kamu Wan.. em, em, eh.. enak banget", desahnya keras.</div>
<div>
Namun suara cipratan air bak begitu keras sehingga saya tidak khawatir didengar</div>
<div>
orang. Saya juga membalas desahannya dengan keras juga.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
"Mbak Ira, sedotin kontol saya dong.. please.. saya kepingin banget", pintaku karena</div>
<div>
memang sudah dari tadi saya mengharapkan sedotan mulutnya di kontolku seperti</div>
<div>
adegan film BF yang biasa kutonton.</div>
<div>
"Ih.. kamu nakal yah", jawabnya sambil tersenyum.</div>
<div>
Tapi ternyata dia tidak menolak, dia mulai menjilati kepala kontolku yang sudah licin</div>
<div>
oleh cairan pelumas dan air ludahnya itu. Saya cuma bisa menahan nafas, sesaat</div>
<div>
gerakan jempol kakiku terhenti menahan kenikmatan yang sama sekali belum</div>
<div>
pernah kurasakan sebelumnya.</div>
<div>
Dan tiba-tiba dia memasukkan kontolku ke dalam mulutnya yang terbuka lebar,</div>
<div>
kemudian dikatupnya mulutnya sehingga kini kontolku terjepit dalam mulutnya,</div>
<div>
disedotnya sedikit batang kontolku sehingga saya merasa sekujur tubuhku serasa</div>
<div>
mengejang, kemudian ditariknya kontolku keluar.</div>
<div>
"Ahh.. ahh..", saya mendesah keenakkan setiap kali tarikan tangannya dan mulutnya</div>
<div>
untuk mengeluarkan kontolku dari jepitan bibirnya yang manis itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kupegang kepalanya untuk menahan gerakan tarikan kepalanya agar jangan terlalu</div>
<div>
cepat. Namun, sedotan dan jilatannya sesekali disekeliling kepala kontolku didalam</div>
<div>
mulutnya benar-benar terasa geli dan nikmat sekali.</div>
<div>
Tidak sampai diulang 10 kali, tiba-tiba saya merasa getaran di sekujur batang</div>
<div>
kontolku. Kutahan kepalanya agar kontolku tetap berada dsidalam mulutnya. Seolah</div>
<div>
tahu bahwa saya akan segera "keluar", Mbak Ira menghisap semakin kencang,</div>
<div>
disedot dan terus disedotnya kontolku. Terasa agak perih, namun sangat enak</div>
<div>
sekali.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"AHH.. AHH.. Ahh.. ahh", teriakku mendadak tersemprot cairan mani yang sangat</div>
<div>
kental dan banyak karena sudah lama tidak dikeluarkan itu kedalam mulut mbak Ira.</div>
<div>
Dia terus memnghisap dan menelan maniku seolah menikmati cairan yang</div>
<div>
kutembakkan itu, matanya merem-melek seolah ikut merasakan kenikmatan yang</div>
<div>
kurasakan. Kubiarkan beberapa saat kontolku dikulum dan dijilatnya sampai bersih,</div>
<div>
sampai kontolku melemas dan lunglai, baru dilepaskannya sedotannya. Sekarang</div>
<div>
dia duduk di dinding kamar mandi, masih mengenakan pakaian seragam dengan kancing dan Bra terbuka, ia duduk dan mengangkat roknya ke atas, sehingga kini</div>
<div>
memeknya yang sudah tidak ditutupi CD itu terlihat jelas olehku. Dia mebuka lebar</div>
<div>
pahanya, dan digosok-gosoknya memeknya dengan jari-jari mungilnya itu. Saya</div>
<div>
cuma terbelalak dan terus menikmati pemandangan langka dan indah ini. Sungguh belum pernah saya melihat seorang wanita melakukan masturbasi dihadapanku secara langsung, apalagi wanita itu secantik dan semanis mbak Ira. Sesaat kemudian kontolku sudah mulai berdiri lagi, kuremas dan kukocok sendiri kontolku sambil tetap duduk di atas toilet sambil memandang aktifitas "panas" yang</div>
<div>
dilakukan mbak Ira.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Desahannya memenuhi ruang kamar mandi, diselingi deru air bak mandi sehingga</div>
<div>
desahan itu menggema dan terdengar begitu menggoda.</div>
<div>
Saat melihat saya mulai ngaceng lagi dan mulai mengocok kontol sendiri, Mbak Ira</div>
<div>
tampak semakin terangsang juga.</div>
<div>
Tampak tangannya mulai menyelip sedikit masuk kedalam memeknya, dan</div>
<div>
digosoknya semakin cepat dan cepat. Tangan satunya lagi memainkan puting</div>
<div>
susunya sendiri yang masih mengeras dan terlihat makin mancung itu.</div>
<div>
"Ihh, kok ngaceng lagi sih.. belum puas ya..", canda mbak Ira sambil mendekati</div>
<div>
diriku.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kembali digenggamnya kontolku dengan menggunakan tangan yang tadi baru saja</div>
<div>
dipakai untuk memainkan memeknya. Cairan memeknya di tangan itu membuat</div>
<div>
kontolku yang sedari tadi sudah mulai kering dari air ludah mbak Ira, kini kembali</div>
<div>
basah. Saya mencoba membungkukkan tubuhku untuk meraih memeknya dengan</div>
<div>
jari-jari tanganku, tapi Mbak Ira menepisnya.</div>
<div>
"Ngga usah, biar cukup mbak aja yang puasin kamu.. hehehe", agak kecewa saya</div>
<div>
mendengar tolakannya ini.</div>
<div>
Mungkin dia khawatir saya memasukkan jari tanganku sehingga merusak selaput</div>
<div>
darahnya pikirku, sehingga saya cuma diam saja dan kembali menikmati</div>
<div>
permainannya atas kontolku untuk kedua kalinya dalam kurun waktu 10 menit</div>
<div>
terakhir ini.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Kali ini saya bertahan cukup lama, air bak pun sampai penuh sementara kami masih</div>
<div>
asyik "bermain" di dalam sana. Dihisap, disedot, dan sesekali dikocoknya kontolku</div>
<div>
dengan cepat, benar-benar semua itu membuat tubuhku terasa letih dan basah</div>
<div>
oleh peluh keringat. Mbak Ira pun tampak letih, keringat mengalir dari keningnya,</div>
<div>
sementara mulutnya terlihat sibuk menghisap kontolku sampai pipinya terlihat</div>
<div>
kempot. Untuk beberapa saat kami berkonsentrasi dengan aktifitas ini. Mbak Ira</div>
<div>
sunggu hebat pikirku, dia mengulum kontolku, namun dia juga sambil memainkan</div>
<div>
memeknya sendiri.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah beberapa saat, dia melepaskan hisapannya.</div>
<div>
Dia merintih, "Ah.. ahh.. ahh.. Mbak mau keluar Wan, Mbak mau keluar", teriaknya</div>
<div>
sambil mempercepat gosokan tangannya.</div>
<div>
"Sini mbak, saya mau menjilatnya", jawabku spontan, karena teringat adegan film</div>
<div>
BF dimana pernah kulihat prianya menjilat memek wanita yang sedang orgasme</div>
<div>
dengan bernafsu.</div>
<div>
Mbak Ira pun berdiri di hadapanku, dicondongkannya memeknya ke arah mulutku.</div>
<div>
"Nih.. cepet hisap Wan, hisap..", desahnya seolah memelas.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Langsung kuhisap memeknya dengan kuat, tanganku terus mengocok kontolku. Aku</div>
<div>
benar-benar menikmati pengalaman indah ini.</div>
<div>
Beberapa saat kemudian kurasakan getaran hebat dari pinggul dan memeknya.</div>
<div>
Kepalaku dibenamkannya ke memeknya sampai hidungku tergencet diantara bulu-</div>
<div>
bulu jembutnya. Kuhisap dan kusedot sambil memainkan lidahku di seputar</div>
<div>
kelentitnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Ahh.. ahh..", desah mbak Ira disaat terakhir berbarengan dengan cairan hangat</div>
<div>
yang mengalir memenuhi hidung dan mulutku, hampir muntah saya dibuatnya saking banyaknya cairan yang keluar dan tercium bau amis itu. Kepalaku pusing sesaat, namun rangsangan benar-benar kurasakan bagaikan</div>
<div>
gejolak pil ekstasi saja, tak lama kemudian sayapun orgasme untuk kedua kalinya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kali ini tidak sebanyak yang pertama cairan yang keluar, namun benar-benar seperti</div>
<div>
membawaku terbang ke langit ke tujuh.</div>
<div>
Kami berdua mendesah panjang, dan saling berpelukkan. Dia duduk diatas</div>
<div>
pangkuanku, cairan memeknya membasahi kontolku yang sudah lemas. Kami sempat berciuman beberapa saat dan meninggalkan beberapa pesan untuk saling</div>
<div>
merahasiakan kejadian ini dan membuat janji dilain waktu sebelum akhirnya kami</div>
<div>
keluar dari kamar mandi. Dan semuanya masih dalam keadaan aman-aman saja.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mbak Ira, adalah wanita pertama yang mengajariku permainan seks. Sejak itu saya</div>
<div>
sempat menjalin hubungan gelap dengan Mbak Ira selama hampir 2 tahun, selama</div>
<div>
SMA saya dan dia sering berjanji bertemu, entah di motel ataupun di tempat kostnya</div>
<div>
yang sepi. Keperjakaanku tidak hanya kuberikan kepadanya, tapi sebaliknya</div>
<div>
keperawanannya pun akhirnya kurenggut setelah beberapa kali kami melakukan</div>
<div>
sekedar esek-esek.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Kini saya sudah kuliah di luar kota, sementara Mbak Ira masih kerja di Rumah sakit</div>
<div>
itu. Saya jarang menanyakan kabarnya, lagi pula hubunganku dengannya tidak lain</div>
<div>
hanya sekedar saling memuaskan kebutuhan seks. Konon, katanya dia sering</div>
<div>
merasa "horny" menjadi perawat. Begitu pula pengakuan teman-temannya sesama</div>
<div>
suster. Saya bahkan sempat beberapa kali bercinta dengan teman-teman Mbak Ira.</div>
<div>
Pengalaman masuk rumah sakit, benar-benar membawa pengalaman indah bagi</div>
<div>
hidupku, paling tidak masa mudaku benar-benar nikmat. Mbak Ira, benar-benar</div>
<div>
fantastis menurutku...</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-48207876926198006382017-01-18T18:50:00.001-08:002017-01-18T18:51:59.313-08:00Menikmati Perjaka Remaja Smp <div style="text-align: left;">
<b>Menikmati Perjaka Remaja Smp</b> - Pagi itu cerah sekali. inilah dimana aku bisa bercerita tentang cerita dewasa terbaru untuk kamu semuanya. Aku bangun dengan tubuh dan perasaan yang benar-benar fresh. Hari ini hari Sabtu, berarti aku libur dari pekerjaanku sebagai seorang sekretaris direksi sebuah dealer mobil mewah di kawasan S, Jakarta. Hari ini aku rencananya akan menghabiskan weekend di rumah sahabatku, V di kota B. Oh ya, namaku *****, teman-teman biasa memanggilku Celyn, umurku saat ini menginjak kepala 3, tapi aku belum<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-B7OzNdw_ZhM/WIApJyeZ-SI/AAAAAAAAAB8/Z-zmhLLhdV0--r5v_kwkQtRQor2Q7nKigCLcB/s1600/73976_119140274813291_100001519573025_140363_511785_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-B7OzNdw_ZhM/WIApJyeZ-SI/AAAAAAAAAB8/Z-zmhLLhdV0--r5v_kwkQtRQor2Q7nKigCLcB/s320/73976_119140274813291_100001519573025_140363_511785_n.jpg" width="254" /></a></div>
<br />
menikah karena masih menikmati hidup tanpa ikatan, tapi bukan berarti aku tidak punya pacar. Pacarku namanya Josh, di kerja di perusahaan trading. Kami sudah menjalin hubungan selama satu setengah tahun. Kok jadi ngomongin diriku ya? (narsis bgt ya?). Anyway, aku segera bangun untuk bersiap-siap. Aku segera menuju kamar mandi. Seperti biasa,aku langsung melepas piyamaku. Setelah tidak ada sehelai benangpun di tubuhku, akupun mulai menggosok gigi. Sambil menggosok gigi, kuperhatikan tubuhku dicermin yang ada dihadapanku. Tubuhku memang montok, apalagi di bagian pinggul karena aku hampir tidak ada waktu untuk fitness, tapi toh aku tidak perduli, aku bahagia dengan tubuhku ini. Sambil menyikat gigi</div>
<div style="text-align: left;">
ku pegang buah dadaku, yang menurutku biasa saja, tapi tidak menurut teman-temanku. Menurut mereka buah dadaku seperti mau tumpah, mungkin karena aku selalu memakai bra yang tidak menutupi semua buah dadaku. Aku terus meraba buah dadaku sambil terus menyikat</div>
<div style="text-align: left;">
gigi, rasanya geli…lama-lama aku justru lebih fokus pada remasan tanganku daripada menyikat gigiku. Akhirnya aku tersadar… kuputuskan menghentikan kegiatan menyenangkan diriku itu</div>
<div style="text-align: left;">
lalu bergegas bersiap-siap.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Setelah memasukkan barang ke H…. J…ku (nanti dikira dapet sponsor), aku segera melaju ke arah tolmenuju B. Sebelum berangkat aku sempat meminta alamat V, dan dia segera mengirim SMS alamat lengkapnya. Bukan sekali ini aku ke kota B, tapi Baru dua minggu yang lalu Vina pindah rumah ke daerah CL, dan aku tidak tahu sama sekali dimana itu. Aku pikir toh nanti bisa tanya sama orang di jalan. Sesampainya di B, aku mulai mengikuti petunjuk SMS V untuk menuju ke rumahnya, tapi…jalanan di kota B ini sangat membingungkan. Setelah berputar-putar aku memutuskan untuk bertanya. Di depanku aku melihat kerumunan anak SMP yang baru pulang sekolah, aku lalu meminggirkan mobilku untuk bertanya pada salah satu dari antara mereka. “Permisi dik, mau tanya alamat ini”, sambil kutunjukkan isi SMS dari V. “Oooh…dari sini lurus terus nanti ada toko CK, tante belok kiri terus belok kanan, nanti belok kanan lagi, terus ambil kiri, terus ada tanjakan belok ke kanan. Naik terus nanti tanya aja lagi sama orang disitu”, dia memberikan penjelasan panjang lebar. Diberi penjelasan seperti itu aku langsung kebingungan, tanpa pikir panjang aku langsung minta tolong padanya. “Aduh, tante bingung nih! Kamu bisa anterin aja ga? Nanti tante kasih ongkos pulang”</div>
kataku. Dia seperti kebingungan. Aku pun berkata, “Tenang ga akan diculik kok”, kataku sambil tersenyum. Dia makin kelihatan kebingungan. “Kalo kamu takut, ajak saja temen kamu”, aku meyakinkannya, karena aku sudah pusing<br />
mencari alamat V. Akhirnya dia setuju dengan syarat boleh mengjak temannya dan diberi ongkos pulang. Dia pun mengajak dua orang temannya. Aku menyuruh salah satu dari mereka untuk<br />
duduk di depan sebagai penunjuk jalan, lagipula aku tidak mau dikira sepagai sopir antar jemput anak sekolahan sad.gif Didalam mobil aku berkenalan dengan<br />
mereka. Yang duduk didepan bernama Fariz, sedangkan dua temannya yang duduk dibelakang bernama Dharma dan Aziz. Dari obrolan kami ku ketahui mereka baru kelas 2 SMP. Selama perjalanan kuperhatikan mereka semua mencuri-curi<br />
pandang tubuhku. Saat itu aku mengenakan tank top biru muda dan hot pants. Yang paling kuperhatikan tentu saja<br />
Fariz karena dia duduk didepan. Setiap kali<br />
kuperhatikan dia langsung membuang<br />
muka, karena takut ketahuan olehku. Umur- umur segitu anak cowok memang memiliki fantasi seks yang luar biasa. Fariz<br />
terus saja mencuri pandang buah dadaku<br />
yang “luber”. Akhirnya kuputuskan kubiarkan saja mereka melihat payudaraku, kupikir sebagai bahan masturasi mereka nanti…<br />
<br />
Akhirnya sampai juga kami di rumah V. Vina langsung menyambutku, tapi dengan tatapan heran. “Siapa itu Cel?”, tanyanya.<br />
“Oh..mereka guide”, kataku sambil tersenyum pada mereka. “Masuk dulu yuk!”, ajakku pada mereka. “Ga buru-buru kan?”, tanyaku lagi. Akupun mengambil tas<br />
kecilku. Aku dan Vina masuk mendahului<br />
mereka. Rumah V –menurutku sih villa, bukan rumah- berada didaerah yang elite, sehingga jarak antar tetangga tidak terlalu dekat. Vina juga hidup sendiri, sama seperti aku. Dia editor sebuah majalah wanita. Begitu masuk rumah, Vina langsung menunjukkan kamarku, “kamar lo di atas ya Lyn, yang itu tuh”, katanya sambil<br />
menunjukkan kamarku. Kita ngobrol dibawah yuk, katanya kepada ketiga anak itu sambil turun menuju ruang tamu. Aku pun menuju kamarku, ketika baru teringat bahwa aku lupa membawa tas yang berisi pakaian. Aku pun memanggil Fariz, “Riz, bisa minta tolong ambilkan tas tante yang hitam di mobil?”. Fariz tampak terkejut, “Bisa tante”. “Tau cara bukanya kan?”, tanyaku lagi. “Tau kok!”, jawabnya. Akupun memberikan kunci mobilku kepadanya.<br />
Akupun menuju kamarku. Sesampainya<br />
di kamar, aku langsung menutup pintu dan<br />
menuju kamar mandi, aku sudah tidak tahan menahan pipis sejak di tol tadi.Ketika aku baru mengeluarkan pipisku, tiba-tiba Fariz masuk. Akupun terkejut. Sial, aku lupa mengunci pintu kamar dan lupa<br />
menutup pintu kamar mandi karena sudah<br />
tidak tahan. Fariz tampak terkejut melihatku sedang duduk di toilet, “Ma..maaf tante, saya lupa mengetuk pintu”. Dia terpaku di depan pintu. Cepat-cepat kubilang padanya, “Udah cepet masuk tutup pintunya, tar keliatan orang!”.<br />
Masih kebingungan diapun masuk dan<br />
menutup pintu, matanya masih terpaku<br />
padaku. “Lihat apa kamu?”, tanyaku<br />
menyadarkannya. “Eh..ngga liat apa-apa tan”, katanya sambil membalikkan badan.<br />
Setelah selesai akupun berkata padanya, “Maaf ya, tante lupa kunci pintu”. “Ng…ga pa pa tan, saya keluar dulu”, katanya. Busyet polos amat anak ini, pikirku. Tiba-tiba muncul niat isengku, melihatku pipis saja sudah kebingungan bagaimana kalo<br />
melihatku bugil? “Riz, tante bisa minta<br />
tolong lagi ga?”, pertanyaanku menghentikan langkahnya. “Bi..bisa tan”, rupanya dia masih shock. “Tolong pijitin tante dong, tante pegel nih nyetir dari J”, tanyaku. Rupanya permintaanku ini lebih mengagetkannya. Niat isengku semakin<br />
menjadi-jadi. “Nanti tante tambahin deh ongkosnya”, tambaolhku lagi. Rupanya kata-kataku yang terakhir ini membuat dia tersadar. “Bo..boleh deh tan”, katanya. Aku pun memanggil V untuk meminta lotion<br />
untuk membalur tubuhku. “Maungapain lo?”, tanya Vina setengah berbisik kepadaku. “Mau tau aja”, kataku kepadanya. Vina yang merupakan<br />
petualang seks sejati langsung mengerti<br />
maksudku. “Bisa aja lo cari variasi”,<br />
katanya lagi. “Bisa ikutan dong?”,<br />
tanyanya. “Tuh masih ada dua lagi”, kataku sambil menunjuk Dharma dan Aziz. “Wah cerita baru buatblog gue nih”, katanya<br />
bersemangat. Diapun memberikan lotion kepadaku. Akupun menutup pintu tanpa kukunci, toh tidak ada siapa-siapa selain<br />
kami berlima dirumah ini. “Nih lotionnya”, kataku sambil menyerahkan lotion kepada Fariz. Akupun menuju kamar mandi, lalu keluar lagi dengan hanya mengenakan handuk. Aku telah melepaskan semua pakaian dalamku. Perasaan ini mulai membuatku bergairah. Fariz tampak terkejut melihatku, karena handuk yang kukenakan benar-benar hanya menutupi payudara dan kemaluanku saja. Aku pun berbaring telungkup di tempat tidur dan menurunkan handukku sehingga hanya menutupi bagian pantatku. “Ayo..tunggu apa lagi”, kataku kepada Fariz yang tampak tertegun melihat tubuhku yang hampir telanjang. Diapun duduk disebelahku dan mulai menuang lotion ke atas punggungku. Fariz pun mulai memijitku. Aku berusaha memulai pembicaraan untuk memecah kesunyian. “Kamu sekarang kelas 2 SMP ya. Udah punya pacar?”, tanyaku. “Be..belum tan”, jawabnya gugup. “Kamu kok grogi gitu? Belum pernah mijit cewek ya?”, tanyaku jahil. “Be..belum pernah tan”, jawabnya singkat. “Udah..kamu pijit kaki tante aja, soal pegal”. Farizpun mulai memijit kakiku. “Agak keatas sedikit Riz”, kataku sambil mengarahkan tangannya ke pahaku. Dia tampak semakin gugup. Pijatan didekat daerah kemaluanku membuatku secaratidak sadar melebarkan pahaku, menurutku Fariz dapat melihat bulu kemaluanku yang tidak terlalu lebat itu. “Tapi kamu pernah masturbasi kan?”, kataku mulai memancing. “Mmm….”, dia terdiam. “Ga mungkinlah seumuran kamu belum pernah masturbasi”, kataku lagi.<br />
“Pernah tan”, jawabnya pelan. Kamipun terdiam. “Agak keatas lagi Riz”. Farizpun memijit dekat pantatku. “Udah pernah ML?”, kataku makin tak tahan. “Be..belum tan”. Wah perjaka batinku. Aku pun menarik handuk yang menutupi pantatku sehingga kini aku benar-benar bugil.<br />
Fariz benar-benar terkejut. “Sekarang pijitin pantatvtante aja, dari tante duduk nyetir terus”. Farizpun mulai memijit pantatku yang montok bersih itu. Akupun<br />
makin lama makin melebarkan kedua<br />
pahaku. “Riz…”. “Iya tan”. “Kamu mau pegang ‘itu’ tante?”, tanyaku nakal. “Pegang aja Riz, ga pa pa kok”, pancingku lagi. Fariz memindahlan tangannya dari pantatku kea rah kemaluanku. Dia mulai memegang bulu<br />
kemaluanku. Nafsuku makin tidak tertahan. “Gerakin tanganmu maju mundur Riz”, kataku mengarahkan. Arizpun mulai<br />
menggerakkan tangannya di atas kemaluanku. Gesekan antara tangannya dan bulu kemaluannya makin membuat<br />
vaginaku basah. Akupun sedikit menunggingkan badanku untuk mempermudah tangan Fariz bermain di atas kemaluanku. “Masukin jari tengah<br />
kamu Riz”, pintaku setengah memohon.<br />
Farizpun mulai mengerti jalannya permainan ini. Dia mulai memasukkan<br />
jari tengahnya kedalan vaginaku sambil terus menggosok-gosoknya. Sentuhan tangannya sesekali menyentuh klitorisku, dan itu makin membuatku bernafsu.<br />
Suaraku makin lama makin meracau karena keenakan. “Iya Riz..yang itu. Gosok<br />
‘itu’ tante Riz”. “Yang mana tante?”, katanya polos. Akupun tersadar, dia masih terlalu polos. Lalu aku membalikkan tubuhku, sehingga Fariz kini dapat melihat seluruh rubuhku yangtelah bugil dengan leluasa.<br />
“Kamu mau pegang payudara tante?”, tanyaku sambil memgang kedua tangannya dan mengarahkannya ke kedua payudaraku. Aku meremas tangannya<br />
sehingga tangannya itu meremas kedua buah dadaku. Setelah meremas- remas buah dadaku, aku pun menarik kepala<br />
Fariz dan mengarahkannya ke dadaku. Diapun mulai menjilati putingku, mataku terpejam akupun makin mendesah tidak karuan. “Oouuh…aaahh…euuhhh…”, aku mulai liar. Tanganku tidak tinggal diam. Aku mulai meraba celana Fariz dan memegang kemaluannya yang aku yakin sudah tegang daritadi. Tanganku menarik<br />
retsletingnya dan mengeluarkan kemaluannya. Tidak terlalu besar, hanya<br />
sedikit lebih panjang dari genggamanku, mungkin karena ia masih kelas 2 SMP. Tanganku mulai memainkan kejantannya, aku mulai mengocoknya. Akhirnya aku berhenti. Akupun duduk dan mulai melucuti seragam Fariz. Kulihat badannya yang masih polos itu. Kemaluannya baru<br />
sedikit ditubuhi bulu- bulu halus. Aku<br />
menyuruhnya terlentang. Akupun mulai melakukan oral kepadanya dalam posisi<br />
berlutut. “Hmmph…mmph…mmphh”, suara mulutku yang sedang mengulum batang kemaluannya sambil tanganku memainkan kedua bolanya. “Aahhhh…ahhhh…enak tan”, Fariz berteriak keenakan. Fariz merubah posisinya dari tidur menjadi duduk. Tangannya kini memainkan buah<br />
dadaku. Sesekali aku berhanti mengulum<br />
batang kejantanannya untuk menikmati<br />
remasan tangan Fariz. Tangan kiriku kini beralih memainkan klitorisku. Aku benar benar menikmati semua ini. Tiba-tiba Fariz<br />
berteriak, “Aa..aa..aaahhhhh, geli banget tan. Aaahh..aaahh…aaahhh… ma..ma..mau<br />
kkkelluuaaarrr”, aku makin mempercepat<br />
mulutku dan makin menghisap kuat-kuat<br />
batang kejantannya. Tidak berapa lama….. “AAAAHHHHHHH…AAAHHHHHH AAAAHHHHHH”, Fariz mengeluarkan cairan spermanya didalam mulutku. Aku sempat terkejut, karena banyak sekali cairan sperma yang dikeluarkan anak<br />
kelas 2 SMP ini. Tapi itu kupikir karena jarang sekali bermasturbasi. Sperma yang telah dikeluar didalam mulutku ku keluarkan lagi ke atas batang kemaluannya, hanya untuk kuhisap lagi. Fariz terlihat begitu menikmati oral seks ini. Akhirnya kutelan semua sperma Fariz, dan kuhisap lagi kemaluannya untuk membersihakan sisa- sisa spermanya. “Enak Riz?”, tanyaku<br />
puas. “Enak banget tante. Beda ya sama<br />
masturbasi”, jawabnya polos.<br />
<br />
Aku hanya tertawa sambil menjawab, “ada<br />
yang lebih enak, mau?”. Akupun mulai<br />
mengulum kembali batang kejantanan Fariz yang telah terkulai. Aku sengaja melakukan oral terlebih dahulu kepada<br />
Fariz, supaya nanti saat permainan utama dia tidak cepat ‘keluar’. Pelan-pelan aku mulai menjilati kemaluannya. Posisi Fariz kini tiduran kembali dengan kedua kaki diangkat, sehingga kepalaku berada<br />
dikedua pahanya. Jilatanku mulai berubah menjadi kuluman. Semakin lama semakin<br />
cepat, akupun mulai memperkuat hisapanku pada kepala penisnya. Sesekali paha Fariz menjepit kepalaku menahan rasa geli di penisnya. Ketika penis fariz telah berdiri lagi aku menghentikan oralku.<br />
“Eh..kenapa tante?”, tanyanya heran. “Gantian dong, masa kamu aja yang enak?!”, kataku. “Maksudnya?”. Akupun mulai berbaring dan menarik Fariz ke pelukanku. Akupun mulai menciumnya.<br />
Mula-mula dia seperti risih, tetapi permainan lidahku mulai mengajarinya untuk berciuman. Kami terus berpelukan sambil berciuman, sesekali penisnya menyentuh klitorisku dan ini membuatku makin menggila. Puas berciuman aku<br />
mengarahkan kepalanya ke bauah dadaku. Kini Fariz telah tahu apa yang harus dilakukan. Nafsuku makin tak tertahan. Aku mengangkat kepala Fariz, “Riz, jilatin ‘itu’ tante”. “Yang mana tante?”. Aku mengambil posisi bersandar pada pinggiran tempat tidur. Kutekuk pahaku dan kubuka lebar-lebar pahaku. Kedua tanganku memegang vaginaku, jari-jariku menyisir bulu kemaluan. Setelah terlihat jelas kemaluanku yang telah basah dari tadi, kutunjukan klitorisku dengan kedua jari telunjuk. “Yang itu Riz, jilatin ‘itu’<br />
tante”, pintaku setengah memelas. “Yang ini tante?”, katanya sambil menyentuh klitorisku. Sontak aku menggelinjang,<br />
sentuhan tangan Fariz pada klitorisku membuat tubuhku seperti melayang.<br />
Dia tampaknya menikmati hal ini.<br />
“Yang ini ya?”, tanyanya lagi sambil mulai<br />
memainkan klitorisku. “Aaaahhhh…ii..iiyyaaa… yang itu. Ka..kha..kamu<br />
nakal ya”, kataku mulai terengah-engah.<br />
“Aaaahhhh… oouuuhh….uuuhhhhh….jilatin<br />
aja Riz”, kataku tak tahan sambil menurunkan kepalanya kekemaluanku. Fariz mulai menjilati vaginaku, mula-mula<br />
meras aneh, mungkin karena aroma khas<br />
vagina yang telah basah. Akupun makin<br />
melebarkan pahaku, sambil tanganku<br />
membuka vaginaku agar tampak klitorisku<br />
oleh Fariz.<br />
<br />
“Jilatin yang ini Riz”, kataku sambil<br />
menunjukkan letak klitoris. Fariz mulai menjilati klitorisku dengan lidahnya. Akupun memegang kepalanya dan menggerakkan kepala Fariz naik turun<br />
di atas klitorisku. Gerakan lidah Fariz yang<br />
kasar menari diatas klitorisku membuatku<br />
hampir mencapai orgasme. Cepat-cepat kuangkat kepala Fariz dan kutarik badannya kearahku. Dengan tisak sabar<br />
kupegang batang kemaluannya yang telah<br />
keras kembali, kuarahkan ke vaginaku.<br />
Cllep…bleessshhh… penisnya langsung<br />
masuk kedalam vaginaku yang sudah<br />
semakin basah. “Aaaaahhhh…”, teriakku.<br />
Aku mulai memegang pinggang fariz dan<br />
menggerakkannya maju mundur. Plok..plok..plookk…cloopps clooppss….suara<br />
selangkangan kami beradu ditengah semakin banjirnya cairan vaginaku. “Ooooohhh…aaahhhhh aaahhh…..aaahhh….aaaa..aaaaa….aaaahhhh… terus Riz…eennaaak”, teriakku. Aku mulai manarik-narik rambutnya, sambil sesekali kuciumi Fariz dengan brutal.<br />
“Hmmmppph..hmmmpp.....aahhhh..hmmpphh…ooohhh….ohhh....yyeesss..hmmmppphhhh”.<br />
Kakiku kini melingkari pinggang Fariz agar<br />
penisnya bisa masuk sedalam-dalamnya<br />
kedalam vaginaku. Tubuhnya menempel<br />
dengan tubuhku, kamipun bermandikan<br />
keringat. Sensasi bersetubuh dengan<br />
bocah polos yang masih perjaka ini benar-benar membuatku bernafsu. Tangan Fariz mulai memainkan kembali buah dadaku. Tidak berapa lama aku merubah posisi. Aku<br />
berjongkok di atas Fariz. Ku pegang penisnya dan kumasukkan kedalam<br />
vaginaku. Plok..plok..plok..vaginaku<br />
berbunyi karena sangat basah. Kugoyangkan badanku maju mundur, penis<br />
Fariz melesak penuh kedalamku. Goyangan ini makin menggesek klitorisku.<br />
“Aaahhhhh...ooouuuhhhhh….eenaaaakkkkkk”. Aku tahu sebentar lagi fariz akan ejakulasi yang kedua, sehingga aku marubah posisiku menjadi “doggy style”.<br />
Tubuhku bersandar pada sandaran tempat<br />
tidur. Fariz tanpa permisi langsung<br />
memasukkan penisnya dengan tidak sabar.<br />
“Ah!” jeritku. Fariz makin tidak<br />
sabaran. Dia terus memompa vaginaku<br />
dengan batangnya, batang yang baru sekali<br />
ini merasakan nikmatnya dunia. Dia<br />
terus menggerakkan tubuhnya maju mundur, makin lama makin<br />
cepat, sambil tangannya memegang pinggulku. “Ah..ah..ah…teerrruuus<br />
Riz….terruuusss…..aaaaahhhh”. “Tan, Faarriizz maau kke…..lluaarr….giimaannaa<br />
nihhhh…..aahhhh…ahhh?”. “Ahhh…aahhh…kkee… ahh…keeluaarinn aja Riz…<br />
aahhhhh”. Plok..plook…clooppss….cloppss…. Akupun mulai bersiap<br />
meneriam muntahan sperma fariz didalam<br />
vaginaku, akupun mulai mencapai orgasme yang sejak tadi kutahan. “Aahhhhh…<br />
tteerrruuussss Rizzzzz…tante<br />
ju….Ah!..ga mau keeluuuarrr……aaahhhhh…terusss”. Fariz terus mempercepat kocokan penisnya di dalam<br />
vaginaku. “aahhahhh..AAAAHHHHHHHHH….!!!!”<br />
Fariz memuntahkan seluruh spermanya didalam vaginaku. Kurasakan semprotan<br />
kuatnya di dinding vaginaku, seperti<br />
dikejutkan oleh sengatan listrik.<br />
Vaginaku langsung terasa hangat dan basah oleh cairan spermanya, tapi aku<br />
tidak menghentikan goyangannya. Tidak<br />
berapa lama….“Oh…oh…oh…<br />
ah..ah..ah..ah..ah..AAAAHHHHHHH!!!!”,<br />
akupun berteriak karena orgasme. Vaginaku makin basah oleh karena cairan kami berdua. Aku tidak membiarkan Fariz<br />
melepaskan penisnya dari vaginaku, sambil<br />
menggoyang- goyangkan pinggulku.<br />
“Gimana Riz, lebih enak dari yang tadi kan?”, tanyaku.<br />
“He..he..he..iya tan, jauh lebih enak”, jawabnya sambil mengikuti goyangan pinggulku. Bersamaan dengan mengecilnya penis Fariz, keluar jugalah cairan spermanya dari dalam vaginaku. Cairan sperma itu langsung menempel<br />
pada kami berdua. Aku langsung berbalik dan menghisap cairan sperma yang ada pada penis Fariz. Sambil merasa kegelian<br />
Farisz berkata, “Makasih ya tan, ga rugi<br />
nganterin tante”. “Aku juga ga rugi dianterin kamu”, jawabku singkat lalu<br />
kembali mengulum penis Fariz.<br />
Setelah penis Fariz bersih dari sperma<br />
kamipun berbaring terlentang tanpa<br />
pakaian.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-7117182341448032942017-01-17T18:31:00.001-08:002017-01-18T18:51:46.173-08:00Cerita Sexs Bersama Istri Dan Gadis Perawan Cantik<b>Cerita Sexs Bersama Istri Dan Gadis Perawan Cantik</b> - Cerita ini aku sampaikan karena beberapa minggu kemarin aku mengalami kejadian yang sangat indah, kenapa karena aku bisa memperdayai gadis yang masih perawan, dan kuambil keperawanan dia, begini ceritanya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-RVio758gECc/WH7TebzqAZI/AAAAAAAAABs/bk-6yGY09AIY7qrGnmbdqACssCbhOkZzgCLcB/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://3.bp.blogspot.com/-RVio758gECc/WH7TebzqAZI/AAAAAAAAABs/bk-6yGY09AIY7qrGnmbdqACssCbhOkZzgCLcB/s320/images.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Saat ini aku sudah keluarga, tapi aku mempunyai wanita lain yang aku juga cintai aku sering memanggil dia sebutan istriku. Singkat cerita Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa langsung ke arahku dan istriku kalah dengan radiasi matahari yang tembus melalui kaca-kaca jendela.<br />
Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan, kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku mengisinya.<br />
Dalam setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena seragamnya yang cukup kontras dengan warna sekelilingnya. Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih, cukup serasi dengan warna-warni seragamnya.<br />
Ia terlalu manis untuk bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah tempat yang pantas baginya untuk bekerja.<br />
Aku sempat khawatir kalau ia tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum dan menawarkan produknya.<br />
Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata, Buka dong kacanya.. Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar. Meluncurlah kata-kata standar yang ia ucapkan setiap kali bertemu calon pembeli.<br />
Suaranya enak didengar, tapi aku tak menyimaknya. Aku malah balik bertanya,<br />
Kamu ngapain kerja di sini? Mom, kita kan masih perlu sekretaris, kenapa tidak dia aja kita coba.<br />
Ya, boleh aja, jawab istriku.<br />
Gimana mau? tanyaku kepada gadis itu.<br />
Mau.. mau Mas, katanya.<br />
Setelah kenalan sebentar dan saling tukar nomor telepon, kulanjutkan perjalananku setelah mengisi bensin sampai penuh.<br />
Istriku akhirnya tahu kalau maksudku yang utama hanyalah ingin berkenalan dengannya. Ia sangat setuju dan antusias.<br />
Malam sekitar jam 20:00 HP istriku berdering, sesuai pembicaraan ia akan datang menemui kami. Setelah diberi tahu alamat hotel kami, beberapa saat kemudian ia muncul dengan penampilan yang cukup rapi.<br />
<br />
Ia cepat sekali akrab dengan istriku karena ternyata berasal dari daerah yang sama yaitu Jawa Barat. Tidak sampai setengah jam kami sudah merasa betul-betul sebagai suatu keluarga yang akrab. Ia sudah berani menerima tawaran kami untuk ikut menginap bersama.<br />
Ia sempat pamit sebentar untuk menyuruh sopir salah satu keluarganya untuk pulang saja, dan telepon ke saudaranya bahwa malam itu ia tidak pulang. Setelah cerita kesana-kemari akhirnya obrolan kami menjurus ke masalah seks.<br />
Setelah agak kaku sebentar kemudian suasana mencair kembali. Kini dia mulai menimpali walau agak malu-malu. Singkat cerita dia masih perawan, sudah dijodohkan oleh keluarganya yang ia belum begitu puas.<br />
Keingintahuannya terhadap masalah seks termasuk agak tinggi, tapi pacarnya itu sangat pemalu, termasuk agak dingin dan agak kampungan walau berpendidikan cukup. Kami ceritakan bahwa dalam masalah seks kami selalu terbuka, punya banyak koleksi photo pribadi, bahkan kali ini kami ingin membuat photo ketika bercinta.<br />
Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya, ajak istriku. Nih kamu pakai kimono satunya, kata istriku sambil memberikan baju inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam.<br />
Ia dan istriku sudah merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi, leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya.<br />
Aku menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku untuk mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa. Tampak ia agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.<br />
Setelah aku mengajarinya bagaimana menggunakan kamera yang kuberikan itu, kemudian kuteruskan mencumbu istriku. Dengan telaten kucumbu istriku dari ujung kepala sampai ujung kaki.<br />
Kini tamuku tampaknya sudah menguasai keadaan, ia dengan leluasa mengintip kami dari lensa kamera dari segala sudut. Akhirnya istriku mencapai klimaksnya setelah liang senggamanya kumainkan dengan lidah, dengan jari, dan terakhir dengan batang istimewaku.<br />
<br />
Sedangkan aku belum apa-apa. Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya, kata istriku. Ah Mbak ini ada-ada aja, kata Rini malu-malu. Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak menolak.<br />
Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau malu.<br />
Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan kepada istriku. Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan pantatnya.<br />
Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur.<br />
Kukulum bibir mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang menarik nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.<br />
Tidak terlalu susah aku membuka kimononya, sejenak kemudian tampak pemandangan yang cukup mempesona. Dua bukit yang cukup segar terbungkus rapi dalam BH yang pas dengan ukurannya. Kulitnya putih, bersih dengan postur badan yang cukup indah.<br />
Sejenak aku menoleh ke bawah, tampak pahanya cukup menawan. Sementara itu onggokan kecil di selangkangan pahanya yang terbungkus CD menambah panorama keindahan.<br />
Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan.<br />
Kini kedua bukti itu kuremas perlahan. Ia mendesah, Eeehhh.. Tatkala kukulum puting susunya, badannya refleks bergerak-gerak, desahnya pun semakin jelas terdengar. Kuulangi lagi cumbuanku dari mulai mengulum bibirnya, mencium pipinya, kemudian lehernya.<br />
Kemudian kuciumi lagi bukit-bukit indah itu, dan kemudian kupermainkan kedua puting susunya dengan lidahku. Gelinjangnya semakin terasa bergerak mengiringi desahannya yang terasa merdu sekali.<br />
Petualanganku kuteruskan ke bagian bawahnya. Ia mencegah ketika aku akan membuka CD-nya yang merupakan pakaian satu-satunya yang tersisa. Ya nggak usah dibuka ujarku, Aku elus-elus aja ya bagian atasnya pakai punyaku, bujukku.<br />
Ia tidak bereaksi, tapi aku langsung saja menyingsingkan CD-nya ke bawah. Tampaklah dua bibir yang mengapit lembah cintanya dihiasi bulu-bulu tipis. Kupegang burungku sambil duduk mengangkang di atas kedua pahanya, kemudian kuelus-eluskan burung itu ke ujung lembah yang sebagian masih tertutup CD.<br />
<br />
Agak lama dengan permainan itu, akhirnya mungkin karena ia juga penasaran, maka ia tidak menolak ketika kulepaskan CD-nya. Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa. Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa.<br />
Tak lama kemudian cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya. Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih perawan agak susah juga untuk menembusnya.<br />
Ketika kucoba untuk memasukkan burungku ke dalam lembah sorganya, tampak bibir-bibir kenikmatannya ikut terdorong bersama kepala burungku.<br />
Menyadari alam yang dilaluinya belum pernah dijamah, aku cukup sabar untuk melakukan permainan sampai lembah kenikmatannya betul-betul menerimanya secara alami.<br />
Gelinjang, desahan, dan ekspresi wajahnya yang sedang menahan kenikmatan membuatku semakin bersemangat dan lebih percaya diri untuk tidak segera ejakulasi. Ia sudah tidak menyadari apa yang sedang terjadi.<br />
Akhirnya kepala burungku berhasil menembus lubang kenikmatan itu. Kuteruskan permainanku dengan mengeluarkan dan memasukkan lagi kepala burungku. Ia merintih kenikmatan, ia pasrah saja dengan keadaan yang terjadi, karena itu aku yakin bahwa rintihan itu bukan rintihan kesakitan, kalaupun ada, maka akan kalah dengan kenikmatan yang diperolehnya.<br />
Selanjutnya kulihat burung yang beruntung itu lebih mendesak ke dalam. Aku sudah tidak tahan untuk memasukkan seluruh burungku ke tempatnya yang terindah. Kemudian kurebahkan badanku di atas tubuhnya yang indah, kuciumi pipinya sambil pantatku kugerakkan naik turun.<br />
Sementara burungku lebih jauh menjangkau ke dalam lembah nikmatnya. Akhirnya seluruh berat badanku kuhempaskan ke tubuh mungil itu. Dan.., Blesss. seluruh burungku masuk ke dalam surga dunia yang indah. Ia mengerang, gerakan burungku pun segera kuhentikan sampai liang kewanitaannya menyesuaikan dengan situasi yang baru.<br />
Setelah agak lama aku pun mulai lagi memainkan gerakan-gerakanku dengan gentle. Kini ia mulai mengikuti iramaku dengan menggerak-gerakkan pinggulnya. Selang berapa lama kedua tangannya lekat mencengkram punggungku, kakinya ikut menjepit kedua kakiku.<br />
Kemudian muncul erangan panjang diikuti denyut-denyut dari lembah sorganya. Eeehhh desahnya. Aku pun sudah tidak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh kenikmatan, segera kucabut burungku kemudian kumuntahkan di luar dengan menekan ke selangkangannya.<br />
Eeehhh erangku juga. Kami berdua menarik nafas panjang. Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku.<br />
Tampak tempat tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia pun segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk tidak menyesali apa yang pernah terjadi.<br />
Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out. Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan bekerja di perusahaan temanku, begitulah cerita singkat yang aku alami.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-36197509913455548282017-01-17T07:26:00.001-08:002017-01-17T07:26:40.033-08:00Cerita Sexs Sama Gadis Cantik Jepang Perawan<b>Cerita Sexs Sama Gadis Cantik Jepang Perawan</b> - Namaku Tora, fisikku bisa dibilang mendekati sempurna, dengan tinggi badanku 175cm, rambut pendek jegrak, dan wajahku yang manis karena dihiasi dengan lesung pipi diwajahku. Kepindahan kedua orang tuaku ke kota ada berkahnya juga. Dikota pergaulanku semakin luas hingga aku mendapatkan kenalan sorang wanita jepang. Namanya adalah Aiko, orangnya sangat putih, bibir yang tipis dan mata yang sipit, biasa keturunan jepang. Ternyata mamah Aiko ini asli jepang dan papahnya asli Kalimantan, mereka berdua menikah dan melahirkan Aiko tersebut. Aku berkenalan sama Aiko ini saat aku mengahdiri acara ulang yahun temanku, Aku dikenalkan oleh seorang temanku namanya Faris. Setelah perkenalan ini akhirnya aku berhubungan lebih lanjut dengan Aiko sampai akhirnya aku jadian sama Aiko. Setelah kita pacaran kita sering keluar jalan-jalan, nonton, dan maen kemana aja. Pernah juga sesekali aku mengajaknya bercinta meski masih dalam masih bercinta setandart saja.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-Hr_ULzcifx8/WH43mGcCJZI/AAAAAAAAABc/Fp7sPmfg9VgOBsUS-9YiXteCbEQX5-9QgCLcB/s1600/jp3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://4.bp.blogspot.com/-Hr_ULzcifx8/WH43mGcCJZI/AAAAAAAAABc/Fp7sPmfg9VgOBsUS-9YiXteCbEQX5-9QgCLcB/s320/jp3.jpg" width="210" /></a></div>
<br />
Hari minggu waktu itu, Aiko mengajaku untuk menonton, katanya ada film yang bagus. Aku pun menurutinya. Lantas kujemputlah Aiko ini dirumahnya, sampai dirumah Aiko lantas aku berpamitan kepada kedua orang tua Aiko, Menujulah kita ke XXI. Semabri menunggu Aiko memesan tiket, aku membeli makanan dan minuman sebagai cemilan didalam bioskop. Setelah masuk bioskop ternyata Aiko memilih bangku belakang. Setelah 15 menit nonton film tersebut, aku pun merasa bosan. Tapi aku pura-pura menikmatinya agar Aiko merasa senang. Sejenak terlintas dalam pikiranku aku ingin melakukan sensasi bercinta bersama Aiko yaitu didalam bioskop ini. Lantaslah sembari menonton film tersebut aku memikirkan gimana cara memulainya<br />
<br />
Susana gedung bioskop yang sepi semakin membuat gairahku semakin meningkat melakukan sensasi bercintaku ini. Aku memulai dengan memegang tangan Aiko, sambil memegang tangan Aiko sesekali aku menggelitik tangan Aiko sebagai tanda, tapi si Aiko malah ketawa-ketawa aja. Aku berganti dengan merangkulnya, Aiko pun diam saja. Naaah inilah saatnya, dengan pelan-pelan aku mencium kepala Aiko, tp masih diam saja. Kucium lagi keningnya dan “Aaahh sayang kok cium terus”ujar Aiko. Aku tersenyum dan “gak papa sayang, sayang cantik, sensasi yuuk sayang” ajakku lirih disebalh telinganya. “Aaaahhh masak iya disini sayang, aneh-aneh aja kamu sayang” jawab Aiko. “kan namanya juga sensasi sayang ya mau dimana lagi, mumpung sepi juga ni sayang” ujarku. Tanpa menunggu Aiko menjawabnya tanganku langsung memegang pipi Aiko dan aku langsung mencium bibirnya.<br />
<br />
Cerita Sex Rangsangan Gadis Jepang – Kunikamtinya bibir tipisnya yang mungil itu, dan Aiko pun membalas ciumanku. Dan berpagutanlah kita didalam bioskop itu. Ruangan yang agak panas karena AC yang mungkin sudah rusak membuat aku semakin bergairah. Kulumat semua bibir Aiko, kumainkan lidahku didalam rongga mulut Aiko, dan Aiko pun membalas permainan lidahku. Setelah beberapa menit kita saling berpagutan, tanganku pun tak tinggal diam, tanganku mulai memegang payudara Aiko, lalu kuremas-remas kedua bukit kembarnya itu. Sambil meremas-remas payudara Aiko akupun menjilati leher Aiko, terus jilatanku menuju kebelakang telinga Aiko. Dan saat kujilat bagian belakang Aiko keluarlah desahan dari mulut Aiko, ini dia titik lemah Aiko. Ketika Aiko sudah terangsang dengan jilatanku kini Tanganku terus merayap membuka kancing celana jeans-nya dan menarik retsleting dan terus masuk ke dalam celana dalamnya sampai mendapatkan bukit berbulu halus.<br />
<br />
Kuusap-usap bukit itu dan jariku mulai mencari liang kemaluan yangtelah mulai basah keenakan. Jariku mulai memasuki lubang kemaluan itu dan terus bermain masuk-keluar, mulut mungilnya terus mendesah dan badannya sedikit mengejang. Kurasakan bertambah basah kemaluannya, ternyata dia orgasme lagi. Kuambil tangan kanannya, kuantar ke kemaluanku, Aiko seakan mengerti dan membuka kancing dan menarik retsleting celanaku. Ditangkapnya batang kemaluanku yang sudah mulai menegang dipermainkannya, aku cuma berbisik, “Kocok dong!” Ia pun mengerti, tangannya mulai bermain ke atas dan ke bawah membuatku keenakan. Mungkin ia melihat mataku terpejam keenakan. Aiko terus mempermainkannya dengan tempo yang bertambah cepat, aku cuma bisa mendesah “Terus Aiko, enak.” Semakin cepat tempo yang dilakukan,semakin berdesir darahku. Tangan Aiko membuka lebih lebar retsletingku agar lebih leluasa tangannya bermain di kemaluanku.<br />
<br />
Permainan dimulai lagi perlahan dan lama kelamaan semakin cepat. “Jim kenapa? Enak ya.” Aku cuma tersenyum sambil mengangguk. “Aah.. ahhhsedikit lagi nich terus… ach.. ach… achhh…” keluar sudah air maniku, aku segera menciumnya dengan penuh nafsu. Aiko berkata, “Ih kok elo kencing sih… tangan gua basah nich.” Aku segera berbisik menjelaskan apa yang terjadi, kulihat dia mengerti dan segera berbisik lagi, “Ada tissue nggak?” Ia pun segera mengambil tissue dan mulai mengelap kemaluanku yang telah basah tadi.<br />
<br />
Aku cuma berbisik, “Makasih ya, enak loh, belajar dimana?”.<br />
Aiko tersenyum dan berbisik, “4:28 PM 3/01/2017″Loh kan elo yang ngajarin.”<br />
“Iya bener,” jawabku sambil tersenyum.<br />
<br />
Film pun berakhir, kami pulang ke rumahnya dan pucuk di cinta pun telah tiba, ayahnya belum sampai di rumah, kedua adiknya tidak pulang karena harus menginap di rumah saudaranya. Aku pun tidak mau merugi. Kumanfaatkan kesempatan, “Mau yang lebih enak nggak?” kutarik tangan Aiko dan mulai kukulum bibir mungilnya. Tanganku pun mulai aktif bermain di kedua bukit kembarnya. Kutekan ke dalam puting susunya ia pun mendesah “Ach…” entahmengapa semakin aku mendengar desahan Aiko semakin ganas mulutku bermain. Kujilati seluruh leher dari mulai tengkuk sampai ke lehernya, desahan Aiko pun semakin merangsangku. Sesekali kukulum bibir mungil Aiko. Ia pun sudah mulai mengerti dengan membalas kulumanku. Kujulurkan lidahku ke mulut Aiko dan memancing agar lidahnya juga terjulur. Aku pun mengajarkan secara tidak sengaja “French Kiss” yang menurut sementara orang merupakan cara berciuman yang paling nikmat.<br />
<br />
Tanganku semakin aktif kubuka baju Aiko sampai terlihat kedua bukit kembar menantang ditutupi BH warna pink. Kutarik tangan Aiko ke arah kemaluanku. Kubuka BH penghalang itu dan lidahku mulai bermain, kujilati kedua puting susu kemerahan itu bergantian. Semakin kujilati dengan mesra semakin nikmat yang Aiko rasakan. Sesekali kupandang mata Aiko yang terpejam merasakan nikmatnya. Sesekali kusedot dan “Ach… Jim terusss… Jim, enak bener… achh.. achhh Jim enakkk… terusss.” Kata-kata itu terus keluar dari mulut Aiko yang mungil. Lidahku semakin lincah mendengar suara desahan itu. Kujilati terus seluruh bukit kembar itu dan terkadang leher jenjang Aiko sampai ia merasakan nikmatnya permainan ini dan akhirnya, “Aachhh…”tubuh mungil itu menggelinjang. Aku segera mengerti bahwa Aiko telah orgasme untuk yang pertama. Tangan Aiko sudah semakin mengerti, dibukanya kancing dan restletingku, dipegangnya batang pusaka itu dan dimainkannya naik turun. Perlahan tapi pasti dan dengan tempo yang semakin cepat. “Achhh…” kurasakan semakin nikmat. Ternyata memang tak percuma pengalaman di bioskop tadi yang kuajarkan.<br />
<br />
Darahku semakin berdesir, rasa nikmat tiada duanya kudapat. Segera kutundukkan kepala Aiko sambil kubisikkan, “Isep dong!” Aiko pun mengangguk dan mulut mungil itu telah bermain dengan kemaluanku. Dijilatinya dari kepala sampai batang dan sesekali dimasukkannya batang itu ke mulutnya sambil kurasakan hisapan hangatnya. Tangan Aiko pun tak berhenti bergerak naik turun. Sesekali dihisapnya ujung kemaluanku, kulihat pipinya menggembung akibat mulutnya kemasukkan batang wasiat peninggalan nenek moyang. “Achhh…” keluar desahan dari mulutku. Semakin nikmat kurasakan, aku pun segera menarik Aiko, kubuka celana jeans-nya dan kuarahkan lidahku kekemaluannya yang sudah membasah. Kujilati terus lubang kemerahan itu dan sampai ke klitoris merah yang menantang. Kujilati terus dengan perlahan tapi pasti. Terus kupandangi wajah Aiko yang terpejam kenikmatan. Tangan Aiko sesekali memegangi kepalaku menahan nikmat yang kuberikan. Kupandangi lubang kenikmatan itu. Jari-jari nakalku mulai bermain. Kumasukkan jari telunjukku ke dalam kemaluan Aiko. Kupermainkan kemaluan itu dengan jariku, keluar-masuk. Terus kulakukan sambil sesekali menambah tempo lebih cepat. Aiko pun menggelinjang, “Achh… achh… achhh…” Keluarlah air kenikmatan membasahi kemaluan Aiko.<br />
<br />
Kulihat Aiko terkulai kenikmatan, kutarik badannya dan kutempatkan di sofa single dengan posisi menantang menghadapku. Kuarahkan batang kemaluanku ke lubang kemaluan Aiko sambil kuangkat kedua kaki indah itu di atas pundakku. Kuangkat sedikit pantat indah itu agar semakin mudah batangku mengarah. “Echh.. echhh… blessss…” akhirnya berhasil juga batang wasiat itu masuk, terus kugerakkan keluar masuk. Kulihat Aiko terbujur sambil matanya yang terpejam merasakan nikmatnya suasana. “Terus… terus… Jim, perlahan-lahan biar nikmat.” Aku terus tanpa peduli memacu kemaluanku sampai akhirnya… “Achhh….” keluarlah air mani dari kemaluanku dan Aiko pun menggelinjang menahan air nikmat yang keluar dari kemaluannya. Kami terkulai lemas, kulihat Aiko tersenyum sambil berbisik, “Mau lagi dong!” Aku pun semakin tertantang, kutarik kepala Aiko dan sedikit kutundukkan, Aiko pun mengerti. Segera mulut mungil itu bermain di kemaluanku menjilati sampai bersih air maniku. Setelah bersih, kembali mulut mungil itu bermain dengan tongkat wasiatku. Batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya dan tangan kanannya bermain naik turun. Batang kemaluanku pun yang telah kuncup kembali menegang, darahku kembali berdesir. Nikmat yang kurasakan terasa lebih nikmat. Aku tak kuasa berkata-kata cuma desahan dan nikmat yang luar biasa yang bisa kurasakan.<br />
<br />
Setelah tak tahan merasakan nikmat yang luar biasa, aku pun berbalik menarik Aiko untuk membangkitkan lagi rangsangan untuknya. Kujilati Kedua payudara menantang dan terus lidahku bermain sampai mengarah ke lubang kemaluan Aiko. Kujilati habis bagai anjing yang kehausan, terus kujilati sambil sesekali melirik Aiko yang semakin teransang kenikmatan. Kubukalebar kedua paha Aiko sehingga terlihat lubang menganga yang menunggu kedatangan batang wasiatku. Kujilati klitoris kemerahan dengan perlahan tapi pasti, “Achhh…” Aiko kembali mencapai orgasme. Melihat Aiko terkulai lemas kuangkat badannya sehingga menghadap membelakangiku. Kuangkat sedikit pantat Aiko sehingga membuat posisi menungging atau kalau orang barat bilang “doggy style”. Kuarahkan batang kemaluanku, tetapi terasa sulit sekali untuk masuk. Terus aku berusaha sampai akhirnya kubuka sedikit kedua paha Aiko. Kuhujam batang kemaluanku dan akhirnya dengan sedikit usaha masuk kembali batang itu ke kemaluan Aiko. Tanganku berpegang pada kedua pinggul Aiko dan perlahan tapi pasti kupacu batang kemaluanku keluar dan masuk lubang kemaluan Aiko. Agak seret memang posisi ini dibanding posisi sebelumnya, sehingga agak sulit bagiku untuk menambah tempo, tapi aku terus berusaha menambah tempo. Semakin cepat dan semakin cepat, “Jim pelan-pelan, sakit,” tiba-tiba kata-kata itu keluar dari mulut Aiko.<br />
<br />
Sebentar kupandang wajah Aiko yang meringis kesakitan, “Tapi enak kan?” Kulihat Aiko mengangguk, maka semakin tidak pedulilah aku terus memacu gerakan keluar masukku. Terus kupacu sampai sekitar 15 menit kurasakan cairan hangat mulai membasahi kemaluanku. Aiko mulai terkulai lemas, tanpapeduli terus kupacu batang kemaluanku untuk terus mencapai klimaks. Memang terasa lebih lama permainan yang sekarang dibanding permainan tadi, terus kupacu sampai akhirnya kurasakan sesuatu akan melesak keluar dari kemaluanku. Kucabut keluar batang kemaluanku dan kubalikkan badan Aiko yang sudah terkulai lemas. Kukocok sendiri batang kemaluanku dengan tempo tinggi sampai akhirnya “Achhh… ssshhh…” keluar air maniku dan kuarahkan ke payudara Aiko. Aku pun terkulai lemas dan kubisikkan Aiko agar mengusap air maniku ke seluruh permukaan payudaranya. “Biar lebih kenceng,” kataku. Aiko cuma diam dan melakukan apa yang kuinginkan. Setelah selesai, “Masih mau yang lebih enak lagi?” tanyaku. “Iya dong,” jawab Aiko sambil terkulai lemas. Aku cuma mengangguk sambil mengingatkan bahwa ayahnya sebentar lagi pulang.<br />
<br />
Kami segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Betul saja tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil, aku segera keluar membukakan pintu garasi. “Selamat malam Om,” sapaku. Ayah Aiko hanya tersenyum dan masuk ke rumah. Setelah bercanda sebentar aku pun pamit pulang. Kubisikkan, “Nanti gua ajarin lagi yang lebih enak.” Aiko cuma tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Aku pun segera pulang dengan hati senang.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-70542620779100161442017-01-15T17:42:00.003-08:002017-01-15T17:42:58.641-08:00Enak Nya Sexs Sama Remaja Cantik Perawan<b>Enak Nya Sexs Sama Remaja Cantik Perawan</b> - Namanya Nur Cahya Ningrum, anak cantik bintang SMU di kotanya. Gadis ini tinggi dan berbody aduhai sekali. Setiap mata pria yang memandangnya pasti langsung tertuju pada matanya yang indah dengan bulu mata yang lentik lalu turun kearah bibirnya yang memang sensual itu dan terakhir adalah pada buah dadanya yang cukup besar untuk ukuran anak SMU.<br />
Ujian akhir sudah dekat dan gadis ini yang tergolong otaknya encer langsung mengikuti bimbingan belajar yang khusus dibuka saat Ujian Akhir Nasional tiba. Hasilnyapun tidak mengecewakan karena setelah pengumuman hasil ujian diberitakan, dia menempati urutan ke 15 dari SMU nya dan itu sudah tergolong sangat baik mengingat SMU tempat Ningrum belajar adalah SMU favorit di kota W.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-wzFUrMNfMb4/WHwlBsC1LLI/AAAAAAAAABM/xIa98PJJ7i49JPPCXHCApvIdmk1LJctzwCLcB/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-wzFUrMNfMb4/WHwlBsC1LLI/AAAAAAAAABM/xIa98PJJ7i49JPPCXHCApvIdmk1LJctzwCLcB/s320/images.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
“Hai Rum. Gimana hasil ujian kamu? Pasti dapat peringkat yang tinggi yah?” Tanya seorang teman pria-nya.<br />
Pemuda ini bertubuh kecil dan merupakan mantan dari Ningrum, mereka pernah pacaran waktu masih SMP kelas dua dan putus setelah lulus SMP karena ketidak cocokan dan terang saja pemuda ini tersingkir karena di SMU yang baru, Ningrum sudah menjadi kembang sekolah yang baru dan bahkan banyak kakak kelas yang rela berantem untuk memperebutkan cintanya. Gadis ini akhirnya menetapkan pilihannya pada seorang bernama Firman setelah gonta-ganti pacar hingga dikelas tiga SMU, adapun nama dari mantannya adalah Eko.<br />
Ningrum hanya tersenyum kecut setelah tahu pemuda yang menyapanya barusan adalah mantan kekasihnya. Memang dia sangat tidak suka dengan pemuda ini karena sekarnag pemuda yang dulunya simpatik ini telah berubah menjadi seorang pemabuk yang tidak jelas masa depannya lagi, walaupun sebenarnya dia berasal dari keluarga yang berada.<br />
Eko tertunduk menahan sakit hati dan malu ketika pertanyaannya tidak dijawb oleh Ningrum dan bahkan gadis ini ngeloyor pergi tanpa peduli dengan perasaan temannya itu. Gadis cantik namun sedikit congkak walaupun dia punya alasan untuk itu.<br />
Ningrum berjalan mendekati kerumunan anak lelaki dan langsung menuju kesamping Firman, kekasihnya. Beberapa teman pemuda itu bersiul-siul menggoda, Firman tahu kalau sebenarnya teman-temannya itu selalu bermimpi bisa berpacaran dengan kekasihnya sekarang ini, mereka pasti memikirkan bagaimana bentuk tubuh gadis cantik itu saat telanjang. Segala pikiran kotor seolah dibenarkan dengan cara para anak lelaki itu menatap pantat, perut dan bahkan buah dada Ningrum yang sudah tumbuh itu.<br />
“Gimana rencana untuk perpisahan dengan teman-teman?” Tanya Ningrum kepada Firman dan pemuda ini memberikan kode kepada salah satu temannya untuk bicara.<br />
“Jangan khawatir, semua sudah kita urus kok cantik. Kita bakalan ajak pacar kita masing-masing untuk bernostalgia sekaligus piknik di hutan wisata diluar kota.” Sahut salah seorang teman Firman yang bernama<br />
Bimo.<br />
Bimo ini berbadan gemuk dan tidak begitu tinggi namun walaupun begitu dia adalah ank seorang pengusaha yang lumayan sukses di kota W.<br />
“Kamu bisa ikut khan Rum?” Tanya Firman kepada gadis cantik itu.<br />
Dan Ningrum menjawabnya dengan anggukan gembira. Dia teringat dengan perkataan Firman bahwa dia akan mendapatkan kejutan pada acara perpisahan dengan teman-teman kumpulnya selama ini. Dia selalu menebak-nebak apa yang akan diberikan pemuda ini kepadanya.<br />
Akhirnya hari yang ditentukan untuk acara perpisahan datang juga. Sabtu siang Firman, Ningrum dan 3 pasang anak SMU yang lain berangkat untuk menuju keluar kota, kesebuah hutan wisata yang letaknya tidak begitu jauh dari batas kota W. dalam waktu kurang dari setengah jam mereka tiba di kawasan hutan lindung itu dan segera saja mereka menyusuri jalan kecil yang membelah hutan itu untuk menemukan lokasi yang sesuai untuk berkumpul. Akhirnya setelah beberapa saat mencari, Bimo memberikan komando bahwa dia telah menemukan spot yang asyik untuk mereka berdelapan.<br />
“Kok lewat jalan kecil?” Tanya Ningrum ketika Firman melajukan sepeda motornya menembus rimbunnya hutan dengan sepeda motor Vega miliknya dan melewati jalan setapak yang belum diaspal, jalan ini lebih kecil dibandingkan dengan jalan utama yang membelah hutan yang barusan mereka lewati.<br />
Firman memperlambat laju kendaraan bermotornya dan akhirnya berhenti ketika Bimo dan temannya yang lain juga berhenti. Mereka telah tiba didaerah perbatasan antara hutan dengan perkebunan strawberry dan perkebunan kajuput (bahan pembuat minyak kayu putih). Dari kejauhan tampak sungai Bengawan Solo membelah kawasan hutan itu dan hanya di hubungkan dengan sebuah jembaan kecil yang hanya mampu dilewati satu sepeda motor secara bergantian saja.<br />
Lokasi ini cukup datar dan semaknya sedikit dimana terdapat dua gazebo tua yang tak terawat yang dulunya diperuntukkan sebagai lokasi peristirahatan wisata namun karena anggaran pemerintah kota tidak mencukupi maka proyek dihentikan sementara gazebo dan perlengkapan lainnya ditinggal begitu saja tanpa diurus sehingga sekarang terlihat tak terawat padahan gazebo itu cukup besar dan nyaman.<br />
Di tiang-tiang gazebo ini terdapat coretan tangan-tangan jahil yang kebanyakan adalah anak sekolah yang dulunya menggunakan tempat itu untuk indehoy bersama dengan pasangannya masing-masing. Tapi sepertinya Ningrum belum paham dengan situasi tempat itu dan maih adem ayem saja.<br />
“Disini yah Fir?” tanyanya lagi kepada kekasihnya dan Firman mengangguk lalu mengajak Ningrum untuk menuju kesebuah gazebo dan membersihkan kursi dari semen yang kotor akan daun-daunan itu sehingga mereka dapat duduk disana.<br />
“Kamu cantik sekali hari ini sayang.” Perkataan manis itu meluncur begitu saja dari mulut Firman yang sedetik kemudian dia merangkul Ningrum dan memangkunya dipahanya.<br />
Sementara Ningrum tidak berusaha untuk melepaskan dekapan Firman dari belakang walaupun dalam hati dia malu tapi dia juga mau.<br />
“Kita mau apa sih sebenarnya kemari? Nggak ada apa-apa disini sayang.” Ucap Ningrum memecah kebuntuan pembicaraan antara mereka berdua.<br />
Firman yang asyik membelai-belai rambut gadis cantik ini kemudian menjawabnya,<br />
“Aku khan ingin berdua saja denganmu, lagipula nanti jika kamu memutuskan untuk kuliah, aku khan sudah susah untuk bertemu denganmu lagi karena ayahku tidak memiliki biaya untuk mengantarkan aku kejenjang mahasiswa. Lihat saja Bimo dan Wahyu, mereka juga berperasaan sama denganku. Bimo akan disuruh kuliah diluar kota sementara Wahyu sudah didaftarkan kesebuah institute terkenal di Jogja. Kita nggak akan ketemu lagi dalam waktu yang lama sayang. Aku cuman ingin untuk melepaskanwaktu-waktu terakhir kita sebagai orang bebas. Kamu mau khan?” rajuk pemuda ini kepada Ningrum dan gadis ini tersenyum lalu mengangguk.<br />
Dalam hati Ningrum, dia sangat yakin bahwa kekasihnya ini benar-benar mencintainya.<br />
Hari mulai sore dan matahari mulai memerah pertanda akan segera tenggelam. Seolah tidak rela dengan ekpergian sang mentari, Ningrum memeluk kedua tangan Firman yang kali ini masih merangkulnya dari belakang. Seolah tahu kalau gadisnya itu masih ingin berdua saja dengannya, Firman menyuruh teman-temannya untuk pergi terlebih dahulu ketika mereka mengajak Firman dan Ningrum untuk pulang. Sekarang tinggal berdua sendiri ditengan hutan wisata itu.<br />
“Aku juga tidak ingin berpisah denganmu bidadariku.” Firman membisikkan kata-kata itu sembari mendekatkan bibirnya kearaha telinga Ningrum dan sedetik kemudian dia mengecup pipi dan leher Ningrum lembut.<br />
Gadis ini menoleh kebelakang untuk mengatakan sesuatu tetapi langsung dibungkam mulutnya dengan ciuman mesra dari Firman. Ciuman pertamanya dalam sejarah hidup seorang Nur Cahya Ningrum.<br />
Entah karena terbawa oleh situasi yang sejuk dan sepi, Ningrum membalas ciuman Firman itu dengan tak kalah mesranya dan dengan posisi masih dipangku kekasihnya dan membelakangi Firman, Ningrum tak lepaskan ciuman pacarnya itu.<br />
Jemari nakal Firman mulai meraba-raba payudara Ningrum yang masih terbungkus baju sekolah itu dan satu persatu kencing bajunya mulai terbuka hingga sekarang baju sekolah itu terbuka lebar mempertontonkan payudara putih Ningrum yang dibalut dengan bra warna krem. Seperti tersihir saja, Ningrum sepertinya tidak sadar bahwa sekarang buah dadanya nyaris telanjang.<br />
Merasa mendapatkan lampu hijau, Firman lalu mengarahkan tangannya yang sudah mulai lebih nakal itu kearah punggung Ningrum dan melepaskan kaitan bra gadis cantik itu sehingga dengan mudah sekarang Firman dapat menguak bra milik pacarnya itu keatas dan sekarang terlihat sudah payudara Ningrum tanpa penutup apapun lagi. Ini adalah kali pertamanya bagi Ningrum menunjukkan buah dadanya didepan pemuda yang bukan keluarganya.<br />
Sembari kedua mulut pasangan itu saling berpagutan satu sama lain, tangan Firman keduanya mulai menjelajahi bukit kembar gadis ini untuk mendapatkan kepuasan sebagai seorang pria. Buah dada ranum milik Ningrum diremasnya berulang-ulang hingga kedua putingnya mengeras dan tak hanya itu saja, pemuda ini juga memilin-milin puting Ningrum dengan gemasnya hingga sering gadis ini harus menghentikan ciumannya untuk mendesah, entah karena rasa sakit ataupun rasa nikmat yang tiada tara.<br />
“Akhh…Fir, sudah! Aku nggak mau nanti kita kebablasan.” Seru Ningrum mencergah tangan Firman yang menyelusupi pahanya dari balik rok seragam abu-abunya.<br />
Namun Firman tak peduli dan menepiskan tangan Ningrum yang mencekal tangannya dan langsung mengarahkan kepangkal paha gadisnya itu sehingga menyentuh bagian vital Ningrum yang masih terbungkus celana dalam warna putih itu. Bagian vital yang belum pernah dia tunjukkan kepada siapapun juga bahkan kepada kekasihnya yang terdahulu.<br />
Jemari Firman merasakan adanya cairan yang membasahi celana dalam kekasihnya itu. Walaupun masih perawan tetapi Ningrum tetaplah seorang gadis normal biasa yang tidak bisa menahan godaan sensasi apabila terus dirangsang habis-habisan oleh pacarnya. Sekarang vagina gadis cantik ini sudah basah akan cairan kewanitaannya sendiri.<br />
Ningrum sadar bahwa dia sudah melangkah terlalu jauh dan berusaha untuk membebaskan dirinya dari rangkulan Firman namun gagal karena Firman sudah tidak dapat lagi melepaskan moment yang ditunggu-tunggunya selama ini. Dengan setengah memaksa, pemuda ini melepaskan bra dan baju seragam SMU yang dikenakan oleh Ningrum dari arah belakang lalu membuangnya jauh-jauh agar tidak dapat direbut lagi oleh Ningrum.<br />
Rasa malupun mendera wajah Ningrum yang sekarang berubah merah padam melihat dirinya sekarang nyaris telanjang dengan payudara yang menggelantung bebas walaupun dia berusaha menutupinya dengan menyilangkan kedua lengannya tetapi tetap saja pandangan mata liar Firman dapat menembus sela-sela lipatan tangan itu.<br />
“Firman! Apa-apaan kamu ini? Katanya kamu sayang ama aku, kok begini jadinya?” gadis cantik ini mulai meneteskan airmatanya memohon agar Firman mau berhenti dan tidak memaksanya lagi.<br />
“Lha inilah bukti sayangku kepadamu Rum. Aku sayang sama kamu dan aku butuh kamu selalu menjadi milikku selamanya.” Sahut Firman lalu mendekap Ningrum dari depan dengan erat.<br />
Berbagai ucapan manis dilontarkan oleh pemuda ini dan akhirnya Ningrum luluh juga hatinya dan membuka silangan tangannya hingga sekarang payudara montok itu terlihat kembali.<br />
“Kamu benar-benar sempurna sayang. Buah dadamu benar-benar sangat indah luarbiasa.” Ucap Firman lalu meremas-remas lagi buah dada Ningrum dengan mesra dan mulutnya pun tak mau ketinggalan.<br />
Jilatan dan sedotan juga pilinan jemari nakal Firman seolah membuat Ningrum terbang keangkasa. Dia yang sebelumnya anti dengan hal semacam ini sekarang menjadi menikmati. Hilang sudah rasa takut dan rasa malunya yang tadi sempat mendera hatinya dan berganti sudah dengan keinginan untuk merasakan kenikmatan total bersama dengan pacarnya sekarang ini.<br />
“Akhh…Firman…ekhhh…” desahan demi desahan Ningrum yang seksi itu membahana disekeliling gazebo tanpa takut bahwa akan ada orang yang menyaksikan perbuatan kedua sejoli itu karena memang lokasi itu berada ditengah hutan sementara perkebunan yang berada didekat mereka masih belum waktunya panen sehingga jarang dikunjungi petani.<br />
Tak butuh waktu lama bagi Firman untuk melancarkan aksi susulan. Ketika Ningrum masih dibuai dengan kenikmatan cumbuannya terhadap buah dada gadis cantik itu, Firman mengarahkan jemarinya yang sudah terampil itu menelusuri paha Ningrum dan mengaitkan jemari kedua tangannya ke celana dalam kekasihnya itu dan menariknya kebawah. Dalam hitungan detik saja, celana dalam Ningrum sudah jatuh ketanah. Gadis ini kaget tapi belum sempat dia protes, Firman kembali mencumbu bibirnya sehingga membuat Ningrum tak dapat berkata apa-apa lagi.<br />
Sembari menciumi Ningrum, salah satu tangan Firman meremas-remas payudaranya sementara tangan yang lain menelusuri vagina gadis cantik ini yang sudah basah kuyup. Sesekali Ningrum merintih sakit apabila tusukan jemari Firman terlalu dalam sehingga menyentuh bagian dalam labia minora gadis cantik ini. “Jangan Fir! Aku masih perawan.” Seru Ningrum tapi sekali lagi bujuk rayu Firman nampaknya cukup ampuh untuk membendung penolakan Ningrum terhadap perlakuannya itu.<br />
Diturunkan resleting celana abu-abu pemuda ini dan dipelorotkannya kebawah beserta dengan celana dalamnya sendiri dan saat itu juga terpampang dengan jelas dimata Ningrum sebuah penis seorang pemuda remaja yang sudah ereksi sedari tadi. Bahkan diujungnya sudah mengeluarkan cairan pelumas siap untuk mengendarai liang kewanitaan gadisnya itu.<br />
“Akh..Firman. Kamu mau apa?” serunya ketika melihat batang kejantanan itu disodorkan kearah Ningrum dan memaksa kedua tangan Ningrum itu untuk memegangnya. Awalnya agak grogi dan risih juga ketika Ningrum menyentuh benda asing milik pria itu namun setelah beberapa saat dia sudah mulai biasa bahkan mulai menuruti kata-kata Firman untuk mengocoknya.<br />
Dengan servis tangan sepertinya Firman masih merasakan kurang puas, lalu dengan sigap dia menarik rok abu-abu milik Ningrum kearah atas sehingga vagina gadis itu terlihat olehnya dengan jelas. Bulu-bulu lembut dan jarang menghiasi vagina gadis cantik ini. Firman lalu mengarahkan batang kejantanannya kearah lubang kenikmatan itu dengan posisi setengah berdiri sementara tangannya yang lain mendorong tubuh Ningrum agar bersandar ke tiang utama gazebo yang berbentuk kotak besar itu.<br />
Pemuda ini menggesek-gesekkan penisnya ke bibir vagina Ningrum sehingga sesekali bibir kemaluan gadis cantik itu terbuka dan ketika sudah cukup basah, pemuda ini mendorongkan batang kejantanannya yang berukuran panjang kurang kebih 12cm itu kearah vagina Ningrum dan menguak menerobos bibir kemaluan pacarnya tersebut.<br />
“Sakit…aduh..Fir! Hentikan! Sudah! Aku sudah tidak tahan…sakittt…akhh…!” racau Ningrum sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan Firman namun sia-sia.<br />
Pemuda kekasihnya itu sudah lebih mirip binatang ketika memaksakan penisnya untuk melabrak lubang senggama gadis cantik ini.<br />
“Akhh…sakit! Sudah hentikan! Sakit Fir…” desak Ningrum tapi apa daya karena Firman sudah kesetanan dan dengan teganya dia melakukan penetrasi paksa kepada liang vagina yang masih perawan tersebut hingga dalam satu sodokan kasar akhirnya batang kejantanannya sudah berhasil merobek selaput dara Ningrum dan membenamkan seluruh penisnya kedalam liang senggama gadis cantik itu.<br />
Seiring dengan lolongan sakit Ningrum, benda haram yang tumpul itu telah berhasil terbenam didalam liang kewanitaan dara manis ini.<br />
“Ningrum. Kamu benar-benar cantik dan moy abis. Memang rasanya luar biasa kalau ngent*tin cewek secantik kamu.” Ucap Firman yang kemudian tanpa memberikan waktu untuk Ningrum mengambil nafas langsung saja melakukan sodokan-sodokan liarnya memompa liang kewanitaan gadis malang ini.<br />
Ningrum menangis tersedu setelah mengetahui dirinya sudah tidak lagi perawan bahkan kekasihnya sepeti lebih memperdulikan kenikmatan bercintanya dibandingkan perasaannya pacarnnya sendiri.<br />
Selama sepuluh menit, penis Firman menyodoki lubang vagina Ningrum tanpa ampun walaupun seringkali gadis cantik ini meminta gar Firman berhenti sejenak karena dia merasakan rasa sakit namun tidak digubris oleh pemuda ini dan terus melakukan pompaannya tanpa lelah.<br />
Tubuh Ningrum yang setengah berdiri bersandar di balok kayu besar yang menjadi penyangga utama gazebo itu, terhentak-hentak tiap kali Firman mempercepat goyangan pinggulnya dan sekarang tubuh molek gadis cantik ini seolah tak bernyawa saja. Payudaranya yang berulang kali diciumi Firman secara kasar sudah mulai memerah karena perlakuan kasar kekasihnya itu.<br />
Tak ada lagi desahan kenikmatan, yang ada hanyalah rintihan tiap kali Firman melakukan sodokan kasar kepadanya. Dirinya diperlakukan Firman tak ubahnya seperti barang atau benda mati yang hanya dibutuhkan vaginanya sebagai alat pemuas nafsu pemuda ini saja.<br />
“Ningrum! Akh…sayang…akh…” seru Firman yang lalu mengejang tubuhnya.<br />
Sperma miliknya membasahi liang senggama Ningrum dan menetes keluar seiring dengan saat dia mencabut batag kejantanannya tersebut dari vagina kekasihnya itu.<br />
“Kamu benar-benar memuaskan Rum. Kapan-kapan lagi yah. Sekarang kamu khan sudah nggak perawan jadi kalo mau bercinta berapa kali tidak apa-apa.” Ucapnya sembari membelai rambut panjang kekasihnya yang masih terduduk lemas itu.<br />
Ningrum hanya diam saja, dia tahu kalau belaian itu adalah tipuan, tapi walau begitu dia masih berharap bahwa ini hanyalah mimpi atau setidaknya dia ingin agar Firman tidak meninggalkannya.<br />
Akhirnya setelah bermesraan selama satu setengah jam lebih, mereka berdua berboncengan kembali kerumah masing-masing. Ningrum yang baru saja kehilangan keperawanannya menjadi susah untuk berjalan karena jalannya menjadi agak ngangkang akibat perlakuan kasar dari Firman pada vagina yang selam ini dijaganya dengan hati-hati. Yang tersisa sekarang hanyalah gazebo tua yang menjadi saksi percintaan mereka berdua yang dibangkunya tercecer noda darah perawan seorang Nur Cahya Ningrum dan sperma milik Firman.<br />
Tapi sebenarnya ada satu lagi saksi mata, yaitu sepasang mata yang sedari siang tadi memperhatikan gerak-gerik mereka dengan penuh perasaan cemburu sekaligus dendam. Sepasang mata milik seorang anak SMU yang juga menyukai Ningrum tetapi ditolaknya dengan mentah-mentah waktu melamarnya. Seseorang yang bernama Ardian. Pemuda yang nantinya akan berperan penting dalam kehidupannya tanpa dia sadari.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-24427544920411648532017-01-11T17:50:00.001-08:002017-01-11T17:56:53.084-08:00Cerita Sex Enaknya Perawan LisyaPerkenalkan aku Deni (Nama Samaran) Sebut saja begitu. Aku saat ini berumur 19tahun. kejadian ini terjadi sekitar aku berumur 17tahun. Lisya saat itu baru berumur 16tahun. Lisya sekolah di salah satu sekolah swasta di bekasi dan dia adalah salah satu bintang kelas dan dia bisa dibilang anak mami. Kecantikannya menggoda sekali sehingga banyak laki-laki yang ingin menjadi pacarnya. Bisa dibilang Lisya adalah PRIMADONA-nya sekolah itu?<br />
Aku pertama kali mengenal Lisya pada saat aku sedang bermain biliard di salah satu mall di jakarta utara (klp.Gading mall).<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-B6hM8NAzww4/WHbg4B9xezI/AAAAAAAAAA8/2mrFmbxCxYIbk1UpR_yF_J8lLl98_V5CwCLcB/s1600/anak-sd-cakep-3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="233" src="https://2.bp.blogspot.com/-B6hM8NAzww4/WHbg4B9xezI/AAAAAAAAAA8/2mrFmbxCxYIbk1UpR_yF_J8lLl98_V5CwCLcB/s320/anak-sd-cakep-3.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>Cerita Sex Enaknya Perawan Lisya</b></div>
<br />
Waktu itu aku ingin berkenalan dengannya tetapi aku sedikit malu-malu, soalnya cewek yang satu ini benar-benar cantik dan lain dengan yang aku liat dari biasanya. Lisya seorang cewek chinese, kulit putih, tinggi 161cm dan ukuran dada 34A bisa dibilang lumayan untuk ukuran remaja yang baru berumur 16 tahun.Aku akhirnya berkenalan dengan Lisya walau aku malu-malu setengah mati, takut ditolak eh gak tahunya aku berhasil berkenalan dengannya!<br />
“Hai… boleh kenalan ga cewe”, sapaku dengan sedikit percaya diri.<br />
“Siapa yahhh?”, jawab Lisya.<br />
“Saya deni? Boleh kenalan ga, kamu siapa?”<br />
“Boleh kok emank siapa yang ngelarang… Aku Lisya.”<br />
“Sekolah dimana?? Tanyaku sedikit basa-basi.”<br />
“Ada deh”, Katanya sedikit manja.<br />
Akhirnya kami ngobrol panjang dan aku sedikit berani menanyakan nomor teleponnya.Malamnya aku mencoba menelepon Lisya dan pada saat itu Lisya mengangkat teleponku.<br />
“Halo ini Lisya ya”, sapaku.<br />
“Iya..ni sapa ya”, Lisya menjawab.<br />
“Ini aku deni yang tadi siang berkenalan dengan kamu Sya”, kataku.<br />
“Oh… iya?? ada apa den?”<br />
“Engga aku cuma pingin ngobrol aja Sya… Ganggu ga?”<br />
“Engga ganggu kok den… biasa aja sama Lisya yah.”<br />
Aku mulai membuka topik pembicaraan meskipun sedikit canggung dan tidak tahu apa yang ingin aku bicarakan. Lalu aku mulai memberanikan diri dengan menanyakan tentang kehidupan dia.”Lisya udah punya pacar?”, tanyaku.<br />
“Belum Den… dulu Lisya punya pacar tapi Lisya udah putus”, jawabnya.<br />
“Lho putus gara-gara apa sya?”<br />
“udah bosen aja”, jawab Lisya polos.<br />
“Lisya besok aku pingin ketemuan sama kamu bisa ga?”, pintaku.<br />
“Boleh kok Den… mau ketemuan dimana?”<br />
“Di MKG aja sya mau??”, tanyaku.<br />
“Boleh jam 3 sore yah pas Lisya pulang sekolah”, jawabnya.<br />
“Ok… selamat malam Sya”, jawabku sebelum menutup pembicaraan.Besoknya jam 3 sesuai kesepakatan kami bertemu di MKG… Lisya berdandan sexy sekali pada saat itu dengan baju yang teramat sangat menggoda… Ingin sekali aku menyetubuhinya tetapi aku masih perjaka… tidak tahu caranya bagaimana ML…<br />
Kami ngobrol panjang lebar sampai jam 6 sore sambil makan-makan… Tak terasa pada saat mau mengantarkan Lisya pulang hujan turun deras sehingga aku menetap di mobilku.<br />
Aku bertanya pada Lisya, “Mau es krim ga say?”, aku memanggil dia dengan sapaan “say”, eh ternyata dia juga balik meresponseku dengan perkataan “mau donk say”. Cuaca saat itu mendukung sekali… cuaca hujan gerimis dan pada saat itu kami berdua di mobil. Aku membelokkan mobilku ke parkiran mobil.Lisya bertanya,<br />
“Ngapain kita ke parkiran say?”<br />
“Gak apa-apa kok say… aku cape aja”, aku mulai memandangi buah dada Lisya yang pada saat itu menggoda sekali… ingin sekali aku menjilati puting susunya itu…<br />
Lisya melihatku dan ia berkata “Ikhhh.. Deni nakal liat-lihat perabotan Lisya… bayar tauuuu!? Masa liat gratis, ga bayar”, ucapnya manja.<br />
Aku hanya bisa tertawa dan dalam hatiku aku ingin sekali mengecup bibirnya… aku mulai memberanikan diri untuk mencium mulutnya walaupun Lisya menolak tapi aku terus memaksa dan pada akhirnya dia tidak bisa mencegah aku untuk menciummnya. Aku melumat bibirnya dengan sangat lembut dan tak disangka Lisya membalas ciumanku dengan ganasnya.<br />
Lisya bertanya kepadaku, “Deni udah pernah ML belum?”<br />
“Belum”, jawabku.<br />
“Lisya juga masih perawan Den… Lisya ga tau bagaimana caranya ML.”<br />
Serasa sudah mendapatkan lampu hijau dari Lisya, aku mulai memberanikan diri tuk membuka pakaiannya. Lisya malah memberikan posisi tuk memudahkan aku membuka pakaiannya. Aku membuka branya yang warna hitam itu… WOW dada Lisya yang berukuran 34A langsung aku kulum dan Lisya berteriak kecil,<br />
“Aaachh… geli Den! Jangan cuma satu doank donk say… sebelahnya juga donk say”, aku mulai menjilati puting susu bagian sebelahnya. Lisya yang merasa bergairah mulai membuka pakaian dan celanaku. Aku pun juga membuka celananya dan kami berdua pun dalam keadaan telanjang bulat di dalam mobil. Pada saat itu tmpt parkir sedang mendukung: tidak ada satu orang pun yang melihat kami.”Kulum kontolku donk say”, pintaku.<br />
“Lisya ga pernah ngelakuin ini satu kali pun Den”, jawabnya.<br />
“Aku juga blm pernah melakukannya Say… jadi kita sama kan”, kataku.<br />
“Iya saya coba deh”, jawabnya.<br />
Lisya mulai mengemut kontolku dan dia merasa enjoy mengemut kontolku yang berukuran 15cm. Aku juga mengelus bibir vaginanya dengan tanganku. Dia mengerang, “emh..ehm..ehm..”, tanda dia mulai bereaksi pada sentuhan tanganku…<br />
Aku yang tidak tahan dengan vaginanya. Aku mulai membaringkannya dan langsung menjilati vaginannya.<br />
“Ouchh… nikmat bangat say,terusssss….achh..achh “, Lisya mendesah dan aku terus menjilati klitorisnya dan pada akhirnya dia mendesah tidak karuan.<br />
“Aahhhh… achhhhhh Den akuuu keluarrrr…achhh?!”, keluarlah cairan putih dengan baunya yang khas.<br />
Lisya tak mau kalah. Dia ingin mengulum kontolku. Kami melakukan gaya 69 di jok mobil belakang. Lisya mengemut kontolku dengan ganasnya. Dikocok-kocok dan diemut dengan ganas. Maklum baru pertama kali kami melakukannya. Lalu aku yang sudah tidak tahan… aku mulai menyuruhnya merebahkan diri dan mengangkat pahanya sehingga tampaklah memeknya yang merah dan menggoda itu.<br />
“Aku masukin ya say?”, tanyaku.<br />
“Iya say tapi pelan-pelan yah… Lisya masih perawan.”Aku mulai memasukan kontolku ke liang vaginanya pelan-pelan. Sulit sekali memasukan kontolku ke liang vaginanya saking rapatnya. Lisya berteriak, “Ahhh… sakiiittt Den!”.<br />
Aku yang tidak peduli karena sudah terlanjur nafsu memulai melakukan gerakan maju-mundur dengan pelan-pelan. Lisya yang membalasnya dengan menjambak rambutku. Aku terus melakukan genjotan terhadap memeknya yang sangat nikmat itu…<br />
“Ahhhh… sakittt Den”, aku mulai mempercepatkan gerakan maju-mundur.<br />
Lisya berteriak, “Ahhhhhhhh”, aku mengeluarkan kontolku dari memeknya dan langsung keluarlah darah segar membanjiri jok mobil belakangku.<br />
“Saay lanjut ga? Nih… aku belum apa-apa tau”, tanyaku…<br />
“Iya say lanjut aja… Lisya siap kok”, jawab Lisya.<br />
Lampu hijau nih… aku mulai memasukan kontolku ke memek Lisya lagi… Lisya sangat menikmati tusukan kontolku ke liang vaginannya.<br />
“Say…liss..ya kee…luarrr”, dan pada saat itu cairan putih itu keluar. Ternyata dia orgasme. Cairan putih itu membanjiri kontolku yang nikmat dijepit oleh dinding dinding memek Lisya. Kontolku masih berada di dalam memek Lisya.<br />
“Kamu belum keluar Say?”, tanya Lisya.<br />
“Belum Say”, jawabku.Aku meneruskan tusukan ke memek Lisya dan Lisya terus mengerang… suara teriakannya membuat aku tambah bernafsu. “Aachh… achhh….achhhhh.achhhhhh..de…niiii km heee..batt sayyy…”, dan tiba2 Lisya mengeluarkan lagi cairan putih. Dia orgasme untuk yang kedua kalinya.<br />
“Kamu belaum keluar-keluar juga Say. Cepat keluarin donk Say, udah malam”, pintanya.<br />
“Ok say”, jawabku.<br />
Aku mulai mempercepat gerakanku. Menggenjot memek Lisya dengan sangat cepat.<br />
“Acchh… achhh… achhhh… achhh”, Lisya mendesah menikmati setiap tusukan kontolku yang belaum pernah dia rasakan sebelumnya. Aku yang hampir orgasme semakin mempercepat gerakan kontolku keluar masuk memek Lisya.<br />
“Sayyy… aku mau keluar nihhhhh”, ucapku.<br />
“Keluarin di luar ya say jangan didalem”, pinta Lisya.<br />
Aku akhirnya orgasme dan mengeluarkan spermaku ke dada Lisya yang lumayan besar itu.<br />
“Ccroott… crootttt…”, aku menumpahkan ke dadanya dan sebagian ke mukanya.<br />
“Thanks ya Say… kejadian ini ga bakalan aku lupain”, kata Lisya.<br />
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
“Sama-sama say… aku juga ga akan melupakan kejadian ini.”Akhirnya kami selesai ML dan kami memakai pakaian kami kembali. Dan saatnya mengantarkan Lisya pulang kami sempat berciuman pada saat aku mengantar dia sampai depan rumahnya.</div>
<div style="text-align: left;">
Aku dan Lisya tidak akan melupakan kejadian dimana aku melepas keperjakaanku dan dia memberikan keperawanannya. Kami tidak berhenti sampai disitu saja. Kami melakukannya lagi di rumahnya pada saat rumahnya sepi. Setidaknya aku dan Lisya setiap akhir weekend diisi dengan ML. Meskipun aku tidak ada hubungan apapun dengan Lisya… meskipun aku sekarang sudah menetap di Malang dan aku sudah mendapatkan beberapa pelajaran dari cewek cewek yang ada disini tapi Lisya telah memberikan pelajaran yang sgt berarti kepadaku.</div>
<div style="text-align: left;">
Good-bye Jakarta… I’m coming MALANG! Thank you Lisya.</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5937061881686195418.post-42908537910384258732017-01-10T19:39:00.000-08:002017-01-11T17:51:31.180-08:00Cerita Sexs Enak nya Perawan Abg Yang Masih Muda<b>Cerita Sexs Enak nya Gadis Perawan Yang Masih Polos</b> - Cerita ini terjadi ketika aku masih duduk di bangku kuliah. Sebagai seorang mahasiswa jurusan bahasa Inggris, sudah dapat dipastikan kalau kemampuanku dalam bahasa inggris di atas rata-rata dan dinilai cukup baik, apalagi yang meniai adalah seseorang yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-S5GKzANPltA/WHWohlyKD3I/AAAAAAAAAAo/X27u0lzFLBELldR4AqUhJ55EdfCUmxYsgCLcB/s1600/aruminewdlm.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-S5GKzANPltA/WHWohlyKD3I/AAAAAAAAAAo/X27u0lzFLBELldR4AqUhJ55EdfCUmxYsgCLcB/s320/aruminewdlm.jpg" width="237" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
Berawal perkenalanku dengan gadis imut inilah, kisah di bawah ini akan saya tuliskan. Semenjak saya berkenalan dengan Evi, gadis imut yang cantik, dengan bulu mata yang lentik dan bibir merah tipis yang merekah. Dalam pandangan saya, Evi adalah abg imut yang enak di pandang mata. Dengan kelebihan ku dalam berbahasa inggris, aku mulai beraksi untuk memberikan les gratis ke rumahnya, itupun atas permintaannya.<br />
<br />
"Kak, ajarin aku PR bahasa Inggris dong" pintanya sambil tersenyum.<br />
"Boleh, emang PR nya susah ya?" tanyaku basa-basi.<br />
"Iya, banyak lagi"<br />
"Ya sudah, kamu ambil bukunya, nanti aku ajari" pintaku sambil mataku tak berhenti.<br />
<br />
Menatap wajahnya yang cantik dan imut. Sungguh hatiku jadi deg-deg an dan pikiran kotor terlintas dalam otakku. Timbul rencana-rencana yang membuat burungku berdiri bila membayangkan bentuk tubuhnya yang mulai mekar. Dadanya yang mungil, pantatnya yang sekel. Ah, burungku tambah keras aja.<br />
<br />
"Ini kak, bukunya, " Tiba-tiba suara merdu mengagetkan lamunanku.<br />
"Eh, Evi, cepet banget ambil bukunya?" tanyaku berdalih dan gelagapan.<br />
"Rumahku dekat dari sini, yang itu, cat warna merah?"<br />
<br />
Ia menunjukkan rumahnya sambil menudingkan telunjuknya. Aku perhatikan bagian dadanya, saat dia menunujuk, kulihat dari sela ketiaknya bulatan dadanya yang terbungkus kaos sungguh indah, apalagi terbuka tiada satu lehai benangpun yang menutupinya. Pikiranku mulai kotor.<br />
<br />
"Kak, di ajak ngomong kok malah bengong."<br />
<br />
Evi dengan cepat menurunkan tangannya dan me-nekuk punggungnya sehingga busungan dadanya mengecil. Rupanya dia tahu apa yang aku perhatikan. Tapi meskipun posisinya begitu, tetap saja dadanya terlihat, karena ukurannya sedikit besar. Dia tersenyum memperhatikanku, menjadikan aku salah tingkah.<br />
<br />
"Ah, enggak, enggak bengong kok," jawabku sekenanya. Lalu aku meminta buku PR nya.<br />
"Wah, ini mah sedikit susah, aku harus liat buku panduanku dulu"<br />
<br />
Aku mencari alas an agar aku bebas berduaan dengannya.<br />
<br />
"Buku panduan apaan sih?" tanya Evi.<br />
"Pelajaran kuliahku, atau begini aja, kamu besok sepulang sekolah mampir ke rumahku, nanti aku ajari sampai bisa"<br />
<br />
Alasanku mulai kususun untuk menjebaknya.<br />
<br />
"Ya sudah, besok aja ya"<br />
<br />
Aku menyerahkan kembali buku PR nya sambil meremas tangannya, Evi buru-buru menarik tangannya sambil tersenyum dan lari menuju rumahnya. Sebelum menghilang di balik tikungan, dia tersenyum penuh arti kepadaku. Tepat jam 1 siang Evi datang di saat aku lagi tiduran di kamarku. Pintu kamarku di ketuk.<br />
<br />
"Kak..., kak..."<br />
<br />
Evi memanggil, lalu kubuka pintu kamarku dan menyuruhnya duduk di sofa ruang tamu. Sementara aku ganti pakaian. Setelah basa-basi aku lantas mengerjakan Prnya dan mengajarinya bahasa inggris. Burungku yang sedari kedatangannya tegang kini mulai terasa pegal dan tak terhitung berapa kali aku menelan air liur, saat dia membungkuk dan secara tak sengaja aku mengintip belahan dadanya.<br />
<br />
Aku memperhatikan wajahnya yang sekarang begitu dekat dan mencium parfumnya yang bercampur sedikit keringat.<br />
<br />
"Capek..?" kataku setelah dia selesai menulis Prnya dan menghela nafas berat kelelahan.<br />
"Iya, sedikit..."<br />
"Apanya yang capek?" tanyaku.<br />
"Tangannya pegel, dari tadi nulis melulu" sembari memijit tangan kanannya.<br />
"Ah, enak kak" desah Evi sambil menikmati pijatanki.<br />
<br />
Akupun semakin berani memijat, dari tangan pindah ke bahu, dari bahu pindah ke pangkal leher. Evi terlihat memejamkan mata. Sepertinya Evi meresapi pijatan di pangkal lehernya.<br />
<br />
"Enak enggak?" tanyaku parau.<br />
"Enak sekali kak" desah Evi membuat anuku semakin keras.<br />
<br />
Akupun memberanikan diri membuka kancing bajunya yang paling atas, dan dia diam saja. Satu kancing baju sudah cukup bagiku untuk melihat betapa mulusnya mundak ABG ini. Akupun melakukan pemijatan yang pelan<br />
<br />
<br />
"Ah.. Enak sekali kak, aku jadi ngantuk"<br />
<br />
Terlihat Evi sudah sedikit tergoda dengan trik yang kumainkan.<br />
<br />
"Enggak papa kalau kamu sambil tiduran, aku pijit komplit deh" Aku menawarkan jasa gratis.<br />
"Enggak ah, begini juga sudah enak." Evi menjawab sambil terpejam.<br />
<br />
Aku terangsang bukan kepalang dan burungku sudah berdenyut kencang. Aku meraba pundak dan turun sedikit ke bagian dada atasnya. Dan Evi masih terdiam. Aku melangkah ke belakang tubuhnya dan terus melakukan usapan, dan berusaha menempelkan anuku ke punggungnya. Hangat. Aku beranikan untuk membuka kancing bajunya yang kedua dan dia masih diam sambil terpejam. Aku sudah tak tahan, aku raba dadanya yang montok dengan kedua telapak tanganku dan meremasnya perlahan.<br />
<br />
"Ah. Kak... Jangan... Malu, nanti dilihat orang," kata Evi sambil berusaha memegang kedua tanganku.<br />
<br />
Tapi Evi tidak berusah menghentikan aktifitas tanganku yang sedang mengelus benda bundar di dadanya. Kemudian aku mencium lehernya yang putih dari belakang.<br />
<br />
"Ah... Kak... Aku malu nanti dilihat orang," katanya sambil menghindar dari ciumanku.<br />
<br />
Aku terus berusaha mencium lehernya dari belakang saat Evi berusaha berdiri dan memeluknya. Tangan kiriku memeluk perut, tangan kananku memeluk dadanya. Dia Seperti kaget melihat tindakanku yang agresif ini. Tapi Evi tidak berusaha menghindar.<br />
<br />
"Evi... Kamu cantik sekali," gumamku dengan suara parau.<br />
<br />
Evi hanya berdiri terdiam. Tangannya memgangi tanganku yang meraba dadanya. Matanya terpejam dan mulutnya mendesah.<br />
<br />
"Ah... Kakk..."<br />
<br />
Tangan kananku berpindah dari dada turun mengelus pahanya. Aku singkap rok birunya, burungku aku tempelkan pada belahan pantatnya yang bahenol. Aku gesekkan kontolku pelan pelan. Enak sekali rasanya. Aku buka kancing ketiga, keempat dan semua...<br />
<br />
Evi diam saja. Tangan kananku mencoba meraba daerah terlarangnya, tapi tiba-tiba, tanganku di pegangnya dan ditepiskannya. Tanpa sepatah kata dia berlari ke kamarku yang tidak aku kunci. Aku kaget. Namun aku jadi lega karena ia berlari ke arah kamar. Berarti...<br />
<br />
Aku segera menyulus dengan cepat ke arah kamar sambil membenarkan posisi kontolku yang menonjol, karena aku tidak pakai CD. Aku kunci kamar dan aku melihat Evi berdiri di depan cermin besar dengan masih posisi bajunya terbuka, tidak dikancingkan. Aku mendekat dan aku raih mukanya dengan kedua tanganku dan kemudian tanpa kata-kata aku mencium bibirnya yang aduhai.<br />
<br />
"Emmm..."<br />
<br />
Tangan kananku mencoba membuka pakaian seragam SMPnya. Dan kini terpampang kedua dadanya yang dilapisi BH merah. Dia sudah tidak perduli lagi dengan usahaku, bahkan tangannya merangkul leherku sambil membalas lumatan bibirku.<br />
<br />
Aku semakin berani membuka kancing Bhnya, sambil mengelus punggungnya. Sementara bibirku terus mecium bibirnya dengan lahap. Tak ada kata yang terucap, hanya suara beradunya bibir dan dengau nafas yang kian memburu. Aku berhasil membuka Bhnya, tapi kedua tangannya menutupi dadanya seolah tidak boleh dilihat. Aku tidak perduli. Aku singkap rok birunya dan aku elus-elus pantatnya sambil menempelkan kontolku tepat ke selangkangannya. Aku tekan sedikit dengan tanganku yang menempel di pantatnya. Evi pun menekan selangkangannya ke depan.<br />
<br />
"Ah..., Evi..."<br />
<br />
Aku mencoba membuka resleting roknya dan dengan sekali sentak, jatuhlah rok itu ke lantai.<br />
<br />
"Kak... Mau ngapain sihhh pake lepas rokk..." suaranya sudah tidak beraturan.<br />
"Enggak papa, cuma mau liat aja..." jawabku sekenanya.<br />
<br />
Tangan kanan Evi menutup vagina nya dan tangan kiri menutup buah dadanya. Tapi aku terus mencium sekenanya.<br />
<br />
"Evi... Kakak boleh pegang ini enggak?" tanyaku sambil meraba toketnya.<br />
"Enggak boleh...?" katanya sambil tersenyum manis.<br />
"Sedikit aja, masak enggak boleh sih.." aku merayu.<br />
<br />
Evi tidak menjawab dengan kata-kata tapi dia tiba-tiba memelukku dengan menempelkan toketnya ke dadaku. Empuk banget. Enak. Aku pegang payudara sebelah kirinya dengan tangan kananku dan kuremas perlahan.<br />
<br />
"Ah..." Evi mendesah.<br />
<br />
Tangan kiriku meraba resleting celanaku dan membukanya dan...<br />
<br />
"Kak... Evii takut..." katanya sambil terus melihat ke kontolku yang ngacung tepat ke arah vagina nya yang masih tertutup CD.<br />
"Enggak usah takut, enak kok, nanti kamu rasain aja, pasti ketagihan"<br />
<br />
Lalu aku tuntun tangannya untuk memegang kontolku.<br />
<br />
"Begini ya bentuknya kontol laki-laki..." kata Evi sambil memegang dan memperhatikan.<br />
"Emang kamu belum pernah tahu?" tanyaku.<br />
"Selama ini Evi hanya baca di stensil dan membayangkan aja... Gimana bentuknya.."<br />
<br />
Pantas, pikirku sedikit aneh, karena sejak dari tadi Evi tidak berusaha untuk menghindar atau melawan saat aku kerjai, rupanya dia penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang lelaki dan membuktikan kebenaran cerita dari stensil yang dia baca.<br />
<br />
"Apa semua bentuk kontol laki begini ya...?" Evi bertanya sambil mengelus.<br />
"Eemm... Shhh... Iyyaa... Samaa..." jawabku keenakan karena elusan tangannya. Lalu aku mencium teteknya dan menghisapnya.<br />
"Ahhh... Enak kak..." desahnya.<br />
<br />
Tangannya semakin kencang memegang Kontolku. Aku coba membuka CD nya dengan tangan kiri sementara tangan kanan meremas pantatnya. Sedikit turun CD nya. Tapi sudah cukup untuk memamerkan bulu-bulu tebal yang ada di sekitar vagina nya.<br />
<br />
"Evi... Enakkk enggak...?" tanyaku basa-basi.<br />
"Enakkk kakk...?" jawabnya dengan mata tertutup.<br />
<br />
Lalu aku sodokkan kontolku ke arah vagina nya yang masih rapat karena posisinya berdiri. Hangat dan basah. Aku gesek terus maju mundur dan enak sekali aku rasakan. Evipun terlihat mendesah dan memelukku erat. Pantatnya aku dorong ke arahku seirama dengan sodokanku ke vagina nya.<br />
<br />
"Ahh... Ahh... Ehmmm..." Evi mendesah enggak karuan.<br />
<br />
Aku sadar bahwa kontol ku tidak masuk ke lubang vagina nya, hanya menggesek bagian luar dan mungkin klit nya. Tapi enaknya bukan kepalang.<br />
<br />
"Kak... Aku... Mau pipisss... Ohhh... Kak... Ohhh..." Evi mendesah panjang. Rupanya dia mau klimaks, hanya dia tidak tahu, makanya disebutnya mau pipis.<br />
"Ah... Kakakkk... Juggaaa mauuu... Oh... Shhh... Ouhhh..."<br />
<br />
Evi memeluk erat sekali. Semakin erat dan erat... Aku dorong kuat pantatku kedepan dan tanganku mendorong pantanya kuat kuat. Dan muncratlah spermaku.<br />
<br />
"Ahhh... Oh... Shhh... Eviii... Ouhhh..."<br />
<br />
Evi tak kalah semangatnya. Dia mendorongkan pantatnya maju bersamaan dengan klimak yang ia dapat.<br />
"Kakkk... Ahhh... Ahhh... Shhh..." Dipeluknya aku erat-erat hingga hampir 1 menit.<br />
"shhh... Aduhhh... Enakkk... Viii..."<br />
<br />
Gumamku disela-sela pelukannya yang erat. Keringat bercucuran dari kening dan punggung Evi. Aku elus semua tubuhnya dan kuremas payudara dan pantatnya. Tampak ketegangan menyelimuti mukanya yang ayu. Matanya masih tertutup menikmati sisa-sisa kenikmatan yang ada. Setelah itu Evi melepaskan pelukannya dan menuju kasur yang aku gelar sebagai tempat tidur. Dia baringkan tubuhnya di situ dengan kaki di tekuk dan tangan di satukan menutupi toketnya. Matanya kemudian terpejam dengan bibir tersenyum di tahan.<br />
<br />
Aku sibuk mencari lap untuk mengelap cairan sperma yang tumpah di lantai dan sisa yang menempel di kontol ku. Sambil mengelap Kontol, aku perhatikan Evi yang terbaring meringkuk di kasur. Ah... Indah sekali bentuk tubuhnya. Aku mengenakan sarung dan menyelimutinya dan duduk di sampingnya.<br />
<br />
"Evi... Kamu pernah melakukan ini ya? tanyaku menyelidik.<br />
"Enggak pernah." Jawabnya dengan tegas.<br />
"Tapi kamu kok sepertinya tenang-tenang aja waktu aku..." kataku<br />
"Aku penasaran kak, apa iya enak dan asyik seperti cerita di stensil"<br />
"Kamu enggak keberatan kita begini?" tanyaku.<br />
"Aku juga heran, kenapa aku enggak bias nolak dan sulit untuk melarang."<br />
"Kamu ngarepin juga kan?" kataku sambil tersenyum<br />
"Ihhh... Enak aja..." Evi mencubit pahaku.<br />
<br />
TAMAT<br />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06708692048805550997noreply@blogger.com0